chapter twenty three III

19.5K 1.4K 15
                                    

ALI

"Den, ini kantongnya.", aku menoleh mendapati pelayan rumah Prilly mengulurkan sebuah kantong kertas.

"Makasih ya, mbak. Kuncinya taro aja di meja depan.", jawabku sambil tersenyum.

Aku pun kembali menoleh ke arah Prilly yang sejak tadi duduk di sampingku. Prilly yang sedang mengunyah potongan terakhir rotinya pun menatapku penuh rasa ingin tahu. Sama halnya dengan Om Rizal, Tante Ully, dan Raja yang menatapku penasaran dari kursi mereka.

Aku mengulurkan kantong kertas berukuran agak besar itu ke arah Prilly, meletakkannya di pangkuan Prilly, tanpa sepatah kata.

"Eh, apaan ini?", tanya Prilly bingung.

Satu tangannya memegang sisi kantong kertas itu agar tidak jatuh dari pangkuannya.

"Buat kamu. Nanti buka sendiri ya.", sahutku sambil tersenyum simpul.

"Apaan sih, pake rahasia-rahasiaan segala.", tanya Prilly sambil menatapku tersipu.

"Nanti aja dibukanya, kalo aku udah pulang.", sahutku sambil menahan tangan Prilly yang tampak sudah tak sabar ingin membuka pita penutup kantong kertas itu.

"Aduh, romantisnya Ali. Baik banget sih kamu 'Li.", sahut Tante Ully.

Aku hanya tersenyum mendengar komentar tante Ully.

"Kenapa harus nanti? Apa bedanya dibuka sekarang atau nanti?", tanya Prilly manja.

"Eh, sayang. Bukannya bilang makasih sama Ali. Kamu udah lupa ya, kalo dikasih sesuatu sama orang lain itu, bilang apa?", tanya Om Rizal pada Prilly.

"Iyaa, makasih ya 'Li. Tapi kenapa mesti nanti sih? Bikin kepo aja.", omel Prilly yang kemudian mengerucutkan bibirnya.

Aku tertawa kecil melihat tingkahnya. Prillyku, memang beginilah aslinya. Sedewasa apapun penampilannya di layar kaca, seperti inilah Prilly yang aku rindukan. Prilly yang selalu bisa membuatku tersenyum seburuk apapun keadaan yang aku hadapi.

"Yaudah, habisin dulu sarapannya. Mama mau berangkat ke sekolahannya Raja, biar si Mbak bisa beresin meja.", kata Tante Ully lantas meneguk teh hangat di cangkirnya.

"Mama pergi ya? Papa?", tanya Prilly memelas.

"Papa di rumah kok, sayang. Tapi nanti siang ada temen papa kesini. Ada perlu.", sahut Om Rizal.

"Giliran aku di rumah, malah pada ada urusan.", gerutu Prilly manja.

"Ngga apa-apa. Nanti aku temenin.", sahutku sambil mengusap puncak kepalanya lembut.

"Uh, senengnya ada yang nemenin.", goda Raja dari kursinya.

Prilly memelototokan matanya, membuat Raja tertawa.

"Prill, Mama pergi dulu ya. Baik-baik di rumah. Banyakin istirahatnya. Ali kalo butuh apa-apa, ngomong aja sama si Mbak ya.", kata Tante Ully.

"Iya tante. Makasih. Hati-hati di jalan tante.", sautku sambil mencium punggung tangan tante Ully.

"Pa, Mama pergi dulu ya.", kata Tante Ully yang kemudian mencium tangan Om Rizal yang tak mengalihkan pandangannya dari koran di tangannya.

Aku dan Prilly sempat melambaikan tangan ke arah mobil tante Ully yang bergerak menjauhi rumah Prilly. Kemudian aku mengikuti langkah Prilly masuk ke dalam rumah, menutup pintu perlahan di belakangku.

"Enaknya kita ngapain ya?", tanya Prilly padaku.

Aku mengangkat bahu.

"Nonton DVD mau?", tanya Prilly.

yellowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang