chapter three II

34.2K 2.5K 10
                                    

ALI

Aku sudah berada di dojo sejak pagi. Beberapa anggota klub fighting sudah tiba dan memulai latihan. Kak Riri sibuk di ruangannya, mengatur schedule kelas dan latihan klub fighting dan tinju. Aku masih bersandar di ring tinju sambil membalut tanganku dengan handwrap.

Beberapa kali aku menoleh keluar pintu dojo ketika aku mendengar suara mobil atau motor yang berhenti di depan dojo. Aku berdecak lesu ketika yang kulihat turun dari mobil atau motor itu bukanlah Prilly. Loh, kok gue jadi nungguin dia?!, batinku yang baru sadar sejak tadi aku sibuk memperhatikan orang yang datang ke dojo.

Aku baru saja hendak membalikkan tubuhku dan melangkah menuju sandsack di sudut ruangan ketika tiba-tiba aku mendengar suara Prilly sayup-sayup dari halaman dojo.

"Makasih ya 'Ma. Hati-hati di jalan.", aku melihat Prilly melambaikan tangannya ke mobilnya yang bergerak keluar meninggalkan halaman dojo.

Ia berbalik dan berjalan menuju ke arahku yang bersandar di pintu dojo. Aku melihat senyum terkembang di wajahnya. Ia tampak sangat cantik dan mempesona. Aku sampai terbengong melihatnya.

"Pagi, Ali!", sapanya ceria, aku hampir meleleh dibuatnya.

"Pagi? Jam berapa nih?!", aku terkejut mendengar kata-kataku sendiri. Aduh, Ali! Kenapa harus ketus gitu sih?!, omelku dalam hati.

"Sorry gue telat.", jawabnya singkat.

Aku melihat raut wajahnya berubah seketika. Aku menyalahkan diriku sendiri. Ini pasti karena jawabanku yang ketus tadi. Entah mengapa aku merasa saat ia cemberut, ia terlihat tak kalah menarik dengan saat ia tersenyum.

"Yaudah. Pake handwrapnya.", sahutku masih ketus sambil membalikkan tubuhku dan melangkah menuju matras.

Aku tak tahan untuk mengembangkan senyumku saat aku membelakanginya. Aku membayangkan bibirnya yang mengkerucut saat mendengar kata-kataku yang kasar dan ketus. Ia pasti tampak sangat lucu dan menggemaskan. Heh Ali, stop! Mikir apaan sih, lo?!, aku mengomeli diriku sendiri saat menyadari aku terus memikirkan Prilly.

------------------------------------------------------

PRILLY

Aku mengenakan handwrapku dengan cepat. Sesekali aku melirik Ali yang kini sibuk meregangkan tubuhnya di atas matras. Aku tak bisa menyembunyikan kebingunganku akan sikapnya yang aneh. Baru tadi malam ia mengirimiku pesan singkat yang ramah, pagi ini ia sudah merusak suasana hatiku dengan menjawab ketus saat aku menyapanya ramah.

Aku kembali mengingat Ali yang kemarin. Ali yang berbeda 180 derajat dengan Ali yang saat ini kuhadapi. Ali yang dengan penuh perhatian menyuapi aku teh hangat ketika aku tersadar dari pingsanku. Ali yang menatapku khawatir saat aku membuka mataku perlahan. Ali yang menyempatkan mengirimiku sms permintaan maaf karena telah melatihku melampaui kemampuanku. Ali yang perhatian dan begitu menarik bagiku.

"Woi. Buruan!", teriakan Ali membuyarkan lamunanku.

"Iya, iya.", sahutku sambil melirik kesal ke arahnya, lantas melangkah cepat menghampirinya.

"Ngelamunin apaan lo?", tanya Ali ketika aku tiba di hadapannya.

"Bukan urusan lo.", jawabku asal.

"Fokus! Jangan ngelamun terus. Mikirin apaan sih lo? Pacar lo si Aryo itu?", kata-kata Ali memancing emosiku.

"Maksud lo apaan sih?", tanyaku gusar, kata-kata Ali sudah kelewat batas.

Aku lantas membalikkan tubuhku membelakanginya dan melangkah dengan cepat. Aku menyambar tasku sambil terus berjalan keluar dari dojo.

"PRILL?!", aku mendengar Ali berteriak memanggilku.

Aku terus berjalan melewati pintu dojo. Aku merasakan wajahku panas.

"PRILL?! LO MAU KEMANA?!", aku mendengar Ali berteriak lagi.

Aku tak menggubrisnya, aku terus berjalan. Aku merasakan mataku berair, pandanganku mulai buram. Aku menyeka air mataku dengan tanganku yang masih berbalut handwrap. Aku tak tahu mengapa aku harus merasa seburuk ini ketika Ali menyebutkan nama Aryo.

Mungkin aku hanya belum benar-benar bisa melupakan Aryo. Aku belum bisa benar-benar melupakan rasa sakit yang ditinggalkannya. Atau mungkin, aku hanya terkejut karena mungkin jauh dalam lubuk hatiku aku berharap Ali bisa membuatku melupakan Aryo, namun Ali justru menyebutkan nama Aryo dan mengingatkanku lagi padanya.

------------------------------------------------------

yellowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang