chapter twelve I

24.2K 1.7K 2
                                    

ALI

Aku mematut diriku sekali lagi di cermin. Seorang laki-laki yang amat familiar balas menatapku. Aku lantas menyambar jaket kulit dan kacamata hitam yang berada di meja kamarku sebelum melangkah keluar dari kamar, menghampiri Kak Andin yang menungguku di ruang tivi.

"Udah siap 'Li?", tanya Kak Andin tanpa mengalihkan pandangannya dari televisi.

"Udah.", jawabku singkat sambil melangkah menghampiri Umi yang sedang mengolesi roti dengan selai cokelat di meja makan.

"Makan dulu ya, sebelum berangkat.", kata Umi yang menyodorkan setangkup roti selai cokelat padaku.

Aku mengangguk dalam diam sambil mengunyah roti cokelat buatan Umi, sementara tangan kiriku sibuk dengan ponselku. Aku membuka instagramku sejenak, dan mendapati ratusan notifikasi yang masuk bersamaan. Aku tersenyum melihat ratusan foto dengan beragam caption yang lucu bahkan romantis menghiasi postingan berisi wajahku dan Prilly. Aku menyempatkan diri menyentuh tombol like pada beberapa postingan yang kusukai, sebelum ponselku bergetar menandakan sebuah telepon masuk untukku. Aku menatap layar ponsel dan tersenyum singkat menatap foto penelepon dan namanya yang berkedip.

"Halo?", sapaku ramah.

"Hei. Gimana udah siap?", tanya Prilly dari seberang telepon.

"Udah. Ini sarapan bentar, abis itu jalan kok. Kamu lagi apa?", aku balik bertanya sambil masih mengunyah.

"Lagi nonton infotainment pagi, sambil sarapan.", jawab Prilly.

"I see. Sarapan apa?", tanyaku sambil ikut menonton infotainment di tivi yang sedang ditonton Kak Andin.

"Nasi goreng Mama.", jawabnya sambil mengunyah.

Aku meneguk susu hangatku sambil terus memperhatikan tayangan infotainment di televisi. Aku dan Prilly terdiam beberapa saat dengan ponsel masih menempel di telinga. Hingga akhirnya Prilly bicara, memecah keheningan.

"Aku baru tau, kalo kamu kesepian pas ngga ada aku di rumah sakit.", kata Prilly tiba-tiba.

Aku mendengar ia menahan tawa di sela kata-katanya, membuatku mengernyitkan dahi lantas menoleh cepat ke arah suara familiar di televisi. Aku melihat wajahku terpampang jelas di layar tivi, lengkap dengan mikrofon di tanganku. Aku menepuk dahiku, itu pasti tayangan wawancara yang diliput beberapa hari lalu, pikirku. Saat itu Prilly sedang take dan beberapa stasiun tivi datang mewawancaraiku soal keadaanku setelah kecelakaan beberapa waktu lalu.

Aku menghela napas melihat wajahku yang tampak sumringah menjawab pertanyaan-pertanyaan soal Prilly di televisi. Umi yang tadinya tidak tahu pun, akhirnya menatap televisi di sebelah Kak Andin yang sejak tadi sibuk dengan "Ciee..Ciee.." nya.

"Kok diem?", tanya Prilly lagi.

"Emang harus bilang apa?", tanyaku bingung.

"Hahaha. Ngga usah salting gitu kali.", goda Prilly sambil tertawa.

"Heh, seneng banget kamu ya?!", omelku sambil misuh-misuh.

"Senenglah.", jawab Prilly jumawa.

"Masa?", tanyaku sambil mengenakan sepatuku di ruang tamu.

"Iya. Emang kamu ngga?", Prilly balik bertanya.

"Ngga.", jawabku menggodanya.

"Iiih! Aliiii!", teriaknya manja, membuatku menjauhkan ponsel dari telingaku sambil tertawa.

"Apa sayang?", tanyaku lembut.

Kemudian tak ada jawaban yang kudengar dari Prilly.

"Kok diem?", tanyaku lagi.

"Katanya ngga seneng?! Kok panggil sayang?", tanya Prilly ketus. Aku mendengar kekesalan dalam nada suaranya yang anehnya membuat darahku berdesir membayangkan wajahnya yang cemberut kepadaku.

"Udah ah, jangan ngambek. Abis makan, siap-siap ya. Jangan sampe telat. Sampe ketemu di sana ya, sayang.", kataku lembut sebelum memutuskan sambungan telepon.

Aku sengaja langsung mengakhiri telepon tanpa mendengar lagi jawaban darinya. Hari ini aku akan memberikan kejutan padanya, dan membuatnya kesal adalah langkah awal yang bagus untuk membuat kejutanku lebih berarti. Aku mencium tangan Umi singkat sebelum melangkah mengikuti Kak Andin menuju mobil yang akan membawaku ke premier film pertamaku dengan Prilly.

Aku menatap ke jalanan yang ramai di depan kami, lantas tersenyum singkat ke arah buket bunga yang berada dalam genggamanku. Bayangan Prilly yang tersenyum sumringah ketika menerima bunga ini memenuhi kepalaku, membuat sebentuk rasa hangat menelusup dalam diriku.

------------------------------------------------------------

yellowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang