9. First Night

21K 1.6K 12
                                        

Malam ini Dimas begitu sangat gemetar saat meng-imami sholat isya, pengalaman pertama yang mendebarkan saat merasa kemampuan masih belum tinggi, tetapi tak membuat rasa khusuk keduanya memudar malah justru semakin tertanam dalam hati bahwa di belakangnya ada wanita yang harus ia pimpin dengan baik sesuai ajaran Allah kepada setiap kaum pria. Jadi Dimas sepenuh hati memuji Allah dengan ikhlas.

Wajah Dimas bersemu saat punggung tangannya di kecup Kiva, rasanya seperti saat terkena aliran listrik yang membuat tubuh berjengit.

"Hmm, anu.. sekalian sholat dua rakaat ya? Wajah dimas Berubah pias saat mengucapkan itu, entahlah rasa malu tiba-tiba melandanya.

Kiva mengangguk pelan lalu senyuman lebar nampak pada bibir Dimas yang penuh. Oh ya allah terimakasih telah memberikan bidadarimu untuk aku jaga. Bimbinglah aku ya allah untuk mencapai kebahagiaan di pelukanmu.

**

"Satu bulan yang lalu Saat aku mendengar suara orang melantunkan ayat suci dan serempak semua yang berada di belakang meng-amini, tubuhku bergetar dengan hati di landa kalut tanpa sebab"

"Semuanya begitu sulit untuk di jelaskan, dan mendadak tubuhku tak bertenaga lalu kilasan masa lalu mendadak menyerang fikiran hingga aku merasa seperti di tarik ulur oleh keadaan"

"Sampai aku menangis saat merasa tubuhku sakit dan tak bisa bergerak sama sekali, aku tak tau itu kenapa yang jelas dalam hati sudah berfikir, ajalku sudah tiba"

"Dan di saat aku membuka mata, tubuhku telah berpindah pada ranjang yang empuk, dan itu ranjang milik ayah Imran yang telah meng-islamkan aku dan juga mengangkatku menjadi anak lelaki satu-satunya".

"Beliau menjelaskan apa yang selama ini mengganjal fikiranku, beliau banyak membantuku untuk menjadi lebih baik dan beliau juga yang membawaku ke rumah sakit untuk.."

Dimas menelan ludahnya pelan, ia memandang wajah Kiva yang sudah di rundung rasa penasaran.

"Di khitan"

Kini wajah keduanya memerah, Kiva langsung menyembunyikan wajahnya pada bantal, tetapi dengan pelan Dimas membukanya kembali.

"Apa masih mau dengar kelanjutan ceritanya?" Tanya Dimas, Kiva mengangguk pelan.

"Ya pada awalnya aku menentang untuk di khitan, bayangkan saja adik kecilku yang menjadi senjata ampuh akan di potong" Dimas meringis saat Kiva mencubit pinggangnya, ia terkekeh pelan sebelum melanjutkan kisahnya.

"Ayah Imran menjelaskan bahwa khitan itu di wajibkan untuk laki-laki, karena itu mengandung maslahat dan juga sebagai salah satu syarat sholat"

"Semuanya berjalan begitu cepat sampai ayah menyuruhku untuk membangun rumah tangga, dan aku lagi-lagi menolak tetapi ada saja kelebihan ayah Imran ia begitu hebat, beliau menaruh fotomu di atas Qur'an waktu aku sholat dan saat aku mengambil untuk menghafal, rasanya seperti ada pelangi yang bersinar terang di hati. Rasanya campur aduk tapi sangat indah untuk di nikmati"

Dimas mengecup kedua mata indah milik Istrinya bergantian, bahagia menyelimuti hati, saat bisa memeluk dan mengecup istrinya, seperti ada ribuan kupu-kupu yang berterbangan dalam dada.

"Terimakasih, sudah bersedia menikah denganku sayang" ujar Dimas tulus, Kiva mengangguk pelan.

"Ceritaku sudah selesai, jadi ijinkan aku untuk menyempurnakan pernikahan kita" Bisik Dimas.

**

Dimas memandang pantulan dirinya di cermin, sosok Kiva yang tengah berkutat memasangkan dasi menjadi objek terindah di pagi ini. Penawar Rasa kesal saat papahnya mengharuskan ia bekerja karena bolosnya sebulan ini.

"Terimakasih sayang" Dimas mengecup kening Kiva penuh kasih, yang di balas dengan senyuman tulus seorang istri.

"Kau yakin tak mau bareng?" Tanya Dimas untuk ke sekian kali, tadi pagi ia tercengang akibat Kiva yang juga memutuskan untuk kerja, sempat Dimas melarangnya. Bagaimanapun sekarang dialah Kepala rumah tangga yang wajib menafkahi Istri, tetapi bukan Kiva namanya kalau ia tak keras kepala.

"Enggak usah, Mas duluan aja. Nanti kalau sudah saatnya aku pasti bareng sama Mas" jawab Kiva pelan, yang sejujurnya masih takut untuk mengungkap bahwa ia sudah menikah dengan pemimpin Adolfo, nanti bakal ruyam.

Dimas mengangguk pasrah lalu memeluk tubuh mungil Kiva, menghindu aroma segar yang menguar dari ceruk leher jenjang milik istrinya seorang.

"Nanti ada supir menjemputmu, dan kalau sudah sampai segera ke ruanganku" Gumam Dimas, rasa enggan untuk pergi kembali muncul. Oh papahnya sangat pengertian sekali bukan.

"Iyah" Balas Kiva seraya mengelus pelan punggung lebar Suaminya yang membuat Dimas semakin nyaman, kali ini ia rela di samakan dengan kucing yang di elus langsung jinak. Emang benar kenyataanya begitu.

**

Terimakasih yang sudah vote dan komen, semoga allah membalas kebaikan kalian ^^

2 Hati (Dimas-Kiva)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang