Dimas membuka pintu ganda rumahnya yang akan di tempati kembali, tetapi kali ini dengan satu penghuni baru, yaitu Kiva istri tercintanya. Wanita yang akan mengisi kekosongan dan kesepian dalam rumah yang sejak lahir ia tempati, dan tentunya hati yang begitu kering rasa cinta dan kehangatan.
Dimas menggandeng Kiva saat melangkah kearea belakang rumah dimana sosok sang ayah tengah menikmati senja di gazebo dekat kolam renang dengan secangkir kopi dan koran sebagai penghilang jenuh.
"Pah" panggil Dimas, Arya mendongkak lalu melipat koran yang ia baca sebelum meletakan di samping.
"Kalian sudah datang" Arya tersenyum kecil saat menantu mengecup takzim punggung tanganya, rasanya bahagia itu merayap di hati saat mendapat pendamping anaknya yang begitu cantik dan sopan tentunya, ia tak perduli perbedaan keyakinan yang terpenting adalah kebahagiaan untuk anaknya yang sejak dulu terabaykan dari rasa kasih sayang kedua orang tua yang tak utuh. Ia lega sekarang jika sewaktu-waktu sang pencipta alam semesta memanggilnya.
"Iyah pah" Kiva tersenyum kecil lalu duduk di samping suaminya yang dengan tak tau malu mencomot kue lapis dari piring sang papah dan memakannya besar-besar hingga sisi pipinya mengembung.
"Mas itukan punya papah" tegur Kiva, Dimas nyengir dan menuang teh hijau dari teko kaca itu juga pada gelas yang di pakai Arya.
Arya terkekeh renyah akibat kelakuan anaknya yang selengekan, oh tuhan hatinya menghangat, sudah lama ia tak melihat kelakuan tak normal anaknya sejak ia dan istrinya berpisah hingga kabar kecelakaan yang menimpa mantan istrinya, membuat Dimas lebih sering tidur di luar dari pada di rumah.
"Astagfirullah mas" wajah Kiva memerah akibat rasa malu bercampur tak enak saat suaminya berlaku tak sopan, membabat habis kue lapis milik Arya.
"Hahaha.. enggak apa-apa Va, lagian papah udah kenyang" Arya tergalak dan Dimas ikut tertawa bersama papahnya.
"Khuk-khuk" Kali ini wajah Dimas yang gantian memerah akibat tersedak Kue lapis yang ia makan.
"Astagfirullah, makanya kalo makan yang bener dong mas"Kiva mengambil air teh lalu meminumkan pada suaminya, Dimas menghela nafas panjang dan terbatuk kecil.
Kiva menepuk-nepuk pelan punggung lebar suaminya, dan Dengan manjanya Dimas merangkul istrinya menyembunyikan wajahnya pada leher yang tertutup kerudung hijau yang di pakai istrinya tanpa perduli ada sang papa yang mencibir sifat kekanakan Dimas.
"Untung kamu nggak mati Dim, dulu juga ada temen papa yang tersedak dan langsung mati di tempat"Arya terkekeh saat mendapat plototan dari Anaknya.
"Malang nian nasibku, punya papah nyumpahin anaknya mati"
Tawa Arya dan Kiva berderai merdu terbawa angin senja sebagai pengiring kehadiran malam. Bahagia dan Arya berdoa semoga akan tetap seperti ini hingga nanti.
***
Setelah sholat isya, dan tadarus sebentar Dimas dan Kiva bersantai, Dimas lebih asik membaca Buku tentang Hadits-hadist Rasulullah. Ia mesti harus lebih banyak belajar lebih dalan tentang Islam dan Kiva yang asik menonton acara tivi.
"Mas?"
"Hmm" Kiva mendongkak menatap wajah tampan suaminya yang tertutup Buku, menggeser letak kepala dalam panggkuan sang suami.
"Besok"
"Tetap tidak sayang"potong Dimas membuat Kiva menghela nafas pasrah, mau bagaimana lagi kalau suami tak mengijinkan. Ijin suami adalah ijin allah bukan?.
"Kamu tetap dirumah, jadi istri yang baik biar nanti kalau aku pulang ada yang menyambut, Jangan kalau pulang kita sama-sama capek. Enggak banget deh" lanjut Dimas dengan mata tetap fokus pada buku yang ia baca.
"Iya, tapi ijinin aku ikut beres-beres rumah dan masak" telunjuk Kive memainkan kancing piyama suaminya dengan pergerakan memutar, kalau ia harus berdiam diri di rumah tanpa melakukan sesuatu itu membuatnya bosan.
"Tetap tidak sayang, apa gunanya asisten rumah tangga kalau pekerjaan rumah kamu yang kerjain" Dimas tetap keukeuh dengan pendiriannya, menurutnya tugas istri hanya duduk manis di depan tivi sambil membaca majalah dan menyambut kedatangan suami dengan pelukan hangat dan senyum manis.
"Mas, kalau aku enggak kerja bakalan cepet kena struk" ujar Kiva agak kesal.
"Astagfirullah yang, ko ngomong gitu" Mata Dimas melotot saat memandang wajah polos Kiva.
"Ya habis, kerjaku hanya makan, duduk, tidur, oh ayolah mas paling tida cuci piring atau nyapu gitu"
"Oke-oke tapi kalo capek harus istirahat" Dimas mengalah dengan cepat kalo berdebat dengan kiva, fakta baru lagi dalam kehidupannya sekarang.
"Hehe..makasih mas" yah pada ahirnya akan begini juga.
**
Dimas mengecup pelan bibir manis Istrinya, dan selayaknya dongeng sleeping beauty Kiva mengerjap dan membuka matanya.
"Selamat pagi sayang"Dimas tersenyum bocah dengan jemarinya yang menyingkirkan helayan rambut yang menutupi wajah ayu kiva.
"Jam berapa mas" tanya Kive dengan suara khas orang bangun tidur, serak-serak becek.
"Jam 5, cepet mandi terus sholat bareng" Dimas tersenyum manis saat keengganan Istrinya begitu kentara, tetapi Kiva tetap bangun lalu berjalan pelan kearah kamar mandi.
"Mas kenapa enggak bangunin aku dari tadi" Kiva berbalik saat tubuhnya sudah pada ambang pintu.
"Kau keliatan lelap, jadi mas enggak tega bangunin" Bibir Kiva mencebik lalu tubuhnya menghilang tenggelam dalam kamar mandi, Dimas terkekeh pelan, karena baru kali ini ia bangun lebih dulu. Kiva bilang tugas istri adalah membangunkan suami dan menyiapkan perlengkapan mandi dan kerja tapi kali ini separuh tugasnya Dimas yang ambil.
Keduanya memang menginginkan yang terbaik untuk pasangan, karena mereka bukan bidadari dan malaikat yang sempurna.
**
Siang ini Dimas di buat kesal dengan kalakuan sahabatnya yang lagi-lagi menculik sekertarisnya, hingga membuat ia kelimpungan akibat jadwal yang berantakan.
"Cepat kembali sebelum Bian benar-benar gue pecat" bentak Dimas, terdengan kekehan dari sebrang membuat emosi Dimas makin teruslut.
"Gue gak lagi bercanda, Damar" kesal dan gemas Dimas sampai menggebrak meja kerjanya untuk menyalurkan emosi yang tak tersampaikan, kalau Damar ada disini pasti sudah di cekik lalu di lembar dari lantai 30.
"Cepat Bodoh, sebentar lagi ada rapat" Dimas melempar ponselnya pada meja saat sambungan telepon terputus, lalu giliran tubuhnya yang di hempaskan pada kursi kebesarannya yang nyaman dan empuk tentunya.
Kalo begini rasanya ingin pulang, cuma Kiva yang bisa mengalihkan rasa marahnya menjadi senyum bahagia, oh senangnya punya istri. Jadi ada tempat untuk pulang dan menampung keluh kesahnya.
**
KAMU SEDANG MEMBACA
2 Hati (Dimas-Kiva)
SpiritualKisah 2 Hati yang berbeda. ketika keduanya di pertemukan, akankah menjadi penyatuan yang indah atau malah terasa seperti api yang membakar tubuh. panas dan menyakitkan.