4. Rasa

20.6K 1.4K 14
                                    

Jum'at pagi suasana Adolfo Grup nampak ramai dengan desas-desus aksi mengaggetkan yang dilakukan pemimpin tertinggi perusahaan, yang kemarin menggendong Office Girl dan bahkan sampai membawa sendiri ke rumah sakit dan konon menempatkan office Girl itu ke ruangan VIP.

Bisik-bisik mulai mendesis saat Kiva berjalan sambil membawa lap meja, hampir semua menggunjingnya bahkan sampai menuduh ia yang bukan-bukan.

Tepukan halus di pundaknya membuat Kiva menoleh, ia langsung menunduk pelan.

"Selamat pagi bu Bian" sapa Kiva ramah, Bian balas tersenyum lalu menatap Kiva yang berjalan pelan di belakangnya.

Menekan penel lift di susul pintu terbuka.

"Kenapa masih berdiri di situ, masuklah" ujar Bian ramah dengan senyum kecil yang anggun.

" tidak usah, ibu duluan saja" balas Kiva

"Kau ini kaya sama siapa saja, masuklah" bian menarik lengan Kive pelan hingga berdiri bersisian denganya.

Kiva menghela nafasnya pelan, sebenarnya ia sedikit agak canggung dengan situasi seperti ini, bagaimanapun Bian adalah sekertaris pak Dimas yang tengah di gosipkan akibat ulahnya.

Kiva menatap tangan lentik dengan kuku putih bening milik Bian menekan angka 20 di susul pintu tertutup tetapi kembali terbuka dan sosok yang tengah di gosipkan muncul dengan stelan jas armi yang nampak sangat pantas pada tubuh tegap miliknya.

Kiva langsung menunduk saat pandangan mereka bertemu, kakinya melangkah kebelakangang untuk memberi ruang pada Dimas yang masih betah berdiri.

Deheman pelan membuat Dimas mengalihkan pandangannya, beralih pada Bian dengan menampakan sorot mata tajam yang di balas Bian dengan memutar bola matanya.

Dimas dalam hati meruntuki Bian yang telah kurang ajar padanya, kalau saja tak ada Kiva disini.

Suasana begitu sepi saat pintu lift tertutup hanya terdengar bunyi plastik berisi lipatan lap yang sudah di cuci.

Dimas menyandarkan tubuhnya pada dinding lift, matanya diam-diam terarah pada sosok Kiva yang hanya diam menunduk menatap kedua tanganya yang bertaut.

Jantungnya mendadak menari dengan riang mengikuti alunan rasa yang langsung timbul saat menatap wajah ayu Kiva. Wanita satu-satunya yang langsung membuatnya tertarik pada pandangan pertama.

Ting.

Pintu lift terbuka, Dimas mengumpat dalam hati saat merasa waktu cepat berlalu dan mau tak mau ia melangkah keluar.

"Oh ya kiv, buatkan kopi seperti biasa dan antar ke ruangan saya" Dimas begitu sangat senang saat mendapatkan ide ini.

"Baik Pak" Kiva menunduk pelan dan berlalu menuju lorong untuk ke dapur membuat kopi pesanan Pak Dimas.

"Bisa aja" senyuman Dimas langsung surut saat menatap wajah Bian yang menampakan ekspresi mengejek, dan itu sangat menyebalkan.

"Sialan lo Bi" umpat Dimas dan Bian langsung tergalak.

" Becanda Bapak Dimas" ujar Bian di iringi kekehan

##

Kiva mengetuk pelan pintu ruangan Dimas, lalu membuka pintu saat terdengar sautan dari dalam.

"Permisi Pak" Kiva berujar pelan seraya melangkah masuk dengan nampan yang di pegang kedua tangan mungilnya.

Dimas tengah duduk dengan di temani setumpuk berkas-berkas yang Kiva tidak tau dan tidak mengerti isinya tentang apa, mendongkak dan tersenyum kecil untuk menyambut langkah pelan Kiva kearahnya.

"Ini kopinya pak" dengan hati-hati Kiva meletakan cangkir beralaskan piring kecil di meja hadapan Dimas.

"Terimakasih, apa kau sudah sehat?. Kalau masih sakit jangan memaksakan diri. Kesehatan lebih penting Kiva" Kiva menatap Dimas dengan satu sisi alis terangkat.

"Oh, alhamdulillah saya sudah sehat pak, terimakasih ini juga karena bapak" jawab Kiva pelan,  karna Dimas yang membawanya ke rumah sakit dan memberinya obat mahal padanya.

Hati Dimas melambung tinggi, merasa dunia seakan di penuhi kelopak bunga mawar bertaburan dari langit, saat ungkapan rasa tulus Kiva padanya. Oh kenapa dia jadi lebay begini?

"Tida masalah" kata Dimas sok berwibawa padahal hidungnya sudah kembang kempis menahan senyuman lebar akibat terlalu bahagia.

Kiva tersenyum sopan.

"Saya permisi dulu pa" Kiva menundukan kepalanya pelan sebelum membalik tubuhnya dan melangkah keluar ruangan Dimas.

##

Damar menganga shock setelah mendengar curahan hati Dimas mengenai perasaannya pada office Girl di kantornya, kedua bola matanya meneliti setiap inci wajah Dimas, siapa tau saja ada benjolan atau luka lebam yang mengakibatkan kinerja otak sahabatnya itu jadi melenceng.

"Lo gila Dim, astagaaa kenapa lo jadi menggelikan begini" Damar bergidik ngeri pada kriteria wanita sahabatnya sekarang, heloooo dia seorang CEO dan wajahnya juga tampan. Tapiiii kenapa harus OG yang menjeray hatinya.

"Sialan lo, Gue serius. Lo nggak tau aja dia kaya gimana" sewot Dimas.

Damar nyebut dalam hati, kalau cowok sudah mengenal cinta memang menyeramkan, sensitif kayak ibu hamil.

Ia penasaran kayak apa sih wanita yang membuat sahabatnya jadi gila seperti ini.

"Secantik apa sih dia?, penasaran gue" tanya Damar.

"Dia, luar biasa. Wanita dengan sejuta pesona" jawab Dimas dengan mata menerawang jauh membayangkan wajah anggun sekaligus cantik milik Kiva.

Dan Damar bersumah dalam hati kalau ia merasa jijik dengan kelakuan Dimas, yang seperti anak SMA yang baru mengenal cinta.

##

TBC.

2 Hati (Dimas-Kiva)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang