17. HeartBreak

17.4K 1.2K 5
                                    

Kiva menghela nafasnya sepelan mungkin saat merasakan rangkulan lengan besar Dimas, sangat erat membelit pinggangnya, tetapi tak membuatnya nyaman seperti kemarin atau tadi pagi. Rasanya berbeda karena hatinya sedikit tergores perasaan cemburu akibat perkataan perempuan tadi pagi ia temui dengan kata 'belayan' yang langsung membuatnya seperti tersengat listrik berkekuatan tinggi, dan yang membuatnya lebih sakit lagi suaminya tak berbicara apa-apa saat mereka kembali ke hotel, suaminya seakan menganggap semuanya tak ada apa-apa. Ia cuma butuh kejelasan bukan malah seakan suaminya menutupi seperti ini.

Air matanya mengalir melewati pangkal hidung hingga berahir pada bantal putih yang ia tindihi, sakit sekali saat cinta yang mekar dalam hati langsung layu, ya allah ia hanya ingin kepastian sekarang.

°°°

Dimas mengernyit saat jemarinya hanya menyentuh sprei lembut, bukan lekukan pinggang ramping kiva yang selalu ia peluk setiap hari, matanya perlahan terbuka dan hanya hembusan angin dari AC lah yang ia rasa.

Ia menghela nafas pelan sebelum bangun, dan dadanya mendadak bergerumuh saat matanya menangkap sosok Istrinya yang tengah sholat shubuh, hati Dimas terasa di cubit, sakit melihat kenyataan bahwa istrinya tak mau menunggunya untuk menunaikan ibada bersama lagi.

Dimas dengan diam melangkah ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Oh ya allah ia bingung.

Setelah mandi dengan kilat, Dimas segera mengambil kaos dan sarung yang tertata rapi di meja kecil samping lemari pakaian, ia berdiri di atas sajadah coklat bergambar ka'bah yang indah, tetapi ia merenung sejenak saat ada yang menganjal di hatinya, ia memandang sajadah yang biasanya terlipat dan sarung serta kaosnya. Lalu matanya melirik Kiva yang tengah duduk di atas ranjang sambil membaca buku. Dimas lalu mengucap basmalah sebelum sholat.

°°°

"Yang, kemarilah mas mau bicara" Dimas mendudukan pantatnya di sofa, lalu melihat kiva yang meletakan bukunya di nakas sebelum melangkah mendekat dan duduk di sampingnya dengan kepala menunduk. Dimas menghembuskan nafasnya pelan.

"Mas tak merasa diri mas itu suci, mas itu manusia pendosa tetapi mas sekarang ingin menjadi manusi yang baik agar bisa memberi kemudahan untukmu  melewati jembatan menuju surga allah, mas bingung  kata ayah imran mas harus wajib menutupi aib mas dari semua orang, aib yang sangat besar di masa lalu mas"

"Tapi aku istri mas, bukan orang lain" Kiva menyela, membuat dimas menghela nafas lagi, kemudian jemarinya meremas tangan Kiva pelan.

"Iya dan mas mulai takut sekarang, jika kamu tau kebejatan mas di masa lalu kamu akan jijik sama mas" balas Dimas pelan.

"Dulu mas berteman dengan setan, melakukan hal-hal yang membuat setan bertemuk tangan, Alkohol selalu menjadi yang utama untuk ketenangan dan wanita menjadi mengalih rasa bosan mas dari kehidupan yang sangat sepi" Dimas menarik tangan Kiva dan menggenggamnya lebih erat saat menerima reaksi shock Kiva.

"Ini yang mas takutkan, sayang"

"Lanjutkan mas" potong Kiva, walau dalam hati terasa di gores sembilu hingga mengakibatkan sakit yang teramat sangat.

Dimas memejamkan matanya lalu mengusap wajahnya dengan tangan kiri, merasa semakin frustasi dengan perbuatan yang ia perbuat dulu.

"Mas berzina, itu hanya sebagai pengalihan dari rasa kesepian mas sayang, andin itu salah satu dati wanita yang pernah mas tiduri, tetapi mas sekarang sudah sadar dan memilihmu untuk masa depan mas, percayalah hanya kamu sayang" Yakin Dimas saat titik air mata kiva mulai terjatuh, ia menangkup kedua pipi Kiva dan mengecup keningnya penuh kasih yang tulus.

"Kenapa harus berzina?" suara Kiva begitu kecil di sela isakan yang mulai terdengar, ia mendorong tubuh Dimas dan melangkah kearah ranjang.

"Sayang maafkan mas" Dimas mengejar istrinya, duduk di tepi ranjang dan mengelus kepala Kiva.

"Jangan sentuh aku, aku ingin pulang sekarang" pekik Kiva yang langsung membuat Dimas Shock dan mematung. Ya allah ketakutaannya terjadi sekarang.

°°°

Dimas melirik Kiva yang hanya diam duduk di sampingnya di waiting room Bandara charles de gaulle, memandang pesawat yang terparkir di apron untuk membawa mereka kembali ke indonesia sore ini juga setelah siang tadi  Kiva ingin kembali pulang.

Dimas menundukan kepalanya, ya Allah ia harus bagaimana Sekarang?. Batin Dimas mendesah dengan semua masalahnya sekarang. Ia butuh solusi untuk memecahkan masalah rumah tangganya.

Dimas bangkit dari duduknya saat sudah waktunya menaiki pesawat, ia menggendong ranselnya, dan lagi-lagi tercenung saat Kiva menolak dalan diamnya waktu ia ingin membawakan handbag milik Kiva.

Dimas hanya tersenyum kecil sambil beristigfar dalam hati untuk menguatkannya, ia berjalan pelan mengikuti Kiva dari belakang untuk masuk ke dalam pesawat.

°°°°

"Mas aku ingin ke rumah orang tuaku" Kiva berujar membuat lamunan Dimas langsung buyar dan senyuman bahagia langsung tercetak jelas di bibrnya.

"Iya, nanti kita kerumah ayah dan ibu" balas Dimas sambil menyeret koper keluar area bandara.

"Tidak, aku yang pulang mas, sendiri. Assalamualaikum" Kiva segera melangkah cepat dan menaiki Taxi yang kebetulan terparkir, ia tak perduli dengan kekagetan Supirnya saat ia main nyelonong masuk.

Tubuh Dimas terasa seperti batu, tak bisa bergerak untuk sekedar menggoyangkan jempol kakinya, hatinya hancur, sehancur hancurnya melebihi rasa sakit saat kedua orang tuanya bercerai.

Ingin sekali ia mengejar taxi yang sudah menjauh, seperti pada film romace yang ia tonton, berteriak dan Taxi yang di tumpangi Kiva berhenti lalu Kiva keluar dan memeluknya, menangis bersama. Tetapi ini dunia nyata yang tak mungkin terjari adegan seperti itu bukan.

"Dim, set dah gue rela nungguin subuh-subuh eh malah yang di tunggu bengong aja kaya orang ilang" gerutu Damar kesal.

Dimas menoleh das ransel yang gendong terjatuh diikuti tubuhnya yang terduduk di lantai, ia lemas sekarang tak bertenaga dan fikirannya langsung kosong.

"Dim lo kenapa?" Damar melotot lalu berjongkok melihat wajah Dimas dengan sorot mata kosong tanpa arah.

"Dia pergi, dia jijik sama gue Mar" lirih Dimas yang membuat Damar makin bingung, mereka tak memperdulikan pandangan semua orang tertuju pada mereka yang beradegan seperti sepasang kekasih yang hubungannya tak di restui.

°°°

Dimas membuka pintu Apartement yang sudah ia tak tempati selama 4 bulan ini, tempat ia bernaung dan sebagai saksi masa-masa kelamnya dulu, Dimas tersenyum kecut, ia melangkah masuk dan meletakan ransel dan kopernya sembarangan di bawah sofa abu-abu miliknya.

Ia masuk ke dalam kamar untuk menyegarkan tubuhnya, ia ingin curhat dengan allah tentang kesedihan hatinya, tentang rumah tangganya yang baru seumur jagung kini sudah di lada gelombang besar.

Kalo dulu ia lebih memilih mendatangi diskotik kalau ia sedang terpuruk, menghilangkan kesedihan dengan alkohol yang bisa melupakan segalanya, Dimas mendengus saat ingatan kelam itu kembali muncul. Pantas saja Kiva jijik, ia sudah sangat kotor batin Dimas miris.

°°°


2 Hati (Dimas-Kiva)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang