Allahumma inni a’uzubika minal hammi walhazan. Wa’a’uzubika minal ‘ajzi wal kasal wa’a’uzubika minal jubni wal bukhli, wa ‘a’uzubika min ghalabatid daini waqahrir rijaal.
Seusai sholat isya tadi sampai Sekarang Dimas terus ber-zikir untuk menenangkan hatinya yang gelisah, ia berserah diri agar sang ilahi menuntunnya untuk mendapat jalan kedamaian yang ia sangat butuhkan saat ini. Rasa rindu dan cinta ia sampaikan lewat setiap untaian do'a untuk sang kekasih hatinya yang jauh di sana.
Tak hentinya ia menyebut nama Kiva, agar istrinya di beri keselamatan dan kesehatan dan selalu dalam lindungan sang penguasa alam semesta, tak ada secuil pun ia kesal dengan istrinya yang belum kembali sampai saat ini, ia hanya mencoba positif thinking mungkin istrinya butuh waktu walau dalam hati merasa takut jika istrinya meninggalkannya karena ia manusia kotor dan hina.
Dimas mengucap hamdalah saat ia menyelesaikan ibadahknya, meletakan tasbih yang di belikan Kiva dulu pada kotak kecil di atas meja persegi yang khusus menyimpan Al-qur'an dan tasbihnya seminggu ini, lalu bangkit untuk beeistirahat.
Dimas melirik jarum jam yang menunjukan pukul 10.55 menit, ia istirahat, tubuhnya sangat letih.
°°°
"Kivaaa" pekik pak Arya saat tubuh Kiva terjatuh di sertai tangisan keras, membuat dua satpan yang berjaga berbondong-bondong mendekat serta asisten rumah tangga akibat mendengar suara tangisan yang meraung-raung.
"Mas Dimaaaas" raungnya lagi, ia tak perduli tentang tata cara bersikap menantu yang baik, yang ia fikirkan hanyalah Dimas. Ia takut suaminya meninggalkannya.
"Dimas kenapa Va?" Tanya pak arya semakin panik saat nama anaknya di sebut, ia cemas takut jika hal buruk menimpa anaknya itu.
"Mas dimaas enggak adaaa" pak arya semakin di buat bingung dengan kata-kata menantunya yang tidak jelas, ia menghela nafas dan memandang satpam dan asisten rumah tangganya yang sama keder harus berbuat apa.
ahirnya ia lebih memeilih mengambil ponsel dan mendial nomor anaknya, ia kembali melihat menantunya yang di rengkuh si mbok, ia mendesah saat anaknya tak menjawab, di hubungi lagi pun tetap sama saja.
Fikirannya langsung tertuju pada Damar, yang biasanya selalu bersama Dimas, bagaikan sepasang sendal yang tak bisa di pisahkan
°°°
Kiva berdiri tegang di samping Damar yang tengah membuka pintu apartemen suaminya, jantungnya berdegub kencang karena akan kembali bertatap muka dengan suaminya, ada perasaan khawatir takut ia sudah tak di terima lagi oleh Dimas akibat sikapnya yang sangat sombong dan durhaka.
"Masuklah, maaf enggak bisa nganter sampe dalam" Kiva tersentak lalu segera mngangguk untuk menanggapi ucapan Damar padanya, pria dengan lesung pipi sedalam sumur itu tersenyum tipis sebelum pamit untuk pulang.
Bismillah, Kiva melangkah pelan memasuki apartemen yang sepi dan gelap, hanya terdapat sedikit cahaya dari pantulan lampu balkon lewat jendela, Kiva terus berjalan hingga depan pintu kamar yang memang hanya satu karena apartemen ini sangat kecil hingga memudahkannya untuk mencari kamar milik suaminya.
Ia memutar knop pintu dan matanya langsung di beri pemandangan menakjubkan, Kiva meringis, ia menunduk untuk mengambil kaleng minuman yang tergeletak di depan kakinya, matanya meneliti setiap sudut kamar yang berantakan. Sudah berapa lama suaminya tak mencuci baju fikirnya saat melihat baju menumpuk di keranjang sudut kamar.
Ia membuang kaleng minuman itu ke dalam tempat sampah yang juga sama penuhnya, dan mata Kiva beralih pada seonggok tubuh yang terlentang di atas ranjang, tak berselimut dan kedua tangan di atas kepala yang menampakan hutan di kedua ketiaknya yang terpampang.
KAMU SEDANG MEMBACA
2 Hati (Dimas-Kiva)
EspiritualKisah 2 Hati yang berbeda. ketika keduanya di pertemukan, akankah menjadi penyatuan yang indah atau malah terasa seperti api yang membakar tubuh. panas dan menyakitkan.