24. Andika Marah Kepada Hariza

238 59 31
                                    

Andika sudah mengenal Karin karena gadis itu dulu sering ke rumah Thijs saat mereka berpacaran dan bahkan setelah putus. Ingin mencari tahu beberapa hal tentang anaknya, tentu saja Andika menghubungi Karin. Menanyakan semua hal tentang Thijs-yang Karin ketahui.

Terus mencari informasi hingga Andika menyuruh beberapa orang untuk mencari siapa lelaki yang disukai anaknya. Selidik demi selidik, setelah mengetahui, Andika memanggil Hariza untuk datang ke kamar hotel.

"Selamat malam, Pak."

Tanpa menjawab sapaannya, Andika seketika melontarkan pertanyaan. "Jadi kamu yang namanya Hari, jadi benar, ini ya pekerjaanmu?"

Hariza tertegun melihat klien yang mengenakan jas kantoran itu tiba-tiba marah.

"Jauhi anak saya! Jangan sekali-kali deketin anak saya. Kalau sampai kamu berani, saya akan hancurkan hidupmu sehancur-hancurnya!"

Dahi si lelaki muda mengerut halus. Memikirkan siapakah pria berbadan agak kekar ini yang terus agresif. Beberapa klien muda Hariza memang benar-benar menyukai dirinya, bahkan ada yang terobsesi.

"Saya tidak sudi, anak saya deket-deket sama pelacur kayak kamu! Tidak rela kalau sampai kamu nularin penyakit ke anak saya. Saya ayahnya Mathijs!"

Andika mendekat dan mengacungkan jari kepada lawan bicara. "Kamu tahu siapa anak saya? Anak dari keluarga terpandang dan terhormat. Apa yang kamu mau dari anak saya, hah? Uang?"

Hariza masih bergeming.

Andika membuka koper, mengambil puluhan kertas merah dan melempar ke wajahnya. "Itu 'kan, yang kamu mau? Dasar pelacur, menjijikkan! Sejak anak saya kenal kamu, dia jadi pembangkang! Sebelumnya dia tidak pernah membangkang! Kamu pasti racuni otaknya, Hah!"

Uang berhamburan dan berserakan di lantai.

Hariza bersiap dan menjawab pertanyaannya, "Anak Bapak yang datang sendiri, saya tidak pernah menyuruh atau meminta untuk menjadi pelanggan saya. Setiap klien memilih sendiri, mana yang mereka mau, bukan pelacur sendiri yang memilih klien."

"Dasar pelacur tidak ada malu-malunya! Berani mencari pembelaan? Kamu tahu, di bawah telapak kaki saya ini?" Andika menunjuk sepatu pantofel hitam mengkilat milik sendiri. "Harga dirimu lebih rendah dari itu. Orang tuamu mana hah? Orang tuamu mana?"

Andika mencengkram kerah baju pemuda itu. "Saya mau kasih tahu orang tuamu, bagaimana menjijikkannya anak mereka. Saya ingin tahu bagaimana reaksi mereka saat tahu bahwa anaknya seorang pelacur kayak kamu!"

Hariza meratap, mengingat mendiang Papa dan Mama.

"Jawab! Di mana orang tuamu, biar saya samperin mereka dan saya akan katakan kelakuan bejadmu ini! Jawab!"

Hariza meneguk liur, merasakan embusan napas panas pria dia hadapannya.

"Oh, jangan-jangan memang orang tuamu sudah tahu dan mendukung kelakuan anak mereka yang bejad ini, atau orang tuamu sendiri yang mengajarinya, hah? Orang tua macam apa mereka? Tidak becus mendidik anak, kamu pasti terlahir dari wanita jalang!"

Hariza mengeraskan rahang dan menyingkirkan tangan Andika sekeras mungkin. "Cukup Anda menghina kedua orang tua saya! Anda boleh menghina saya, tapi bukan kedua orang tua saya! Kelakuan anak yang tidak baik itu bukan berati kedua orang tuanya juga tidak baik. Jangan pernah menghina kedua orang tua saya karena kelakuan bejat saya! Seorang homoseksual, bukan berati ayahnya juga homoseksual."

Andika merasa bahwa Hariza seperti memberikan sebuah pertanyaan kepada dirinya, pun tersinggung. "Kurang ajar!"

"Asal Anda tahu, anak Anda yang manggil saya. Saya bukan gigolo jalanan yang mencari-cari klien, tapi para klien yang mencari dan menginginkan saya, seperti anak Anda."

Lelaki Bayaran [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang