59. Sang Mantan

174 55 25
                                    

Ada yang peduli dengan kematian Hariza, ada juga yang masih mencelanya dan menganggap bahwa ia pantas mendapatkan itu. Sungguh miris kepada orang-orang yang berkata demikian. Aku sering mengunjungi makam Hariza dan sering melihat ada beberapa laki-laki yang menaruh bunga, terkadang melihat bunga segar atau layu, sudah ada di sana dan tidak tahu siapa yang menaruhnya.

Aku mengira bunga-bunga itu mungkin dari teman-temannya dan mantan tamunya. Memang banyak orang-orang yang menaruh dendam, sakit hati, atau tidak suka terhadap Hariza. Karena ia memang memiliki begitu banyak klien dibanding teman-teman PSK lainnya.

Hariza memang menjadi favorit di sana, banyak tamu yang menginginkannya. Takjarang ia disukai atau dicintai oleh para kliennya. Namun, di balik itu juga seperti boomerang, yang mana membuatnya dibenci oleh banyak orang yang cemburu atau dengki. Apalagi kalau sang kekasih dari klien Hariza mengetahui, pasti akan menyalahkan Hariza dengan membabi buta.

Pada Oktober 2019, aku melihat seorang wanita cantik bersama wanita paruh baya-yang sepertinya adalah ibu dari wanita cantik itu. Wanita berambut sebahu, sedang meletakkan bunga gerbera di makam Hariza, dia menangis. Sang ibu memeluknya. Setelah mereka beranjak, aku menghampiri dan bertanya kepada keduanya.

"Maaf, ini Vero, ya? Dan Ibu, apa ibunya Vero."

"Iya, saya Vero, saya mantan Hariza," ucap Vero, matanya sembab.

"Iya, saya ibunya Vero," jawab wanita itu dengan senyuman.

"Ouh, ya saya tahu Vero, Hariza bercerita banyak sama saya tentang Vero," ucapku yang seolah sudah kukenal dengan baik.

"Oh, ya? Mas ini siapa?" tanya Vero, menaikkan alis sebelah.

"Saya sahabat dekatnya Hariza. Kata Hari, Vero ini cantik, seksi, seperti model internasional, baik, menerima Hariza apa adanya," kataku sembari memuji.

Vero mengendus dan tertawa meski raut wajah bersedih. "Jadi, ternyata Hariza juga menggombal saya di belakang saya?"

"Iya," kataku, mengangguk dan meyakinkan.

Aku mengajak mereka untuk mengobrol sebentar dan kami duduk di warung kopi. Setelah basa-basi dan membuat mereka nyaman, aku menanyakan tentang Hariza.

"Sejak awal emang Hariza udah jujur sama saya—gue aja lah, kaku banget." Vero tertawa.

Aku mengangguk. Sementara ibunda Vero hanya tersenyum dan mendengarkan cerita dari putrinya.

"Jadi, gue tahu tentang apa pekerjaannya dan pertama gue kaget sih, tapi gimana ya gue udah terlanjur jatuh cinta dari pandangan pertama, jadi gue nerima dia apa adanya. Setelah kami deket selama dua minggu ... gue itu tipe cewek yang berani dan to the point, jadi gue berani buat nembak dia. Kami menjalani hubungan yang buat gue dimabuk cinta. Hariza itu baik, baik banget malah ke gue, dia romantis banget, pengertian, dia itu royal, beliin gue apa aja gitu yang gue mau, bahkan tanpa gue minta."

Vero tertawa renyah, tangan kanan membungkam mulut sendiri. "Dia kadang-kadang humor meski maksa sih karna nggak lucu sama sekali, cringe malah. Dia nggak hanya tahu buat mikat hati cewek, dia emang spesial. Tapi sayangnya malah saat dia tahu dia terkena sirosis, dia mutusin gue dengan alasan dia nggak mau nyakitin gue, padahal gue tetep nerima dia apa adanya, tapi dia tetep mau kami mengakhiri hubungan."

Vero menarik napas panjang, mata nyalang entah menatap apa. "Hariza udah janji sama gue kalau dia dapet donor dan sembuh, dia bakal nikahin gue, tapi ...." Dia menjatuhkan beberapa butir air mata. Bergeming, agak mendongak, lalu menangis sesenggukan beberapa saat.

Tangis Vero mereda, kembali bercerita. "Pokoknya kalo ngomongin Hariza itu nggak bakalan selesai-selesai. Terlalu banyak yang pengen gue ceritain dan gue bagiin, betapa beratinya Hariza di mata gue dan betapa manis perlakuan Hariza terhadap gue."

Aku mengangguk-angguk. "Iya-ya, aku paham, aku mengerti."

Tawa, senyum, tangis, haru, semua bercampur saat Vero menceritakan tentang Hariza.

Bu Yatri mengelus-elus pundak Vero. "Anak saya itu bener-bener sayang banget sama Nak Hariza itu. Saya belum sempet bertemu dengannya," ucapnya yang menyayangkan kepergian Hariza, turut bersedih atas kesedihan putrinya.

"Seandainya Hariza masih hidup, apa Ibu merestui hubungan mereka?" tanyaku.

Bu Yatri mengangguk yakin. "Tentu, bagi saya, kebahagiaan Vero adalah kebahagiaan untuk saya juga. Meski Nak Hariza itu mantan PSK, saya tetap merestui. Selama laki-laki itu baik, bertanggung jawab, tulus sama putri saya, tidak kasar, dan putri saya juga mencintainya. Saya dukung seratus persen."

Kami berlanjut mengobrol hingga tidak terasa sampai dua jam. Vero mencurahkan semua isi hati, tentang mimpi dan cita-citanya bersama Hariza. Vero belum bisa move on darinya, belum memiliki kekasih baru. Dia mengetahui bahwa Hariza meninggal karena melihat unggahan milikku pada salah satu sosial media.

Saat mengetahui itu, perasaan Vero sungguh hancur, bahkan sempat depresi dan mengurung diri selama dua minggu. Beruntung Vero masih memiliki ibu yang sangat menyayanginya. Yatri, beliau setia menemani putrinya.

Doaku untuknya, Vero bisa melepaskan Hariza dan segera dipertemukan dengan laki-laki yang bisa membuatnya jatuh hati dan hidup bahagia.

Lelaki Bayaran [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang