62. Sweetie Pie

204 62 49
                                    


19 Oktober 2019

Jari-jarinya terampil memencet stik playstation, matanya menatap layar televisi. Bibir tetap tersenyum meskipun ia kalah atau mungkin memang tidak fokus bermain, karena mengingat bahwa sebentar lagi akan ada tamu spesial.

Tak menunggu lama, yang sedang dipikirkan pun tiba. Suara ketukan pintu membuat laki-laki itu segera beranjak. Senyumnya semakin mengembang sebelum membuka pintu. Kedua insan akhirnya saling berhadapan masih tanpa kata.

Bulu mata tebal dan lentik oleh mascara dari seorang wanita cantik itu membesar dan berbinar-binar dibarengi senyuman bahagia. Menatap seorang laki-laki yang kini memberikan senyuman hangat. Setelah membatu, Vero melonjak dan memeluk laki-laki di hadapannya.

"Sweetie Pie!"

Vero mendekap erat tubuh yang sangat dia rindukan. Sudah lama tidak berjumpa dengan Hariza. Dia sangat bahagia bisa memeluk laki-laki yang sangat dicintai.

Tubuh Hariza kini sama seperti saat aku pertama kali melihatnya, berat badan sudah kembali dan kulit sudah tidak pucat lagi. Matanya juga sudah terlihat sehat. Proses pemulihannya benar-benar lancar.

Vero eratkan pelukan hingga membuatnya susah bernapas, tanpa Vero sadari. Hariza batu-batuk, pun Vero segera melepaskan pelukan.

"Kamu mau bikin aku mati, setelah aku selamat dari maut?" tanya Hariza, menghempaskan napas dan menggeleng-geleng terheran.

Vero cengengesan. "Sorry-sorry, Za. Abis gue kangen banget sama lo, sumpah. Lo nggak tahu gimana kangennya gue sama lo. Kangen gue sedalam palung Mariana. Enggak! Malah lebih dalem. Masih nggak bisa move on, Za!"

Mendenger celotehan Vero yang masih sama, Hariza menatapnya dengan senyuman. Vero kembali mendekat hendak memeluk lagi, tetapi Hariza mundur.

"A! jangan cekik aku lagi." Ia tegas memperingatkan

"Ya ampun, Za kan mau peluk, bukan nyekik keles. Gue kangen setengah mati, ngerti nggak, sih?" Vero tetap memaksa memeluk. Kali ini si gadis memeluknya dengan lembut. Merasakan harumnya yang masih sama, Hariza yang selalu dia kenal.

"Kamu tuh tenaganya kuat banget." Perlahan kedua tangan Hariza meraih punggung dan pinggang Vero.

Ini yang ditunggu Vero, laki-laki yang dia cintai akhirnya memeluk kembali. Rasanya Vero benar-benar menumpahkan seluruh beban rindu yang sudah memuncak.

Entah berapa menit mereka berpelukan, Vero rasanya gemas sekali, seperti ikan yang lompat dari aquarium dan jatuh ke lantai. Mungkin itu gambaran yang Vero rasakan.

Pelukan berlanjut kepada ketiga adik Hariza dan Mbok Mirah, mereka juga saling merindukan. Menyambutnya dengan hangat. Bagaimanapun juga, dulu mereka pernah dekat, dan sekarang setelah sekian lama tidak bertemu, tentu waktunya untuk melepaskan kerinduan.

"Kapan kita nikah?" Vero menghempaskan napas lega.

"Duduk dulu," ucap Hariza sembari menuntun Vero ke kursi.

Vero langsung disuguhkan camilan dan sirup oleh Mbok Mirah.

"Terima kasih, Mbok. Repot-repot."

"Mboten, cah ayu. Mbok juga kangen loh sama Non Vero." Mbok memberikan senyuman ramah dan hangat seperti biasa. "Yo wis, Mbok main dulu sama Freya. Non Vero sama Mas Iza kangen-kangenan dulu, nggih?"

"Oke, Mbok." Setelah Mbok pergi, Vero kembali melanjutkan. "Jadi gimana, Za? Kapan mau nikahin gue?" tanyanya yang tak sabaran.

"Vero gini tanya dulu, kek 'Apa kabar, Hariza?'" tanya sarkas Hariza dengan senyuman simpul.

"Gue udah tahu kalau kabar lo baik-baik aja. Lo kan udah pulih, lo udah kembali ganteng lagi." Vero mengedipkan mata sebelah, genit.

Selama Vero terpisah dari Hariza, dia memang tidak bisa move on, cintanya kepada laki-laki itu masih tetap mengalir. Vero sering kepikiran dan ketakutan jika Hariza tidak mendapatkan donor. Vero terus berusaha untuk melupakannya dan mencoba untuk membuka hati kepada seorang laki-laki.

Namun, laki-laki itu tidak bisa mengisi hatinya. Pun Vero tidak melanjutkan hubungan itu.

Ternyata, tak disangka, sebuah pesan masuk pada Instagram milik Vero yang membuatnya seketika seperti terbang ke angkasa. Dari Hariza yang menanyakan kabar Vero. Tidak tahan menunggu, gadis itu langsung terbang menemuinya.

"Enggih-nggih, kita bakal nikah secepatnya. Untuk acara, kamu maunya kayak gimana? Mau dangdutan berapa hari? Mau pake adat apa?" tanya Hariza pelan-pelan.

"Jadi lo beneran mau nikahin gue!" seru Vero yang membuat Hariza sedikit terhentak.

"Yaiyalah, mau dibatalin?" tanya Hariza meledek.

"Jangan dong, Za!" teriak Vero menampar pundaknya.

"Argh! Kebiasaan enggak pernah berubah," kata kesal Hariza, mengelus bekas tamparan.

"Sorry, Sweetie Pie. Ya ampun, lo itu tanggung jawab, nepatin omongan lo." Vero tersenyum dengan mengedip-edipkan mata genit.

"Kamu pikir aku main-main sama janjiku?" Hariza berpaling dan berbicara pelan, "lagian, sayang amat masa cewek bohay model gini enggak dinikahin."

"Jadi, lo nikahin gue karena gue bohay doang!" bentak Vero tidak terima.

"Ya iyalah, apa lagi?" Hariza meninggikan alis sebelah.

"Ih!" Vero menggerutu sebal.

"Canda. Karena kamu dan keluargamu menerimaku apa adanya, dan kamu ya meski cewek model bar-bar gini kayak preman, tapi kamu masih tergolong cewek baik lah dan setia." Hariza tersenyum tulus dari dalam hati.

"Ya ampun, Za. Dipuji lo itu merupakan suatu penghargaan seperti ngedapetin piala Oscar." Ucapan Vero yang dibuat drama.

Hariza menyeringai. "Enggak ada kata-kata lain gitu?"

"I love you so much." Vero berkecup bibir." Jadi, kita pindah ke Bali kan?"

Hariza mengangguk. "Iya, aku mau kita pindah ke Bali, membuka lembaran baru bersamamu."

"Sumpah, so sweet banget lo, Za!" Deretan gigi Vero tak hentinya terus terlihat. Senyum dan senyum sedari tadi, bahagia yang terus terpancar.

Vero beranjak dan tiba-tiba duduk di pangkuan Hariza. "Peluk lagi, dong, Za. Kangen banget sumpah."

Dengan ragu-ragu Hariza memeluknya. "Ver, aku lagi usaha buat enggak nambah-nambahin dosa, tapi kamu, dari tadi kita pelukan mulu dan ...." Hariza menelan liur, melihat belahan dada Vero.

"Kan kita mau nikah juga!" Vero terus menyosor.

Hariza terus menghirup napas panjang dan menahan godaan. "Udah dong, Ver. Turun sana! Astagfirullah! Dosa makin nambah, enggak dilihat sayang, dilihat bikin nagih dan penge-" Ia seketika menggeleng-geleng. "Astaghfirullah, turun Vero!"

Vero sedikit mengangkat alis sebelah, merasakan sesuatu pada celana pendek yang Hariza kenakan. "Ih, Za! Lo ngaceng!" Vero tertawa meledek.

Hariza membatu. Mereka bersitatap, tawa keduanya tidak bisa ditahan.

"Udah-udah sana, turun! Astagfirullah, godaan berat banget." Hempasan napas gusar keluar dari mulut laki-laki itu.

Vero akhirnya turun dari pangkuan Hariza. "Tarik napas, Za, tarik napas." Kembali meledek, "kita bentar lagi sah, kok! Ya sorry, Za mo gimana lagi, gue kan emang cantik dan bohay."

Mereka kembali melanjutkan mengobrol serius tentang pernikahan.

Masih sama, rasa sayang Vero begitu besar untuknya, dia kembali untuknya-untuk hidup bersama dengannya.

Lelaki Bayaran [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang