Aku mengetuk-ngetukkan kaki bosan. Beneran deh, udah dua mata pelajaran berturut-turut gurunya nggak bisa hadir. Alhasil, kita harus menyelesaikan tugas yang sudah dititipkan ke ketua kelas. Ya tau lah gimana anak sekolahan, diamnya sebentar aja setelah tugasnya selesai ya sibuk deh keluyuran.
"mi, lo nggak ikut ngintipin kaca?"
Revan, si ketua kelas tiba-tiba duduk tepat di depan mejaku dan Arima. Aku melengos sambil memutar bola mata.
"ya ampun van, yang ada itu ngintipin orang mandi, masa iya sih ngintipin kaca. Apa coba yang mau diintipin" jawabku acuh tak acuh.
Memang sih sedari tadi anak--anak cewek di kelasku pada nangkring didepan kaca jendela kelas yang mengarah tepat ke lapangan futsal. Sesekali mereka teriak "ya ampun, keren banget" atau "lihat deh, kak Raka manis banget ya" dan bla bla bla. Sorry aja ya, tapi aku bukan termasuk tipe wanita pecicilan yang hobby mantengin cowok nggak jelas. Aku selalu berprinsip 'cewek pecicilan pasti dapat cowok pecicilan', oleh karena itu lah sampai usiaku yang sudah menginjak 17 tahun aku masih belum punya pacar. Tapi aku sih cuek aja, nggak punya pacar tetap masih hidupkan?.
"Rim.. eng.. lo nggak ikut ngintipin kaca?"
Revan mendelik pelan kearah Arima yang langsung memasang ekspresi terkejut. Arima lalu langsung menunduk, semburat merah mulai tercipta dipipinya.
"ng..nggak" jawab arima gugup.
Aku hanya menahan senyum melihat tingkah kedua manusia ini. Memang sudah hampir seisi kelas tahu kalau Revan dan Arima saling menyukai. Tapi entah si Revannya yang lemot atau terlalu penakut, sampai sekarang belum ada inisiatif buat nembak Arima.
"Ah, gue ikutan ngeliat jendela dulu yah, penasaran nih"
Aku lalu berdiri dan meninggalkan mereka berdua. Ya, ya, aku memang sengaja memberikan mereka privasi untuk ngobrol. Sesekali aku melirik ke arah Arima yang kelihatan makin grogi. Senyumku pun mengembang, Arima mah dari dulu memang gitu, gampang banget malunya.
Aku mengambil posisi didekat Keyla yang terlihat asyik cekikikan bersama Rhea. Dua orang itu adalah ratu gosip yang sudah di apresisasi dedikasi dan keprofessionalannya (apa sih) di seantero sekolah.
"lo cekakak cekikik gitu ntar di kirain nggak waras loh"
selorohku sambil ikut melongo kearah bawah.
Keyla dan Rhea langsung cemberut.
"apa sih mi, lu mah nggak bisa liat orang bahagia aja" eluh Rhea sebal.
Aku hanya tersenyum tipis. Dibawah terlihat sedang ada pertandingan bola. Sepertinya itu murid-murid kelas 3 deh, kelihatan dari pakaian olahraganya. Disekolahku setiap tingkatan kelas berbeda-beda warna pakaian olahraganya. Kelas 1 berwarna ungu, kelas dua berwarna hijau dan kelas 3 berwarna biru.
"mi mi, menurut lo yang jadi keeper ganteng nggak?"
Rhea tiba-tiba bertanya sambil menyikut bahuku yang membuat tubuhku tergeser. Gila, ini anak kuat amat ya
"Nyante rhe nyikutnya, gak usah ngegas"
Rhea hanya cengengesan dan mengusap bahuku pelan.
Aku mengarahkan tatapanku ke arah keeper. Aku menghernyit bingung saat melihat keepernya adalah cowok gendut dengan kulit hitam."lo katarak? Tapi eksotis sih. Lo suka yang tipe begitu ya?" tanyaku heran.
Rhea lalu mencubit tanganku yang sukses membuatku mengaduh.
"apaan sih?"
"lo mah oon ya mi, yang gua maksud yang satunya lagi" Gerutunya kesal.
Aku tertawa sambil mengelus tanganku yang masih berdenyut. Mataku lalu beralih ke arah keeper yang di tunjuk Rhea. Disana berdiri cowok berpostur tinggi dengan kulit sawo matang. Wajahnya memang lumayan, ya point 7 dari 10 lah.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Devil and Me
Teen Fiction"lu budeg atau IQ lu jongkok sih?. lo kan gua suruh pajang boneka teddy bear. Kok lo malah majang boneka hiu ama dinosaurus sih? lo pikir ada yang mau masuk toko kalau pajangannya gitu?" "Lo bisa ngeliat gak sih? Yang nyari boneka anak cowok, lha lo...