Awal keberuntungan? (1)

94 2 0
                                    

"Apa yang lo bilang?"
Seketika jantungku copot saat kak Dani membuka dan sedikit menyipitkan matanya dengan tatapan tajam setajam silet (oke aku rada alay).
"Ng..itu.." aku mencoba ngeles, sedikit menggaruk kepalaku yang sama sekali tidak gatal.
"Apa yang barusan lo bilang? Gue gak denger soalnya"
Kata-kata kak Dani selanjutnya sukses membuatku menghela nafas lega. Ya tuhan, syukurlah, nyawaku masih aman.
Kak dani lalu bangkit dan mengucek matanya pelan. Sesekali dia menguap dengan mata yang masih sedikit terpejam.
"Udah selesai kerjaan lo?"
Aku hanya mengangguk.
"Oke", dia lalu bangkit
"yuk cabut, tapi lo beresi toko dulu" lanjutnya sambil berjalan mendahuluiku.
Aku mendengus sebal. Bilang apa gitu kek, makasih atau apa, ini malah langsung nyuruh orang ngerjai kerjaan lain. Dasar sarap.
"Dalam hitungan ketiga lo gak muncul, lo bakal tau akibatnya" suara kak Dani dari arah luar sontak membuatku berdiri dan setengah berlari mengejarnya.

         Dengan sebal aku meraih sapu dan menghentakkan kakiku keras. Sesekali aku sengaja membenturkan gagang sapu dengan rak boneka, sebagai bentuk protesku terhadap pria paling menyebalkan sejagat raya. Bayangin aja ya, aku sibuk bersih-bersih dia malah asik makan kripik kentang yang dia ambil dari box cemilan pegawai.
Mendadak sebuah kenangan menyebalkan terlintas di otakku. Dulu saat awal bekerja, pernah sekali aku iseng memakan sebungkus cokelat dari box cemilan pegawai. Dan hal selanjutnya yang terjadi adalah aku harus rutin selama seminggu membersihkan toilet toko dan gajiku dipotong seperempat. Monster banget kan tuh si Dani?. Alasannya sih supaya jera dan selalu minta izin atasan kalau hendak melakukan sesuatu. Kalau dipikir-pikir, segala hal yang berhubungan dengan kak Dani pasti selalu diiringi dengan kesialanku.
  
     Tiba-tiba sebuah sentuhan lembut terasa di dahiku. Aku langsung membelalakkan mata saat kak Dani menyentuh dahiku dengan alis berkerut. Dia lalu meletak tangannya yang lain ke dahinya, mencoba menyamakan suhu tubuh kami.
"Apa perlu ke dokter?" tanyanya yang entah kenapa terdengar cemas.
Aku melongo, dengan sigap menggelengkan kepalaku keras-keras. Aje gile Naomi Clara, kak Dani cemas sama lo berarti kiamat udah dekat.
"Lo yakin?"
Kayaknya kak Dani mengira gelengan kepalaku adalah penolakanku ke rumah sakit.
"Gue baik- baik aja kok kak. Kakak aja yang hiperbola"
Ucapku mencoba meyakinkannya.
Kak dani mendelik tajam, tangannya lalu mencubit pipiku keras-keras.
"Tu mulut sembarangan aja ya. Orang khawatir dikatain hiperbola"
Ucapnya ketus.
Aku berusaha melepaskan tangan kak Dani dari pipiku.
"A..ahu..nhinnha mhhaaf hkahk" ucapku dengan susah payah.
Kak Dani menghela nafas lalu melepas kan tangannya dari pipiku.
Ya ampun, pengen rasanya aku pukulkan sapu yang ada di sampingku ke pipi kak Dani sebagai pembalasan dendam, aish, kenapa aku jadi anarkis gini?.
Aku hanya bisa memanyunkan bibir sebal sebagai tanda protes. Kak dani memandangku sekilas, lalu mengangkat tangannya dan mengelus pipiku yang tadi dicubitnya.

"Sakit ya? Hush hush rasa sakit.. Pergilah"
Ucapnya lalu menepuk-nepuk pipiku lembut.
Kak Dani lalu tersenyum sekilas dan berjalan menjauh menuju ruang karyawan meninggalkanku yang hanya bisa menganga lebar melihat tingkahnya.

****

      Aku berjalan mengekori kak Dani di depanku. Karena hari sudah cukup malam, kak Dani memutuskan mengantarku pulang. Jangan kira kak Dani bersikap so sweet saat ini. Dia bersedia mengantarku dengan syarat pemotongan gaji 15%. Aku menghela nafas berat, kayaknya tanggal 1 nanti aku hanya akan menerima dompet kosong. Gimana nggak? Terlalu banyak gajiku yang dipotong kak Dani. Sebenarnya aku pengen pulang sendiri aja, tapi mengingat kumpulan abang preman pemain gaple yang selalu keluyuran saat jam menunjukkan pukul 21.00 di persimpangan menuju rumahku, membuatku bergidik dan terpaksa menyetujui 'kemurah hatian' kak Dani.

"Lo masih hidup kan?"
Pertanyaan kak Dani langsung membuatku mendengus sebal.
"Jawab gue dong. Atau gue tinggal nih"
"Iya iya, masih hidup" jawabku mencoba mengalah.
"Nggak ikhlas banget sih jawabnya"
"Ikhlas kok"
"Ulangi, harus bener jawabnya" perintah kak Dani.
Aku menarik nafas dalam-dalam, sabar Naomi, sabar.
"Iya kak. Aku masih hidup kok" jawabku dengan nada selembut mungkin.
Kak Dani mendengus
"Gak usah pakek nada sok imut gitu deh"
Aku kali ini menarik nafas sambil menepuk dadaku. Nih orang maunya apa sih? Di jawab terpaksa salah, di jawab lembut salah. Abstrak banget deh.

"Rumah lo di jalan itu kan?"
Aku hanya mengangguk.
Kak Dani lagi-lagi mendengus
"Lo ya kalau di tanya jawab dong"
Aku memutar bola mata kesal. Aku udah jawab kok, dianya aja yang nggak lihat karena berjalan tanpa melirik ke belakang, ke arahku.
"Iya kak, maaf" lanjutku, lagi-lagi memilih mengalah.
"Oh iya kak, disini aja deh. Rumahku udah dekat kok"
Ucapku sambil menunjuk rumahku yang mulai terlihat. Sesekali mataku menyapu area sekitar. Syukur deh, sepertinya para abang-abang gaple sedang mangkal di tempat lain.
Kak Dani tidak menggubris ucapanku. Dia tetap berjalan sampai akhirnya tiba tepat di depan rumahku.
Kak Dani tiba-tiba berhenti yang membuat kepalaku membentur punggungnya.
"Lo jalan pake mata dong ya" ucapnya sambil berbalik ke arahku.
Emangnya siapa yang berhenti mendadak coba? Batinku kesal.
"Masuk gih" perintahnya.
Aku mengangguk dan melangkah cepat, membuka pagar rumahku yang tidak terkunci.
"Oh iya kak, makasih" ucapku setulus mungkin. Ya walaupun aku sedikit tidak ikhlas karena gajiku harus dipotong.
Kak Dani hanya mengibas-ngibaskan tangannya, pertanda menyuruhku untuk masuk. Aku hanya mengangguk dan mulai mengetuk pintu rumahku.
Tak lama pintu rumahku terbuka dan terlihat kakakku muncul dari dalam.
"Lama amat lo dek"
Aku tak menjawab pertanyaan kak Diah. Aku melirik sekilas kearah kak Dani yang masih berdiri disana.
Oke, berhenti berpikiran yang aneh-aneh Naomi, mungkin kak Dani cuma lagi ngumpulin energi buat balik pulang ke rumahnya. Aku mencoba tersenyum sekilas kearah kak Dani sebelum menutup pintu rumahku. Saat pintu rumahku hampir tertutup, mendadak suara teriakan kak Dani membuat gerakanku terhenti
"Mulai besok gue antar lo, oke bye"
Teriaknya sambil tersenyum lebar, melambaikan tangannya sebelum akhirnya berlalu pergi meninggalkanku yang lagi-lagi hanya bisa melongo. Mendadak detak jantungku menjadi lebih cepat dari biasanya. Oh no, aku kenapa?? Atau.... Kak Dani kenapa??

tbc

Maafkan keterlambatan update karena kesibukan kuliah yang luar biasa. Kedepannya saya akan update cerita ini seminggu sekali. Untuk part ini maaf kalau terlalu sedikit. Thx untuk Vote dan Commentnya :-)

The Devil and MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang