"Ya ampun mi, kok kamu baru cerita sih masalah ini?"
Arima memandangku dengan ekspresi sedih. Aku hanya mengangkat bahu dan tersenyum
"Gue cuma nggak mau lo cemas ma" jawabku sekenanya. Arima menghela nafas lalu menopang dagu.
"apa kamu mau pinjam uang aku dulu? Tapi uang tabunganku paling banyak 3 jutaan mi" lanjutnya sambil setengah melamun.
Duh, ini deh alasannya kenapa aku rada males memberitahu Arima tentang masalahku dengan kak Dani. Arima selalu aja merasa ikut bertanggung jawab atau harus ikut membantu setiap masalah yang kuhadapi. Baik sih, tapi kan aku nggak mau kalau harus ngerepotin dia terus.
Pernah deh waktu kelas satu dulu, kebetulan itu hari senin dan upacara bendera. Sialnya pas pagi sebelum berangkat sekolah aku lupa sarapan karena buru-buru, takut dihukum bersihin tanaman liar di kebun sekolah. Bukan masalah membersihkannya, tapi sebelum itu aku harus berhadapan dengan pak Abdul, guru bp yang bakal lebih seram dari orochimaru. Dan alhasil, aku pingsan karena nggak tahan berdiri. Dan yang parahnya, gitu sadar di UKS dan dikasih makanan sama Arima, aku malah muntah ke seprei sampai ke lantai UKS. Semua perawat dan dokter remaja pada rada jijik ngelihatnya, tapi Arima nggak, dia justru dengan ikhlas membersihkan muntahanku dan membawa pulang sepreinya untuk dicuci. Baik banget kan dia?."aduh ma, nggak perlu repot-repot ah, biar aja aku mikir jalan keluarnya"
Arima menggeleng "nggak mi, masalahmu masalahku juga"
"ya ampun ma, baik banget sih" aku memeluk Arima erat-erat sementara Arima menepuk-nepuk bahuku pelan.
"Yaelah, lu bedua suka sesama jenis ya?" Celoteh Rhea sambil menyeret bangkunya ke samping bangkuku.
"apa dah lu, ganggu momen istimewa orang aja" balasku ketus.
Sebenarnya aku masih kesal karena Rhea yang tadi dengan sengaja memanggilku untuk bertemu kak Dani. Gara-gara dia aku harus bertemu dengan si bocah kriminal.
"ketus amat sih lu, lu marah karena tadi gue nggak ngasih tau lu siapa yang manggil kan?, sorry deh mi, habisnya kak Dani ngelarang gue ngasih tau kalau dia yang manggil. Lo tau kan gimana reputasinya kak Dani? Gue nggak mau mati muda karena ngelawan dia" jelas Rhea panjang lebar.
Aku mengangkat bahu "tauk dah, nggak sanggup gue rasanya maafin lo"
Rhea membelalakkan mata "ya ampun Naomi Clara, lu jahat amat sih, gue udah dengan tulus gini minta maaf, apa perlu gue bawa bongkahan batu akik tanda permintaan maaf gue?" ucapnya dengan nada melankolis.
Sumpah ya nih anak, kebanyakan nonton apa coba sampai mulutnya begini amat. Malah bawa-bawa batu lagi, apa coba hubungannya?."lo alay deh Rhe" ucap gue malas sambil memutar bola mata.
Tiba-tiba terdengar suara bel masuk berbunyi. Tuhan, mampus dah gue. Cuma tinggal tiga jam lagi sampai sekolah usai. Itu tandanya tinggal tiga jam lagi waktu aku untuk bernafas di dunia sebelum akhirnya di eksekusi ama bocah kriminal alias kak Dani. Ya tuhan, tolong lindungi aku dari orang itu.****
Aku celingak-celinguk memandangi sekeliling pintu kelas yang sudah sangat sepi. Untung hari ini aku petugas piket, jadinya aku bisa lama-lamain deh keluar kelas. Aku sengaja menyuruh Arima pulang duluan. Kasihan dia, sepulang sekolah dia masih harus les biola di salah satu tempat kursus musik ter top dikotaku. Ya maklum saja, kedua orang tuanya adalah pemusik. Mamanya seorang penyanyi jazz yang cukup terkenal dan papanya adalah pemain piano yang sudah sering mengiringi artis-artis besar internasional.
Setelah memastikan pintu kelas dan koridor resmi tidak ada siapapun, aku lalu berjalan pelan dan berjingkat menuju gerbang sambil menutupi wajahku dengan jaket yang ku bawa. Aneh memang, tapi aku harus melakukan ini agar aku tidak berhasil ditemukan oleh si bocah kriminal. Malah aku berharap sekarang dia sudah pulang, semoga saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Devil and Me
Teen Fiction"lu budeg atau IQ lu jongkok sih?. lo kan gua suruh pajang boneka teddy bear. Kok lo malah majang boneka hiu ama dinosaurus sih? lo pikir ada yang mau masuk toko kalau pajangannya gitu?" "Lo bisa ngeliat gak sih? Yang nyari boneka anak cowok, lha lo...