Kesialan 6

124 7 0
                                    

Aku berjalan gontai menuju kelas. Entahlah, rasanya seperti seluruh energiku tersedot habis karena kesialanku belakangan ini. Mendadak semua kejadian kemarin kembali terulang diingatanku

"Lo harus kerja ditoko gue atau sekarang juga silahkan ganti hape gue"

Aku memandang kak dani dengan wajah memelas

"T..tapi kan kak, aku kan harus sekolah"

Kak dani menghernyitkan alis "kan gue bilang lo kerja sepulang sekolah" jawabnya ketus.

Aku memanyunkan bibir, ya tuhan.. Nih orang apa nggak mikir ya?, aku kan butuh belajar sepulang sekolah, apalagi aku ikut ekskul jurnalistik.

"Kalau lo takut nggak bisa belajar, tenang aja. Lo cuma kerja sampe jam 8 malam. Nah pulangnya lo bisa belajar" ucapnya lagi seakan bisa membaca pikiranku.

"Tt...tapi kan.."

Ucapanku langsung terhenti saat kak dani memajukan wajahnya lebih dekat ke wajahku. Mata cokelat mudanya yang tepat menatap ke mataku membuatku langsung gelagapan.

"Lo udah pernah dengarkan?" bisiknya pelan tepat di telingaku.

Mendadak aku teringat kata-kata Keyla dan Rhea tentang kak dani yang nggak pandang bulu dengan siapapun.

Aku langsung mengangguk gugup.

Kak Dani menepuk jidatku pelan "bagus, besok lo mulai kerja. Awas aja kalau lo berani kabur" ucapnya lalu pergi meninggalkanku yang masih terbengong.

Ya tuhan, kenapa harus semenyedihkan ini hidupku?. Tapi aku harus sedikit bersyukur sih, ya, setidaknya kak Dani hanya menyuruhku menjaga toko, bukan menyuruhku menjadi kuli bangunan atau bahkan menamatkan hidupku.

Aku menghela nafas lagi, sepertinya nasib sedang tak adil padaku. Aku salah apa coba, sampai harus berurusan dengan  kak Dani?.

"Ya ampun mi, akhirnya lo datang juga. Lo sehat kan?"

Rhea langsung menghampiriku yang baru saja menginjakkan kaki di pintu kelas. Aku melengos sebal kearahnya. Rasanya aku belum bisa memaafkan tindak kriminalnya waktu itu. Secara tidak langsung dia udah ikut andil dalam terjerumusnya aku ke cengkraman kak Dani.

Aku tak menjawab pertanyaannya dan langsung berjalan menuju bangkuku. Rhea memandangku cemas sambil mengikuti langkahku.

"Lo nggak diapa apain kak Dani kan mi?"

Aku tetap tak menjawab pertanyaannya.

"Mi, jawab dong. Gue bener-bener merasa bersalah nih. Lo juga harusnya ngertiin gue mi. Gue cuma sayang nyawa gue aja. Gue gak mau mati muda cuma gara-gara nggak nuruti permintaan kak Dani. Gue masih pingin lanjut kuliah, kerja, nikah, punya anak, punya cucu, punya.."

Oke, habis sudah kesabaranku

"Punya hati aja lo yang nggak" potongku ketus. Rhea membulatkan matanya dan langsung berloncat girang sambil memegang tanganku

"Akhirnya lo bicara mi, lega deh gue"
Ucapnya riang. Ya ampun, beneran deh, sampai sekarang aku nggak pernah bisa ngerti pemikiran nih anak dan teman seperjuangannya, keyla.

"Gie kan punya mulut, ya bicaralah" ucapku masih dengan nada ketus. Rhea langsung memasang senyum termanisnya

"Maaf mi maaf, gue bener-bener tulus nih minta maaf"

Aku menghela nafas berat "iya deh gue maafin". Kalau dipikir-pikir aku nggak perlu marah juga sih. Toh nasi sudah menjadi bubur, nggak bisa lagi kan dibalikin jadi nasi bulet? aku udah terlanjur dikontrak jadi buruh ditokonya kak Dani.

The Devil and MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang