Awal Keberuntungan? (3)

83 5 2
                                    

Hujan rintik-rintik mulai mengguyur di sabtu senja ini. Aku menatap jendela toko, menyapu pandanganku ke arah jalanan yang terlihat begitu kosong. Aku menghembuskan nafas kuat-kuat, merasa hidupku begitu tragis saat ini. Padahal hari ini adalah weekend dan aku sudah memiliki segudang rencana bersama Arima. Tapi, karena ulah si monster menyebalkan aku terpaksa harus memghabiskan weekendku di toko, menikmati hujan dengan hati menggerutu.

"Karena gue belum sembuh total dan untuk mengganti biaya lo yang ikut rebahan di ranjang rumah sakit gue, lo wajib ikut jaga toko di hari weekend"
Kata-kata si monster itu masih terngiang jelas di telingaku.

Aku melemparkan lirikan tajam ke arah kak Dani yang tengah sibuk menonton film dari laptopnya. Kalau seandainya lirikan bisa membunuh, kurasa saat ini kak Dani sudah hancur berkeping-keping. Rasa-rasanya aku ingin berharap tangan kak Dani sembuh lebih lama. Tapi sialnya, tangan si monster Dani sudah baikkan hanya dalam waktu 5 hari. Aku menghembuskan nafas kuat-kuat, realitanya adalah tatapanku sama sekali tak berefek pada kak Dani. Jangankan membunuh, membuatnya menyadari aku sedang meliriknya saja tidak bisa.

Dasar Naomi bodoh, salah lo juga sih, ngapain dulu ngerusaki handphonenya kak Dani, gini kan nasib lo. Aku terus mendumel di dalam hati.

"Yahooo. The cutest man in this world coming"

Aku tak mengalihkan pandanganku ke arah sumber suara. Dari suaranya yang centil dan terkesan "kegatelan" aja aku langsung tau kalau yang datang adalah Emon.

"Yuhuu my baby honey Dani, dah bener-bener sehat lo" teriaknya lagi dengan nada super riang.
Aku melirik lagi, mencoba mengamati ekspresi kak Dani. Dan sesuai pemikiranku, kak Dani langsung memandang Emon dengan tatapan kesal. Ya, style kak Dani banget lah ya, mana mau dia dipanggil dengan panggilan sayang begitu.

"Minta dihajar lu mon?" Komentarnya dingin sambil kembali memfokuskan matanya ke arah laptop.

"Ulu ulu, galaknya. Hoi Naomi, ngelamun aja lo"
Sapanya sambil menepuk bahuku kuat.
Ini si Emon berasa nggak sadar diri amat ya, walaupun melenjeh-melenjeh gitu dia kan tetap laki-laki. Pasti sakitlah pukulannya.

"Sekalian aja pakai balok mon"
Sahutku ketus.
Emon malah terkekeh saat melihat tanggapanku. Dia lalu menyeret bangku dan duduk tepat di sampingku.

"Uwaaah, lucunyaaa" Teriak Emon girang. Tangannya mulai bergerak meraih potongan apel yang tadi ku selesaikan karena permintaan konyol si monster Dani. Aku langsung menepuk tangan Emon kuat-kuat. Dia pikir nggak capek apa motongin tuh apel, aku saja butuh waktu setengah jam untuk memotongnya. Maklum saja, si monster Dani minta potongannya harus berbentuk tengkorak. Duh, naik ke ubun-ubun nih emosi.

"Ih pelit amat sih mi" dengus Emon manja "Emon kan tertarik karena bentuknya yang unik" lanjutnya dengan nada memelas.

Aku menyipitkan mata kesal "kalo lo mau pulang dari sini sehat wal afiat mon, lebih baik lo batalin niat lo" ancamku dengan nada sesadis mungkin.

Emon hanya memanyunkan bibirnya, berpura-pura merajuk.

"Lo nggak ngabari tante Wiena Dan?"
Kak Dani menggeleng cepat tanpa mengeluarkan sepatah katapun.
"Gile luh Dan, patut nyokap lo bolak balik nelponin gue ama Era buat nanyain lo"

"Gue nggak mau nyokap gue cemas"
Jawabnya santai.
Walaupun begitu, aku bisa mendengar ada nada lembut di perkataan kak Dani barusan. Sejauh ini aku hanya tahu dulu toko ini milik ibu kak Dani yang akhirnya diserahkan ke kak Dani untuk dikelola karena kondisi kesehatan ayahnya yang kurang baik sehingga ibunya kak Dani harus ekstra fokus menjaga ayahnya.

"Oke, selesai"
Teriakku kegirangan. Akhirnya aku bisa menyelesaikan potongan apel berbentuk tengkorak ini dengan jumlah 99 potongan. Terima kasih tuhan!!.

The Devil and MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang