.
.
.
.
.
Luthfi menghela nafas saat melihat mobil San meninggalkan halaman rumah Edzard, sedari tadi lelaki itu memperhatikan dari balik kelambu yang menutupi pintu balkon kamarnya.Luthfi sangat yakin jika sebenarnya kedatangan San ke sana adalah untuk bertemu Andra, namun Andra justru tengah tertidur lelap setelah mengkonsumsi obat yang di berikan oleh Luthfi.
"Lo punya pacar yang setia dan pengertian Ndra, lo beruntung." tatapan Luthfi beralih pada Andra yang tidur di ranjang nya. Demam sepupunya itu baru saja turun, itulah kenapa Andra bisa tertidur nyenyak.
"Gue selalu berharap kisah lo bahagia Ndra, gue gak akan biarin lo ngerasain apa yang dulu orang tua kita rasain." Luthfi berjalan mendekati ranjang dalam gelap kamarnya, hanya ada lampu tidur di atas nakas yng menjadi penerangan rumah Luthfi saat ini.
Cup
"Cepet sehat, setelah itu lo bisa minta apapun ke gue." Luthfi mengecup dahi Andra sebelum memutuskan untuk ikut berbaring dan memeluk tubuh Andra dari samping.
"Gue sayang sama lo Ndra."
.
.
.
.
.
Luthfi bangun karena tubuhnya di guncang beberapa kali, tanpa membuka mata pun Luthfi tau jika yang melakukannya adalah Andra.Andra sendiri sudah merengut kesal saat Luthfi tidak kunjung bangun, padahal dia sudah menahan mati-matian air matanya yang ingin keluar karena mimpi buruk yang baru saja dia alami.
"Luthfi~"
"Luthfi bangun..." Andra semakin kencang mengguncangkan tubuh Luthfi.
"Luthfi...Hiks..." isakan yang sedari tadi di tahan oleh Andra akhirnya keluar, hal itu berhasil membuat Luthfi langsung terbangun.
"Heh lo kenapa Ndra?" Luthfi buru-buru bangun dan segera menarik tubuh mungil Andra kedalam pelukannya.
"Hiks...hiks...hiks..." Luthfi membawa Andra duduk diatas pangkuannya, masih dengan Andra yang menyembunyikan wajah nya di leher Luthfi.
"Lo mimpi buruk?" anggukan kecil Luthfi rasakan dari Andra.
"Sssttt...udah itu cuma mimpi, lo udah gak akan ngerasain itu lagi." Luthfi mengelus punggung Andra lembut, berusaha membuat Andra tenang dan kembali tertidur.
"G-gue takut Fi..." Luthfi memejamkan matanya mendengar suara lirih Andra.
"Jangan takut, ada gue disini. Gue gak akan biarin mereka nyentuh lo lagi, gue janji." Luthfi semakin mendekap erat tubuh mungil Andra, hal itu justru membuat Andra merasa tenang dan nyaman, hingga tanpa sadar lelaki itu tertidur di pelukan Luthfi. Luthfi sendiri tidak memiliki niat untuk memindahkan tubuh Andra dari pangkuannya.
"Lo kuat Ndra, dan gue bisa percaya kalau San pasti bisa bikin lo bahagia."
.
.
.
.
.
Hari ini San lagi-lagi harus tertahan di kantornya hingga sore hari, padahal niatnya hari ini dia ingin menemui Andra. Sejak kemarin tidak ada satu pun pesan yang di balas oleh kekasih cantiknya itu, bahkan panggilannya tidak kunjung mendapat jawaban."Kamu ini kerja apa ngelamun sih San?" San tersentak dan segera mendongak menatap pintu ruangannya. Ada sang bunda di sana, dengan kotak bekal di kedua tangannya.
"Bunda." bunda Manda berjalan ke arah sofa di ruangan San dan duduk disana.
"Sini, bunda bawain kamu makan siang. Ayo makan dulu, kamu mau ke rumah Andra kan habis ini?" San mengangguk dan segera mendekati sang bunda.
"Bun, San bingung. Andra lagi-lagi nolak lamaran Andra." bunda Manda menatap lekat ke arah mata putra tunggalnya.
"Kamu sayang Andra kan?" San mengangguk.
"Kamu mau Andra jadi istri kamu kan?" lagi-lagi San mengangguk.
"Kalau gitu sabar, kamu tau kalau Andra punya trauma. Pasti susah buat ngeyakinin hatinya sendiri buat nerima kamu jadi suaminya." San terdiam, lagi-lagi dia mendapat nasehat serupa dan kali ini dari sang bunda.
"Andra di besarkan di tengah keluarga yang cukup berantakan, ayahnya suka mabuk dan kedua orang tua nya selalu bertengkar. Bahkan di pertemuan terakhir mereka, Andra mendapat pelecehan dari orang yang sedari kecil dia panggil ayah. Itu pasti membekas San, tugas kamu bantu Andra buat yakin kalau dia gak akan merasakan kegagalan dan rumah tangga. Anak-anak kalian tidak akan mengalami hal yang sama seperti Andra dulu. Meyakinkan Andra itu tugas terberat kamu sekarang, tapi percaya sama bunda, kalau Andra udah yakin dia pasti terima lamaran kamu." San mengangguk. Kali ini tekatnya lebih besar dan kuat untuk sabar menunggu Andra menerima lamarannya.
"Iya bun, San pasti yakinin Andra dan bawa Andra ke rumah sebagai menantu bunda sama ayah."
.
.
.
.
.
Andra menggulung tubuhnya dalam selimut seharian ini, Luthfi sedang membersihkan rumah dan sepupunya itu melarang dia untuk ikut andil. Andra bosan, tapi dia tidak ingin mendengar omongan menyakitkan dari Bima jika dia main ke tempat Dane.Andra menatap ponselnya yang kembali berkedip, nama San kembali tertera di layar ponselnya. Andra tidak tahu sudah berapa puluh bahkan berapa ratus kali San menghubungi juga mengiriminya pesan, Andra hanya ingin menenangkan pikirannya terlebih dahulu.
"San, kangen. Tapi aku takut buat ketemu kamu." Andra menutupi wajahnya dengan guling. Lelaki itu diam-diam menggigit bibir bawahnya agar tidak meneteskan air matanya.
"Dulu aku emang janji buat terima lamaran kamu kalau kamu udah lulus, tapi sekarang aku takut. Aku takut kalau nantinya kamu jadi kayak ayah, aku takut nantinya anak-anak ku bakal ngerasain apa yang aku rasain sekarang." Andra sudah menangis saat ini, air matanya mengalir secara tiba-tiba hanya karena mengingat bagaimana dirinya dulu menunggu San mengungkapkan perasaannya.
"Hiks...hiks...Hikss.." Andra semakin terisak saat dia menutupi ajahnya dengan guling.
Cklek
"Andra?" Andra tidak berani menyahut panggilan Luthfi atau pun membuka guling yang menutupi wajahnya.
"Hiks...hiks..." Mata Luthfi langsung membulat saat mendengar isakan lirih Andra.
"Andra kenapa? Kenapa nangis? Ada yang sakit?" Luthfi menyingkirkan guling di wajah Andra, dia bisa melihat dengan jelas jika wajah sepupu kesayangannya itu sembab.
"Kenapa lagi? Mau cerita sama gue?" Andra merentangkan tangannya dan dengan cepat Luthfi membawa sepupu mungilnya itu kedalam pelukannya.
"Takut..." Luthfi mendekap erat tubuh mungil itu.
"Apa yang lo takutin?"
"San." Luthfi mengernyit, apa yang harus sepupunya takut kan dari seorang Khaisan?
"San kenapa?" Andra meremas bagian belakang kaus yang di kenakan Luthfi.
"San gak akan ninggalin aku kan Fi? Hiks...Aku takut San bosen sama aku...Tapi aku takut mau terima lamaran dia.." Luthfi tersenyum tipis.
"Lo cinta sama San?" Andra mengangguk.
"San juga pasti cinta sama lo, dia gak akan ninggalin lo gitu aja Ndra, percaya sama gue. San itu udah terlalu bucin sama lo. Jadi sekarang gak usah takut lagi, nanti gue bantuin jelasin alasan lo nolak lamarannya selama ini ke San." Andra mengangguk kecil.
"Makasih Fi, kalau gak ada lo, gue harus gimana?" Luthfi menggeleng heran.
"Selama gue hidup, gue pasti selalu ada buat lo Ndra. Sekarang biar gue hubungin San dan bilang kalau pacar kesayangannya ini lagi sakit. Makanya gak bisa angkat telpon sama bales chat." Andra melepaskan pelukan Luthfi dan membiarkan Luthfi menghubungi San menggunakan ponsel Andra.
"Sekarang lo istirahat aja, jangan mikir macem-macem, cukup satu macem aja, San! Gue mau ngejemur baju dulu, nanti kalau San dateng langsung gue suruh ke sini." Andra lagi-lagi mengangguk dan menuruti Luthfi untuk istirahat.
"Luthfi, lo juga harus bisa yakinin diri lo kalau Vano serius sama lo."
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.
Selamat malam...Udah lama aku gak up not too late ya..
Gara-gara aku gemes liat momennya yunho sama wooyoung, jadi kepikiran buat up book ini...
Maafkan ya...Selamat membaca dan semoga suka...
See ya...
-Moon-
KAMU SEDANG MEMBACA
Not too late
Fanfiction"Gue itu benci sama buaya!" "Neng bidadari, makin cakep aja, mau maafin abang gak?" Ini hanya sepenggal kisah tentang buaya tobat yang ingin kembali merengkuh neng bidadari... Perjuangan Vano kembali mendapatkan cinta dan hati Luthfi... Apakah Vano...