.
.
.
.
.
Andra memeluk tubuh Luthfi erat, pemuda itu baru saja bangun dan mendengar soal keputusan Luthfi untuk memberikan Vano kesempatan kedua."Kenceng banget lo meluknya." Andra hanya tertawa saat Luthfi mengatakan itu.
"Gue seneng tau, akhirnya sepupu gue ada yang jagain." Luthfi ikut bahagia saat Andra tertawa bahagia.
"Fi, tapi lo nerima Vano lagi bukan karena permintaan gue waktu itu kan?" Luthfi menggeleng sambil mendekap tubuh mungil Andra.
"Gue nerima Vano karena gue sebnernya sayang sama dia, dia aja yang goblok. Jelasin gitu aja nunggu sampe tiga tahun." Andra semakin tertawa kencang saat Luthfi menjawabnya.
"Vano emang goblok! Kok gue bisa punya saudara kayak dia ya?" Luthfi menggeleng, pemuda itu sama sekali tidak keberatan dengan tingkah Andra yang semakin mengeratkan pelukannya.
"Habis ini giliran lo nerima San, Ndra. Itu anak kasian banget, galau banget tiap lo tolak." Andra menyembunyikan wajahnya pada leher Luthfi dan mengangguk.
"Iya, nanti gue bilang ke San." Luthfi mengelus kepala Andra, rasanya dia tidak rela jika sepupu manja nya itu segera menikah.
Luthfi tumbuh bersama Andra, sejak kecil Andra sudah sering di titip kan pada mama nya. Pemuda tinggi itu juga tau jika om dan tante nya itu suka selalu bertengkar dan menjadikan Andra pelampiasan, hal itu membuat Luthfi sangat protective pada Andra.
"Semua pasti baik-baik aja kan Fi?" Luthfi mengangguk.
"Iya semua pasti baik-baik aja."
.
.
.
.
.
"Kak Mars, ayo antar aku ke Andra!" Edzard hanya bisa memeluk Dane yang terus saja merajuk ingin bertemu Andra."Biarin Andra tenang dulu ya, dia sama Luthfi kok." Edzard mengucapkan kata penenang itu pun dengan menatap tajam pada Bima.
"Saya biarkan kamu disini karena kamu pacar Hadar, jika bukan saya pasti sudah usir kamu dari kemarin-kemarin." Ucapan Edzard memang pelan, namun mampu membuat Bima menunduk takut.
"Maaf bang."
"Lain kali sebelum mengucapkan sesuatu itu dipikir pakai otak, jangan hanya menuruti emosi! Coba kamu bayangkan jika Hadar yang diperlakukan seperti itu, kamu pasti marah kan?" Bima masih setia menunduk.
"Hadar minta pulang besok, jadi pastikan dia sampai di rumah dengan selamat."
Edzard melangkah menjauhi Bima dengan Dane yang ada di dekapannya, beruntung Hadar sudah tidur setelah seharian menangis pada Dane.
"Kak Mars." Edzard menatap ke arah Dane yang sedikit mendongak.
"Ada apa hm?" Edzard berbicara selembut mungkin pada Dane.
"Andra sama Luthfi pasti tersinggung banget, Luthfi bahkan sampai marah kayak gitu kak." Edzard tersenyum pada suami mungil nya.
"Luthfi memang selalu gitu kalau menyangkut Andra, dia protective sama Andra." Dane menunduk dan memainkan kancing kemeja Edzard.
"Aku gak suka liat Andra sama Luthfi sedih kak, adik-adik ku gak ada yang boleh nangis kayak gitu." Edzard mengangguk.
"Iya aku tau, besok kita ke rumah Luthfi ya? Kita omongin ini sama mereka." Dane langsung mengangguk semangat.
"Iya, makasih kak Mars."
.
.
.
.
.
San menatap cincin yang masih setia berada di dalam kotaknya, cincin yang dia siapkan sejak dua tahun lalu untuk mempersunting Andra.Lamaran San belum yang diterima oleh Andra, meskipun sudah berkali-kali San melakukan itu. San tau Andra trauma, berterima kasih lah pada Edzard dan Luthfi yang sudah memberinya pengertian soal itu, jika tidak mungkin saat ini San akan menyerah dan bertahan dengan segala pikiran negatif nya.
"Huft..." San menghembuskan nafas panjang sebelum memasukan cincin itu kedalam saku celana nya, dia akan mencoba melamar Andra kembali malam ini, semoga saja dia diterima.
"Mau kemana San?" San menoleh dan tersenyum ke arah sang bunda.
"San mau ngelamar Andra bun, doain kali ini Andra nerima San ya bun." Sang bunda tersenyum lembut dan mengangguk.
"Ayah sama bunda pasti terus doain kamu nak, semoga malam ini jalan kamu buat bawa calon mantu kesayangan bunda itu lancar." San tersenyum
"Aamiin, kalau gitu San berangkat dulu bunda."
San mengatur nafasnya saat akan menjemput Andra, biasanya dia memang gugup saat akan melamar Andra namun tidak pernah segugup sekarang.
Padahal San hanya perlu menunggu Andra keluar dari rumah, sebenarnya San ingin masuk tapi Andra mengatakan jika dia sudah siap dan meminta San untuk menunggu didalam mobil saja.
Tok
Tok
Tok
San segera membuka pintu mobil saat kaca mobil nya di ketuk oleh Andra.
"Aduh manis banget deh pacar gue." Andra yang mendengar pujian San langsung bersemu merah.
"A-apaan sih San!" San tersenyum saat melihat tingkah malu-malu Andra.
"Kamu mau kemana yang?" Andra terlihat berpikir sebentar tapi kemudian mengedikan bahunya.
"Gak tau, kan kamu yang ngajak." San tersenyum dan mulai menjalankan mobilnya.
"Mau pecel lele ditempat biasa gak?" Andra mengangguk.
Rencana kencan San dan Andra berakhir di taman dekat kampus mereka dulu, taman yang bisa dibilang lumayan ramai oleh pedagang kaki lima di sekitarnya.
Dulu di taman itu Andra sering menunggu San menjemputnya saat akan pulang dari kampus, maklum jurusan mereka berbeda.
"Ndra." Andra menoleh dan menatap lekat pada San.
"Apa?"
"Liat sini dong." San menahan wajah Andra yang sudah akan berpaling.
"Kenapa Khaisan?" Andra melihat San mengeluarkan kotak cincin dari dalam saku celana nya dan itu langsung membuat Andra tau apa maksud pacarnya itu.
"Andra, mungkin sudah berkali-kali aku ngelakuin ini ke kamu, bahkan aku aja lupa berapa kali aku ngelakuin ini." Andra tetap diam, menunggu San menyelesaikan ucapannya.
"Kalandra, malam ini aku ingin meminta kamu menjadi pasangan sehidup semati ku, menjadi orang pertama yang akan aku tatap di setiap pagi dan menjadi orang terakhir yang aku liat sebelum tidur. Kalandra will you marry me?" Andra berkedip, ini pertama kalinya dia mendengar San berkata romantis seperti itu, biasanya San akan langsung mengajaknya menikah, persis seperti saat pemuda itu mengajaknya pergi bermain dulu.
"I will." Jawaban Andra justru membuat San berkedip cepat, tatapannya berubah tidak percaya saat mendengar hal itu.
"Ndra? Aku diterima?" Andra mengangguk sambil tersenyum, dia tau jika San akan sangat terkejut mendengar jawabannya.
"Iya Khaisan, aku mau menikah sama kamu." San langsung melonjak senang sebelum menarik tubuh Andra kedalam pelukannya.
"Aku gak lagi mimpi kan ? Kamu beneran nerima lamaran ku kan?" Andra kembali mengangguk sambil menepuk punggung San.
"Ya udah gak jadi nih! Gak percaya amat!" San tertawa senang dan mengeratkan pelukannya pada Andra.
"Kalau gitu kita nikah secepatnya." Andra melepaskan pelukan San dan menggeleng.
"Kenapa?" San memilih bertanya saat melihat gelengan Andra.
"Aku maunya nikah bareng Luthfi, jadi tungguin Luthfi nerima lamaran Vano." San menghela nafas lega, dia kira Andra akan berubah pikiran kembali.
"Gampang kalau itu, yang penting aku mau bawa ayah sama bunda buat ketemu orang tua kamu." Andra kembali mengangguk.
"Nanti aku bilang ke papa sama papi, minggu depan kamu bisa ajak ayah sama bunda ke rumah nya Luthfi." San mengangguk sambil mengelus kepala Andra.
"Iya sayang, kalau gitu sekarang ayo aku anter pulang. Aku ngeri Luthfi ngamuk kalau kamu belum aku balikin." Andra tertawa.
"Nanti beliin martabak manis buat Luthfi ya?" San mengangguk, dia tau jika sepupu tinggi Andra itu akan titip dibelikan martabak manis.
"Iya nanti beliin yang banyak buat Luthfi."
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not too late
Fanfiction"Gue itu benci sama buaya!" "Neng bidadari, makin cakep aja, mau maafin abang gak?" Ini hanya sepenggal kisah tentang buaya tobat yang ingin kembali merengkuh neng bidadari... Perjuangan Vano kembali mendapatkan cinta dan hati Luthfi... Apakah Vano...