11. Penjelasan Vano

204 31 0
                                    


.
.
.
.
.
Sesuai perkataan nya dua hari lalu, saat ini Vano sudah berdiri di depan pintu rumah Luthfi. Andra bilang jika Luthfi ada di rumah, bahkan Edzard pun meminta Luthfi libur hari ini. Mereka semua memberikan Vano kesempatan untuk berbicara dengan Luthfi.

Tok

Tok

Tok

Vano sebenarnya sedikit takut untuk menjelaskan semuanya, tapi benar kata Edzard kemarin jika dia terlalu lama bersembunyi di balik kata maaf.

Tok

Tok

Cklek

"Pagi neng bidadari." Vano tersenyum cerah saat Luthfi membuka pintu rumah nya. Wajah manis itu terlihat datar dan malas saat tau jika Vano lah yang datang bertamu.

"Mau ngapain lagi? Pergi sana!" Vano buru-buru menahan pintu rumah Luthfi yang akan kembali ditutup.

"Gue mau jelasin semuanya!" Vano menatap lekat ke arah wajah manis yang selama empat tahun ini mengisi hatinya.

"Ck baru sekarang mau jelasin nya?" Vano menunduk, dia tau semua memang berasal dari kebodohannya.

"Masuk!" Vano tersenyum tipis saat Luthfi memintanya masuk.

"Neng bidadari." Luthfi langsung menatap tajam begitu mendengar panggilan itu lagi.

"Sekali lagi lo manggil gue kayak gitu, gue usir lo dari sini dan jangan harap bisa ketemu gue lagi." Vano langsung kicep saat mendengar ancaman Luthfi.

"Oke oke Luthfi, maafin gue." Luthfi menatap lekat pada Vano yang duduk di hadapannya.

"Sekarang lo mau jelasin apa?" Vano menelan liurnya kasar, kenapa dia sangat gugup hanya karena akan menjelaskan sesuatu pada Luthfi.

"Soal tiga tahun lalu, waktu lo liat gue nyium cewe di cafe itu." Vano takut jika Luthfi akan langsung marah saat mendengar hal itu, tapi yang dia sapat Luthfi hanya diam.

"Hm."

"Gue minta maaf Fi, gue bakal ceritain semuanya sekarang."
.
.
.
.
.
Vano menatap lekat pada layar ponselnya, dimana ada chat dari teman-teman nya yg memintanya untuk datang.

Mereka semua berteman di luar kampus, meskipun sebenarnya mereka semua berasal dari kampus yang sama.

Vano menuruti permintaan itu, karena akhir-akhir ini dia terlalu sering menolak ajakan mereka dan memilih untuk menghabiskan waktunya bersama Luthfi maupun Dane.

"Yo Vano udah datang ternyata!" Vano tertawa saat mendengar sambutan dari salah satu teman nya.

"Weish makin cakep aja nih orang, udah koleksi berapa cewe nih?!" Vano menggeleng.

"Udah berhenti gue, orang yang gue kejar selama ini gak suka kalau gue jadi buaya." Ucapan Vano memancing tawa kencang dari teman-teman nya.

"Ya elah Van, gitu aja lo berhenti. Siapa sih orang itu? Penasaran gue."

"Iya nih, siapa yang udah sukses bikin si playboy Vano tobat?"

"Namanya Luthfi, anak fakultas kedokteran." Nama yang disebut Vano jelas membuat teman-teman nya terkejut.

"Luthfi? Luthfi yang tinggi manis itu?" Vano mengangguk mantap, dan hal itu mendapat sorakan dari teman-temannya. Namun Vano tidak sadar jika ada beberapa orang yang tidak senang akan hal itu.

"Van, lo kan katanya berhenti nih. Sebagai permainan akhir nih, berani gak lo deketin Alin?" Vano menatap datar pada Darel yang baru saja memberikan ide.

"Boleh juga tuh Van, buat yang terakhir kali. Bisa lah lo bikin Alin baper."

"Gak, gue nolak! Gue udah punya pacar gila!"

"Ayolah Van, cuma deketin doang. Luthfi gak akan tau juga." Vano tetap menggeleng acuh.

"Udah di bilang gak ya gak Darel, maksa amat sih." Darel menatap Jian yang ada di sebelahnya.

"Van, gue tau lo bukan pengecut, masa nerima tantangan gini aja lo gak berani. Gimana mau nikahin Luthfi lo kalau kayak gini." Vano berdecak kesal, mau seperti apapun penolakannya mereka terus saja memaksanya menerima tantangan itu.

"Ya udah tentuin tanggal nya!" Vano mengiyakan karena kesal, namun tidak menyadari jika ada dua orang yang tengah tersenyum licik.

"Sebentar lagi Luthfi bakal jadi milik gue."
.
.
.
.
.
Haruskah Luthfi menghajar Vano saat ini? Bagaimana mungkin dia bisa mengiyakan hal seperti itu hanya karena kesal.

Meskipun sejujurnya Luthfi sudah pernah mendengar cerita tentang fakta ini, tapi saat mendengar langsung dari mulut Vano rasanya sangat menjengkelkan.

"Lo boleh marah atau ngehajar gue sekarang Fi, maaf kalau gue bego banget waktu itu." Vano menunduk setelah menjelaskan semuanya.

"Buat cerita gitu doang aja lo perlu waktu tiga tahun heh!" Vano seketika mendongak dan menatap Luthfi lekat. Tidak ada raut wajah terkejut atau pun marah di wajah manis itu.

"L-lo gak marah?" Luthfi menaikan sebelah alisnya.

"Ngapain gue marah sama orang bego, ngabisin tenaga gue aja." Vano menghela nafas panjang.

"Jadi lo maafin gue?" Luthfi beranjak dari sofa dan mulai melangkah pergi.

"Gue udah maafin lo, jauh sebelum hari ini. Tapi sayang nya lo terlalu bego dan pengecut buat jelasin semuanya." Vano mengerjap pelan saat mendengar hal itu dari Luthfi.

"Jadi gue udah di maafin nih?"

"Hm."

"Berarti lo mau jadi pacar gue lagi?" Luthfi berbalik dan menatap aneh pada Vano.

"Lo gila? Gue memang maafin lo tapi gue belum bisa kasih lo kesempatan kedua. Gue mau mikirin semuanya dulu." Vano kembali lesu, benar kata Andra, kalau Luthfi itu tipe orang yang harus mikirin semuanya semateng mungkin sebelum kasih keputusan.

"Gue bakal tunggu sampai lo mau kasih gue kesempatan kedua!"
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.

Not too lateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang