Chapter 13 : Manusia Setengah Serigala

65 9 14
                                    

Konten ini mengandung khayalan yang bersifat tidak nyata. Mohon para pembaca bijak menanggapi.

Roger membuka pintu rumah yang berdasarkan kayu tersebut ketika ketukan yang terdengar tak sabaran mengusik ketenangannya.

Saat pintu tersebut berderit terbuka, pada saat itu juga terpaan angin kencang menyeruak masuk ke rumah.

Dua sosok yang basah kuyup pun muncul di hadapannya dengan kulit yang sama-sama pucat karena kedinginan.

"Wah, wah. Apakah kalian sudah puas menghabiskan waktu bemesraan di bawah hujan badai?" kata Roger.

Ruby tak bergeming. Ia hanya masuk ke dalam rumah seolah-olah kehadiran Roger tak terlihat di matanya.

Melihat Ruby yang berlalu begitu cepat tanpa mau menatapnya sedikit pun, membuat Roger hanya terdiam.

Bagaimana dirinya akan membahas hal tersebut jika Ruby saja enggan melihatnya?

"Apa sisa ikan yang kau bakar tadi masih ada? Aku lapar," celetuk Granger.

"O-oh, ya, ya. Masih ada. Lagipula, bagaimana kau bisa berpikir aku sanggup menghabiskan ikan sebanyak itu anak muda?! Hahahaha!!" gelak Roger menutupi salah tingkahnya.

"Terserah kau saja," Granger mengembuskan napas kemudian berjalan menghampiri meja makan dan duduk di kursi kayu dengan melahap daging ikan bakar.

Hujan-hujanan di malam hari benar-benar membuat perut keroncongan. Ya, meskipun ada kejadian menyenangkan yang sempat terjadi.

Granger tersenyum miring dengan menyentuh bibirnya sejenak, lalu kembali mengunyah makanannya.

.
.
.
.

Ruby membanting tubuhnya di atas ranjang kamarnya. Sudah sangat lama, ia tidak merasakan betapa lembutnya kasur miliknya.

Ia sempat mandi agar tidak terkena demam sehingga surainya masih terasa lembab.

Gadis itu kini berguling-guling melepaskan rindu pada ranjangnya, dan tak sesekali bersin dikarenakan debu yang sempat ia bersihkan masih menempel di kain yang melekat ke kasurnya.

Tanpa sadar, jarinya menyentuh bibir bawahnya. Pipinya menghangat, dengan ingatannya yang kembali menerawang kejadian yang sempat terjadi beberapa saat lalu.

Perasaan itu kembali mengambang di dirinya sehingga Ruby menutup wajahnya dengan bantal dan berteriak malu serta berguling-guling tak karuan.

"Hah ... tidak kusangka punya kekasih itu sangat membahagiakan," gadis bersurai pirang panjang itu tersenyum seperti orang gila.

Namun, seketika senyumnya perlahan-lahan pudar dan hilang. Ia kembali mengingat kehadiran Roger di sini.

Kekecewaannya di malam itu kembali merambat naik, membuat Ruby tenggelam dalam pikirannya.

Sebenarnya jauh di dalam lubuk hatinya,  ia menganggap bahwa Roger tidaklah salah sama sekali.

Kematian kakek dan neneknya waktu itu murni kesalahan dirinya sendiri karena tak mampu melindungi orang yang ia sayangi dengan kekuatannya.

Tapi tetap saja, harapan yang tak terpenuhi itu sangat sakit rasanya.

Alasan ia menghindari Roger sebenarnya karena orang yang pernah mengajarinya bertarung untuk melawan serigala itu tiba-tiba saja pergi tanpa berpamitan dan menghilang secara bertahun-tahun tanpa kabar.

Seolah-olah Ruby tidak berkesan sedikit pun di hidupnya. Ruby sangat menghormati Roger, oleh karena itu dia merasa hampa ketika orang yang dihormatinya meninggalkannya ketika tengah dalam situasi yang buruk.

The Little Redhood and The Vagrant PoetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang