"Ketemu?" Tanya Maha segera setelah Tama kembali masuk ke mobilnya.
Tama mengangguk, "Untung diamankan tadi sama pedagangnya, kalau tidak, ck, aku pasti pusing harus mengingat kembali segala hal yang aku catat dalam buku itu."
Maha lantas menjalankan kendaraanya segera setelah Tama naik, "Buku sekecil itu kenapa tidak ditinggal di mobil saja tadi? Untung ketemu kan."
"Hhh, ada beberapa hal yang perlu aku pastikan makanya aku membawanya tadi, lagi pula ini juga salahmu kenapa mengajakku makan di kaki lima seperti ini? Aku jadi tidak fokus saat tadi beberapa orang merangsek masuk segera setelah kita selesai makan." Protes Tama.
Mendengar protes dari sahabatnya, Maha justru tergelak, "Astaga, inilah sebabnya kau perlu lebih sering makan di kaki lima, aku perlu memberitahumu bahwa di dunia ini tidak hanya ada restoran fancy dengan pelayanan ramah dan table manner tapi juga ada pedagang kaki lima yang makanannya tak kalah enak dan otentik, ya dengan segala keadaan di lapangan tentu saja." Tutur Maha.
Malam itu Maha memang mengajak Tama untuk makan di kaki lima, tempat yang sebetulnya tak begitu disukai oleh Tama dengan alasan ramai dan kurang higienis, namun atas bujuk rayu dari Maha, pria berkulit putih itu berhasil dibawa untuk menyantap makanan di kedai kaki lima walau akhirnya memang tak terlalu menyenangkan karena Tama hampir kehilangan buku catatan kecil yang selalu dibawanya.
"Lain kali aku tidak akan terhasut bujuk rayumu tuan Wasesa." Ucap Tama melanjutkan protesnya.
Disela tertawanya, "Pendendam sekali rupanya tuan Aryasatya ini." Kata Maha lanjut mengejek sahabatnya.
Deru mobil mengaung menembus gelapnya malam yang diterangi temaram lampu jalan, kuda besi keluaran brand ternama itu dipacu dengan kecepatan tinggi sebab malam telah larut dan Maha tau bahwa sahabatnya ini harus segera dikembalikan ke huniannya.
Sebuah penthouse dengan nuansa cat berwarna putih menyambut keduanya dan setibanya tepat di depan pintu masuk, mobil berhenti kemudian Tama turun, "Tidak mampir?" Tanyanya pada Maha yang hanya dibalas gelengan oleh siempunya nama.
"Baiklah, kau jangan kesurupan di jalan, berkendaralah seperti orang normal, aku belum menyiapkan dana untuk pemakamanmu!" Tambah Tama.
Maha berdecih pelan, "Siap kakek, nasihatmu akan selalu kuingat." Balasnya mencibir.
Tama lantas menutup kembali pintu mobil Maha, setelahnya kuda besi itu segera melesat meninggalkan kawasan hunian Maha, sementara yang punya hunian lantas masuk dan disambut kesunyian. Temaram lampu dari sudut-sudut ruangan yang menyala menambah kesan sepi dari ruang tamu yanh ukurannya hampir seperti lapangan futsal itu.
Tama mendengus pelan, ia lantas mengganti sepatu yang ia kenakan dengan sandal rumah berwarna hitam. Ia sudah terbiasa dengan suasana rumah yang sepi seperti ini, sebab meski ada asisten rumah tangga dan pekerja yang mengurus penthouse nya, mereka akan raib setelah pukul 9 malam.
Dengan langkah pelan, Tama menaiki anak tangga menuju lantai 2 tempat kamarnya berada, setibanya disana ia segera meraih piyama dan handuk yang telah disediakan oleh asisten rumah tangganya, pakaian dan handuk itu dilipat rapi dan diletakkan diatas kasur.
Tak lama kemudian suara gemricik air dari shower kamar mandi dalam kamar Tama mulai terdengar. Guyuran air hangat malam itu terasa tak biasa, bukan karena unsur mistis atau semacamnya, namun entah kenapa ia tiba-tiba teringat gadis yang ia temui hari ini, Kirana, itulah sebaris nama yang tertulis pada nametag yang dikenakan gadis itu tadi, namun tanpa Tama sadari ia sama sekali tidak menyebut atau memanggil nama gadis itu tadi.
Tak lama berselang, pria berkulit putih tampak keluar dari kamar mandi dengan balutan bathrobe putih, ia lantas menuju nakas kecil dekat tempat tidurnya untuk minum. Seteguk air membasahi kerongkongan cucu semata wayang keluarga Aryasatya itu, ia kemudian menuju ke wardrobenya untuk mengganti bathrobenya dengan sepasang piyama berwarna hijau gelap, ia lantas mengenakannya dan menuju ke balkon kamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Piece Of Love [BTS SUGA] ✔
Fanfiction(Trigger Warning ⚠️ : Kecelakaan) Pada akhirnya Adyatama Madani Aryasatya atau yang kerap disapa Tama mau tidak mau harus memimpin perusahaan yang dibangun oleh kakeknya, pasalnya ia menjadi satu-satunya pewaris dari keluarga Aryasatya. Dengan diban...