Setelah menemukan kesepakatan, Maha segera meneguk minumannya dan beranjak dari gazebo, pria itu bergegas pergi sebab ia akan menghadiri pameran seni yang lokasinya berada cukup jauh dari kediaman Tama, tak lupa, pria itu juga mengganti jam tangan mahal miliknya dengan smart watch yang tadi diberikan oleh Tama.
Seperginya Maha, Tama meraih ponselnya, ia menggeser daftar nomor yang ada di kontak dan terhenti pada nomor milik Kirana, ah iya Tama baru ingat kalau dia belum menceritakan pada Maha tentang pertemuannya dengan Kirana dan Haris pagi ini, tapi pilihan untuk tidak bercerita itu sepertinya jauh lebih baik, sebab bila dia bercerita sudah pasti cucu keluarga Wasesa itu akan mencibirnya seperti yang sudah-sudah.
Suara dering ponsel segera membuyarkan lamunan Tama, keningnya berkerut ketika melihat nomor tidak dikenal yang menghubunginya, Tama sebetulnya malas meladeni telepon-telepon yang tidak jelas asal usulnya begini, namun ia juga khawatir kalau telepon ini adalah telepon penting.
"Halo?" Ujar Tama setelah menggeser logo telepon berwarna hijau.
'Tam, sibuk tidak?' Jawab dari seberang.
Tama berdecih kesal, ia kenal betul siapa yang tengah menelepon, ingin rasanya ia segera menutup teleponnya, tapi biar bagaimanapun Tama harus tetap menjaga etikanya, "Aku sangat sibuk." Adalah jawaban Tama.
'Kamu dimana?' Tanya dari seberang.
"Aku tidak perlu memberitahumu, kalau tidak ada yang penting, aku tutup teleponnya." Tukas Tama.
'Ayolah Tam, aku hanya ingin menghabiskan waktu bersama, sebentar saja, mumpung weekend.' Ujar gadis di seberang.
"Aku tutup teleponnya!" Akhirnya Tama memutus hubungan sepihak sebab ia sudah tak ingin lagi mendengar celoteh gadis dari seberang.Tama memasukkan ponselnya ke kantong celana, pria itu segera beranjak dari gazebo dengan membawa proposal dan sebuah jam tangan yang masih berada dalam kotaknya. Hari ini tak ada agenda penting yang harus Tama hadiri, ia hanya akan menghabiskan sisa hari di perpustakaan pribadi miliknya sembari menyelesaikan buku-buku yang baru dibacanya sebagian saja.
Tak terasa malam menjelang dan hari berganti. Keesokan harinya Tama tampak semangat untuk bangun dan segera bersiap-siap, ya, sesuai kesepakatan dengan Kirana kemarin, hari ini Tama akan menjemput gadis itu dan membawanya ke yayasan yang dikelola oleh Jovan dan Haris.
Jam menunjukkan pukul 08.03 pagi, tatkala Tama dan kuda besinya memasuki gang kawasan hunian Kirana. Gang itu tak terlalu lebar, namun jalanannya muat untuk mobil dan tampak bersih sekali, membuat Tama terpana dan hampir melewatkan hunian yang akan dia kunjungi.
"Tuan, anda terlewat!" Teriakan itu membuat Tama seketika menginjak rem mobilnya.
'Astaga!' Umpat pria berkulit putih itu dalam hatinya, "Putar baliknya dimana?" Tanya Tama pada Kirana yang kini mendekat kearah mobil Tama.
"Nanti lurus saja, ikuti jalan ini, sekitar 500 meter lagi ada belokan dan kau akan menemukan jalan besar lagi." Jelas Kirana.
Tama mengangguk, "oh, baiklah."
Keduanya sempat saling diam, "Ayo tunggu apalagi? Kau sudah siap kan?" Ujar Tama.
"Ya ya." Kirana yang gugup segera naik dan duduk di kursi depan sebelah Tama.
Hening kembali menyelimuti kedua insan yang tengah berada dalam mobil, kedua anak manusia itu nampaknya sibuk dengan pikiran masing-masing hingga dering ponsel Tama mengalihkan perhatian keduanya.
Tama segera menjawab panggilan itu melalui headset nirkabel yang dia kenakan di telinga sebelah kanannya,
"Ada apa?" Adakah baris kalimat tanya yang dilontarkan Tama segera setelah telfonnya tersambung.Keduanya berbincang singkat lantas hingga Tama mengakhiri panggilannya, tak ada yang berubah dari ekspresi pria berkulit putih itu sehingga Kirana sama sekali tidak bisa membaca dari siapa telfon tadi berasal dari raut wajah Tama.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Piece Of Love [BTS SUGA] ✔
Fiksi Penggemar(Trigger Warning ⚠️ : Kecelakaan) Pada akhirnya Adyatama Madani Aryasatya atau yang kerap disapa Tama mau tidak mau harus memimpin perusahaan yang dibangun oleh kakeknya, pasalnya ia menjadi satu-satunya pewaris dari keluarga Aryasatya. Dengan diban...