Kicau burung menyambut munculnya sang surya dari ufuk timur, hembusan sang bayu turut membuat suasana pagi itu terasa damai. Benang-benang sinar matahari tampak terurai dari pusatnya bak juntaian benang emas yang melengkapi pemandangan pagi itu.
Kirana tampak masih terpejam dengan damai diatas single bed yang terbungkus bed cover berwarna baby blue, sementara sebagian tubuh mungilnya tertutup selimut bergambar seekor koala berwarna biru yang juga tengah tertidur.
Menit berikutnya gadis itu tampak mengulat dan mulai berusaha membuka matanya, dengan kesadaran yang belum terkumpul seratus persen, tangannya berusaha menggapai ponsel yang berada di nakas dekat tempat tidurnya, ia meraih benda persegi itu dan menyalakannya, tampak gambar mawat merah sebagai lock screen dan jam menunjukkan pukul 06.30 pagi.
Ingin rasanya Kirana kembali terlelap, namun jika ia melakukan hal itu, maka bisa dipastikan bahwa ia akan bangun 3 atau 4 jam lagi dan itu akan membuatnya terlambat datang ke tempatnya bekerja. Akhirnya gadis berambut gelap itu memutuskan untuk bangun dan bersiap-siap pergi berbelanja di pasar pagi dekat tempat tinggalnya, mengingat persediaan buah di huniannya sudah hampir habis.
Setelah mencuci muka dan menggosok gigi, Kirana segera mengisi alat perebus air elektrik yang ada di dapur dengan air lantas menyalakannya, ia ingin ketika ia pulang nanti sudah ada air panas yang bisa digunakan untuk menyeduh teh melati favoritnya.
Jalan ke pasar pagi tak begitu jauh, jadi pada pukul 07.15, Kirana sudah kembali ke tempat tinggalnya. Setibanya di rumah, rupanya Ara juga sudah bersiap-siap untuk pergi bekerja.
"Dari pasar?" Ucap Ara tatkala melihat Kirana tiba dengan membawa kantong belanja.
Kirana mengangguk, "Iya, beli buah sama roti, tumben sekali kamu sudah rapi?" Ujarnya.
Ara meminum teh yang tersaji di depannya, "Ada kunjungan dari kantor pusat makanya aku harus tiba di kantor 1 jam lebih awal, menyebalkan sekali." Tuturnya.
"Oh pantas saja." Kirana terdiam sebab ia tengah sibuk memasukkan buah yang baru saja ia beli ke kulkas setelah mencucinya, "Dan kau minum teh itu sendiri? Padahal aku yang memasak airnya tadi! Apa-apaan ini!"
"Sshhh, jangan berisik, seduh saja sendiri, airnya masih banyak, itu cangkirmu juga sudah kusiapkan tadi, sengaja tidak aku seduh sebab aku tidak tau kau kemana dan apakah pergimu akan lama atau sebentar." Jawab Ara santai.
Kirana tertawa kecil, "Kukira kamu mulai melupakan aku."
"Hhhh, yang benar saja, mana mungkin aku melupakanmu, yang ada setelah ini kamu yang melupakan aku." Ucap Ara.
"Melupakanmu? Maksudnya?" Tanya Kirana polos.
Ara kembali meminum tehnya, lantas meletakkan kembali cangkir putih berisi teh itu kembali ke tatakannya, "Lupa nih pasti, jelas lupa dia." Ara menjeda perkataanya sejenak, "Kan sebentar lagi ada yang mau jadi pacarnya bapak CEO, pasti nanti perhatiannya penuh tertuju untuk bapak CEO, jadi lupa deh ke temannya."
"Astaga! Aku lupa soal hal itu, aku harus menjawab apa nanti kalau dia datang menemuiku? Eh yang benar saja, aku belum menentukan jawabannya." Seketika Kirana menjadi panik.
Tak lama kemudian terdengar suara mobil berhenti di depan hunian Kirana dan Ara, keduanya saling memandang sejenak sebelum mulai menerka siapa yang datang.
"Nah, itu pasti pak Tama, sudahlah jangan berpikir terlalu panjang, kamu juga mencintainya, bukan? Terima saja, sepertinya dia orang yang baik." Saran Ara.
Kirana semakin panik ketika terdengar suara ketukan pintu,
Tok~
Tok~
Tok~Bukannya segera membuka pintu, Kirana justru mematung di dekat kulkas sementara Ara yang menyadari situasi ini segera beranjak dari tidurnya dan berjalan menuju pintu untuk melihat siapa yang datang bertamu.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Piece Of Love [BTS SUGA] ✔
Fanfic(Trigger Warning ⚠️ : Kecelakaan) Pada akhirnya Adyatama Madani Aryasatya atau yang kerap disapa Tama mau tidak mau harus memimpin perusahaan yang dibangun oleh kakeknya, pasalnya ia menjadi satu-satunya pewaris dari keluarga Aryasatya. Dengan diban...