"Seluruh bukti yang baru saja saya tunjukkan kepada anda semua adalah murni hal yang saya selidiki, terlepas dari kekasih saya lah yang mengerjakan riset itu. Satya Corp. dan seluruh jajaran beserta anak perusahaanya menerapkan standar tinggi akan originalitas suatu riset, apalagi riset ini nanti akan menjadi dasar pengembangan bisnis, kalau risetnya saja dilakukan tanpa tanggung jawab, bagaimana bisnis yang akan dibangun kedepannya nanti? Pihak mana saja yang siap menanggung kerugian atas kecerobohan ini?" Ungkap Tama yang membuat seisi aula terdiam, bahkan tidak satupun orang berani bersuara.
"Satya Corp. dibangun oleh tuan Aryasatya dengan susah payah dan dikembangkan dengan kerja keras dan tanggung jawab, bagaimana bisa saya menyetujui hal yang bahkan tidak bisa dipertanggungjawabkan seperti ini? Dan untuk anda, tuan Pradipta Pandega?" Kini seluruh mata dalam ruangan itu tertuju pada pemilik nama yang disebut.
"Tidak ada gunanya melanjutkan acara ini, saya sebagai CEO dan pemilik Satya Corp. menyatakan memutus seluruh kontrak yang sudah dibuat dan ditawarkan kepada perseorang atas nama Pradipta Pandega atas dasar ketidak tanggung jawabannya terhadap riset yang ia paparkan malam ini, sisanya bagian hukum yang akan menyelesaikannya, terima kasih dan selamat malam." Tama menutup pidatonya.
Pria berkulit putih itu lantas menuju tempat Kirana duduk, ia mengajak gadis itu untuk segera pergi sebab ia pun sudah muak sejak tadi, bagaimana bisa anak perusahaanya meloloskan hal seceroboh ini, kalau saja hari itu Kirana tidak menceritakan semua pada Tama, sudah pasti akan banyak pihak yang akan dirugikan atas kerja sama Satya Corp. dengan mantan pacar Kirana.
Tama dan Kirana kini sudah berada dalam mobil, keduanya masih diam terlebih Kirana yang bisa masih berusaha mencerna segala hal yang terjadi beberapa waktu lalu, mulai dari 'acting' lamaran dari Tama, pemaparan kebenaran mengenai riset mantan pacar Kirana hingga kini mereka berada dalam 1 mobil yang entah kemana tujuannya.
"Lapar?" Tanya Tama.
Kirana segera menoleh ke arah Tama, "Eee, iya, aku belum makan apapun sejak sore tadi." Jawabnya.
"Mau makan apa?" Tama bertanya lagi.
"Bagaimana kalau makan makanan pinggiran? Apakah anda keberatan?" Kirana meminta pendapat.
"Boleh saja, tapi cari yang tidak terlalu padat, aku tidak suka berdesakan." Ujar Tama.
Senyum mengembang di wajah Kirana, ia senang bila Tama berkenan diajak makan di tempat makan pinggiran, "Pak, ke jalan Raflesia ya." Kata Kirana memberitahu driver pribadi Tama.
"Baik nona." Jawab driver tersebut.
Mobil melaju dengan kecepatan sedang menembus pekatnya malam, deretan lampu jalan dan lampu dari bangunan di kanan dan kiri jalan membuat pemandangan malam selalu jadi salah satu hal favorit Kirana, bahkan mata gadis itu tampak memancarkan binar bahagia tatkala beberapa bangunan memasang lampu warna warni untuk mempercantik tampilannya.
Setibanya di jalan Merdeka Pusat, keduanya segera turun dan raut wajah Tama mendadak berubah, "Aku kan sudah bilang, jangan ke tempat yang padat, aku malas berdesakan!" Omelnya.
"Sssttt, diam dulu, kita tidak akan makan disini, ikut saja dulu!" Ajak Kirana.
Akhirnya Tama memilih diam dan mengekor pada Kirana, gadis itu melewati kerumunan pembeli yang tengah mengantri di depan beberapa tenand dan food truck yang menjual anega ragam hidangan.
Cukup jauh mereka berjalan hingga menemukan taman kecil di tepi danau yang disana juga terdapat beberapa pedagang makanan, tempat itu suasananya asyik namun entah mengapa tidak terlalu ramai, hanya ada beberapa pasangan muda mudi yang duduk di bangku yang ditata beraturan.
"Bagaimana?" Tanya Kirana.
Tama tampak mengamati sekeliling, "Lumayan." Jawabnya singkat.
Keduanya lantas membeli makanan yang akan mereka santap, Kirana membeli ayam goreng yang disiram saus khas Korea lengkap dengan nasi dan sayur segar sementara Tama membeli 1 set menu berisi mashed potato, steak (tentu grade nya tak sebagus di restoran yang biasa Tama kunjungi) dan ada sayur lainnya juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Piece Of Love [BTS SUGA] ✔
Fanfic(Trigger Warning ⚠️ : Kecelakaan) Pada akhirnya Adyatama Madani Aryasatya atau yang kerap disapa Tama mau tidak mau harus memimpin perusahaan yang dibangun oleh kakeknya, pasalnya ia menjadi satu-satunya pewaris dari keluarga Aryasatya. Dengan diban...