🐾92 days to go🐾
"Yang kemarin katanya jealous, sekarang gimana? Makin jealous nggak tuh?" Fanya berdiri di samping Mahen. Mereka sedang mengamati ruangan rapat yang hanya dibatasi dengan kaca.
Di dalam ruangan itu Mahen dan Fanya melihat interaksi antara Jehan dan Jevan. Kabar pertengkaran Mahen dan Jevan kemarin juga sudah tersebar luas di seluruh kantor. Bahkan Fanya yang notabene sudah dekat dengan Mahen dari dulu pun tidak habis pikir dengan laki-laki itu. Sejak dua tahun lalu Mahen dan Jevan sudah saling bersaing. Banyak orang yang memberikan spekulasi mengenai permasalahan mereka. Hanya saja semuanya terlalu mengada-ada tapi untuk alasan kali ini berhasil membuat Fanya sakit perut karenanya.
"Jealous apanya. Ngada-ada orang kantor. Masih lo percaya aja."
Fanya mengubah pandangannya ke arah Mahen. "Yakin lo ngomong gitu?"
"Yakinlah. Gue cuma nggak nyangka aja bisa kecolongan. Itu anak bisa-bisanya taken kontrak di sini."
"Gue kan kemarin udah bilang sama lo. Itu kontrak dibaca bener-bener. Tapi ...? Atau emang lo aja yang sengaja?"
"Gue lupa nama agensi dia. Yaudah langsung aja gue tanda tanganin. Toh emang hasil fotonya keren-keren. Ya gue professional lah."
"Sekarang aja bilang professional. Kemarin-kemarin ke mana lo?"
"Ngungsi. Awasin tuh anak. Jangan sampai ..."
"Gue bukan pengawalnya Jehan. Jadi kalu lo mau ngawasin. Awasin sendiri lah. Bye." Fanya meninggalkan Mahen. Sedangkan Mahen kembali memandangi sosok orang di dalam sana yang sedang mematangkan konsep dan ide untuk syuting iklan minggu depan.
Setelah kepergian Fanya, mata Mahen dan Jevan bertemu. Jevan menaikkan smirknya dan mendatangi Mahen. Jevan sudah tahu kalau daritadi Mahen mengamati setiap pergerakannya. Maka dari itu Jevan sengaja melakukan skinship berlebih seperti menyentuh lengan Jehan, mengusap rambut Jehan, bahkan sengaja berdiri di belakang Jehan dengan kedua tangannya di samping tubuh Jehan untuk memperlihatkan keintiman mereka. Dan memang berhasil, sejak dia memasuki ruangan itu, sejak itu pula Mahen berdiri di depan kaca untuk mengamati gerak-geriknya.
"Udah cukup belum ngamati gue?"
"Siapa yang ngamatin lo?"
"CEO dengan jadwal segudang dan penuh kesibukan, mana mungkin ada di depan ruang rapat."
"CEO kayak lo juga ngapain sampai rela dateng ke sini? Ke mana anak buah lo?"
"Ya gue jelas. Gue mau ketemu Jehan, sekaligus model yang bakal kerja sama sama salah satu forografer punya gue."
"Bilang aja lo mau deketin dia." Mahen mendekat satu langkah di tempat Jevan berdiri dan tatapannya siap menghujani irish mata Jevan.
"Kan gue udah bilang. Gue juga udah bilang kalau dia cocok jadi model atau aktris juga cocok. Gue yakin bisnis lo kali ini akan sukses."
"Sejak kapan seorang 'Jevan' jadi suportif sama gue?"
"Sejak gue ngelihat ada Jehan di samping lo."
"Gue udah bilang jauhin Jehan kalau lo cuma mau manfaatin dia buat jadi boneka lo."
"Gue nggak manfaatin dia. Gue S.U.K.A. sama dia. Ini belum seberapa Mahen. Nanti gue pasti bisa bikin dia lepas sama lo." Jevan sengaja menekankan kata "suka" untuk memancing amarah Mahen. Benar saja, Mahen langsung memegang lengan Jevan dengan kuat. Tapi hal itu urung dia lakukan ketika Jehan datang dan memegang lengannya.
"Mahen lapar."
"Ayo ke kafetaria."
Mahen sengaja menarik tangan Jehan untuk memegang erat lengannya. Jevan yang melihat itu tentunya tidak mau kalah. Dia bergerak ke tengah-tengah Jehan dan melepaskan ikatan mereka. Mahen langsung membalas Jevan dengan menarik pinggang Jehan untuk mendekat ke arahnya. Kejadian itu tidak berlangsung satu kali saja tapi juga beberapa kali sampai membuat Jehan pusing seketika dengan kelakuan dua manusia ajaib itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
How to be Alive? || Markno
FanfictionKesalahan Jehan hanya satu, salah mencabut nyawa manusia lebih cepat satu hari sebelumnya. Tapi hukumannya tidak main-main. Dia harus menjaga sosok manusia ceroboh bernama Mahendra Yuanda selama seratus hari sebelum kematiannya. Jehan mulai belajar...