🐾90 days to go🐾
Pagi ini tidak seperti pagi-pagi sebelumnya. Tidak pula seperti sabtu pagi kemarin-kemarin. Hari ini tiba-tiba Jehan tidak mendengar langkah kaki Mahen yang melewati kamarnya. Tidak mendengar suara logam yang berbenturan dengan peralatan dapur lainnya. Semuanya terlihat asing pagi ini. Bahkan jantungnya juga terasa berdetak dengan asing. Detak jantungnya tidak seperti biasanya. Tiba-tiba terasa sesak entah dengan alasan apa. Tubuhnya juga terasa pegal karena kemarin dia terlalu memaksakan diri untuk menaiki sepeda dari rumah hingga ke kantor pulang pergi.
Jehan mendudukkan tubuhnya. Lingkar hitam di sekitar matanya terlihat jelas membuat matanya semakin terlihat sayu. Jam dinding yang terletak tepat di arah pandangnya saat ini sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Dia tidak bisa tidur dari semalam. Rasanya tubuhnya terbakar tapi tubuhnya sendiri tidak merasa panas. Jehan heran karena ini tidak seperti dirinya yang biasanya. Rasanya tidak nyaman. Di tambah pagi ini dia tidak mendengar langkah Mahen. Tidak biasanya.
Langkah Jehan sampai di depan pintu kamar Mahen. Dia mendorong pintu itu. Kemarin Jehan tidak pulang bersama Mahen, Jehan pulang bersama Fanya dengan memakai sepeda Mahen. Sedangkan Mahen pulang tengah malam tadi. Entah apa yang diurus laki-laki itu sampai larut malam.
Jehan melangkah secara perlahan mendekat ke arah Mahen. Jantungnya yang awalnya terasa tidak nyaman semakin naik ketidaknyamannya. Jehan lalu memegang dahi Mahen yang terlihat ada keringat dingin di sana. Dahi Mahen terasa panas. Jehan yang mendapat rangsangan panas itu bahkan langsung menjauhkan tangannya. Rasanya suhu Mahen terlalu panas.
Jehan panik, dia segera berlari ke lantai bawah. Di sana ada lima orang pelayan yang sedang membersihkan lantai bawah. Ada yang membersihkan ruang televisi, mengelap perabot rumah Mahen, menyapu, mengepel lantai, dan terakhir ada yang sedang mengambil sampah. Jehan mendatangi pelayan itu karena lebih tua dari yang lainnya. Jehan pikir orang itu pasti tahu bagaimana cara merawat orang. Orang itu juga bibi yang biasanya masak untuk mereka di pagi hari.
"Bibi!" Jehan memanggil dengan tergesa-gesa. Kakinya masih gemetar dan wajahnya terlihat pucat.
"Iya ada apa tuan?" Bibi itu terlihat ikut khawatir setelah melihat wajah ketakutan Jehan.
"Bibi, Mahen badanya panas. Bibi tahu caranya nurunin demamnya?" Jehan menggigit bibirnya setelah mengatakan hal itu. Dia juga khawatir dengan keadaaan Mahen yang tidak sadarkan diri. Beberapa kali Mahen juga memanggil mamanya.
"Tuan Jehan tenang ya. Tuan tunggu di kamarnya tuan Mahen. Saya akan mengambil air dan handuk."
"Oke bi." Jehan lalu berlari kembali ke atas tempat tidur Mahen. Dia kembali mendapati tubuh Mahen yang terlihat menggigil di bawah selimut. Jehan lalu
"Hesss ... panas tapi kaki aku dingin."
Jehan lalu mengecek kaki Mahen, rasanya sangat dingin. Jehan lalu mengambil handuk dan membasahinya di wastafel dengan air panas. Handuk itu diperas sampai sembilan puluh persen airnya turun ke bawah. Jehan lalu meletakkan handuk hangat itu ke bawah kaki Mahen.
Beberapa menit setelahnya bibi datang sambil membawa air di dalam wadah dan handuk kering di tangannya. Bibi meletakkan kedua benda itu ke atas nakas. Lalu bibi beralih menarik laci di dalam nakas. Di sana ada beberapa obat rumahan biasa seperti paracetamol, ibuprofen, aspirin, obat diare, obat sakit lambung, dan beberapa obat yang yang ada di P3K lainnya.
Bibi mengambil thermometer digital dan meletakannya di atas kulit Mahen. Bibi membiarkan sensor itu diam selama beberapa detik. Setelahnya muncul tiga angka di sana dengan tulisan, "38,5." Selanjutnya bibi mengambil handuk dan membasahinya dengan air biasa yang diambilnya tadi. Bibi lalu meletakkan handuk itu ke dahi Mahen. Setelahnya bibi membuka selimut Mahen. Orang sakit demam sebenarnya tidak diperbolehkan untuk memakai selimut agar udara panas dari tubuh Mahen tidak terperangkap di dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
How to be Alive? || Markno
FanfictionKesalahan Jehan hanya satu, salah mencabut nyawa manusia lebih cepat satu hari sebelumnya. Tapi hukumannya tidak main-main. Dia harus menjaga sosok manusia ceroboh bernama Mahendra Yuanda selama seratus hari sebelum kematiannya. Jehan mulai belajar...