12. Do You Have love for Me?

827 119 15
                                    

🐾94 days to go🐾

"HAHAHA." Suara tawa itu memenuhi ruang bawah, tepatnya di lantai pertama di depan televisi. Siapa lagi kalau bukan sosok laki-laki pemilik senyum bulan sabit yang sedang menikmati pagi harinya di depan televisi bersama dengan kartun kesayangannya, Bare Bears. Tingkah lucu ketiga hewan bernama Grizzly, Panda, dan Ice Bear yang sedang bertengkar itu berhasil membuat Jehan tertawa terpingkal-pingkal. Sesekali mulutnya disesel dengan sereal pagi yang dibuatnya dengan mencampurkan susu.

Tampilan Jehan sudah kembali seperti biasa. Gayanya jika ada di rumah. Hoodie berwarna-warni favoritnya tidak akan pernah tertinggal. Kali ini dia memakai hoodie berwarna merah terang. Kalau kata Mahen "siap mencolok mata Jehan". Kaki Jehan naik satu ke pinggiran sofa, tangan kanannya menumpu kepalanya, dan tangan kirinya menyuapkan sendok ke dalam mulutnya. Jehan terlihat sudah ahli dalam menikmati waktu rebahan.

"Kamu ngapain Je?" Mahen meletakkan tasnya ke atas sofa. "Ini sereal yang bikin bibi? Tumben." Mahen mengambil sereal yang ada di atas meja.

"Enggak ih. Yang bikin aku itu. Cobain Mahen." Jehan mengambil suapan serealnya. Jehan menunggu satu sendok itu sampai ke dalam mulut Mahen. Setelah satu suapan masuk, Jehan tersenyum dengan senang. "Gimana? Enak nggak?"

"Ya tentu aja enak. Kan tinggal nuangin sereal, lalu tambah susu. Emang apa yang diharapkan?"

Jehan menurunkan senyumannya. "Harusnya Mahen tuh seneng gitu, kan yang bikin aku. Perjuangan tahu. Perjuangan bangun pagi." Jehan mengaduk mangkoknya dengan kasar sampai menimbulkan suara dari gesekan sendok logam dan mangkok porselennya. Bibirnya mengerucut ke depan. Entah menghilang ke mana nafsu makannya.

"Kamu kenapa pakai hoodie? Inget ya Je, nggak boleh pakai hoodie ke kantor. Ganti sana." Mahen mengecek jam tangannya. Masih ada sisa satu jam lagi, masih cukup waktunya.

"Dih, siapa bilang aku mau pergi ke kantor? Kan aku udah nggak kerja lagi." Jehan memasukkan serealnya dengan kasar sampai membuat dirinya tersedak dengan air susu itu. Mahen dengan cekatan menuangkan air putih ke dalam gelas dan memberikannya kepada Jehan.

"Makanya kalau makan itu yang rapi Je."

"Salah Mahen sendiri nggak menghargai kerja keras. Aku bangun pagi-pagi buat bikin ini loh." Jehan menatap Mahen dengan sengit. Jika Jehan berada di dunia fantasy, mungkin mata Jehan sudah bisa membakar Mahen sampai menjadi abu.

"Kayaknya kita nggak ngomongin itu deh Je."

"Ah udahlah Mahen ngeselin." Jehan berdiri dari duduknya dan menghentakkan kaki dengan kasar. Dia berniat untuk masuk ke dalam kamarnya tapi langkahnya tertahan ketika Mahen mengiterupsinya.

"Siapa yang bilang kamu nggak kerja lagi?"

Jehan menolehkan kepalanya. Menatap mahen dengan tajam. "Kan aku sekarang jadi modelnya."

"Ya terus?" Mahen menyedekapkan tangannya. Wajahnya berubah tegas, tidak ada lagi raut biasa yang dia tampilkan. Auranya apalagi, sekarang Jehan yang gentar dibuatnya. Tapi Jehan mengangkat wajahnya, berusaha tidak terpengaruh.

"Ya aku nggak perlu dong ke kantor. Mau ngapain coba."

"Emang modal kamu buat jadi model itu udah ada? Coba jalan dari sana ke sana sambil bawa air ini." Mahen menuangkan air kembali ke dalam gelas sampai penuh. Hanya tersisa tiga mililiternya saja yang masih kosong.

Dengan langkah angkuhnya Jehan mengambil gelas itu. Jehan menelan salivanya dengan berat. Ini sih sudah seperti ujian hidup untuknya. Beruntungnya dia berhasil mengambil gelas itu tanpa menjatuhkan isinya.

"Kamu jalan, tapi jangan sampai membuat air itu jatuh atau goyang. Kalau iya, berarti kamu harus ikut ke kantor."

Jehan lalu berjalan dengan pelan dan hati-hati. Tiga langkah pertama Jehan bisa melakukannya, tapi setelah itu air di dalam gelasnya bergoyang karena tangan Jehan tiba-tiba tremor dan membuat air itu tumpah ke lantai. Mungkin memang nasibnya Jehan bertemu dengan manusia-manusia kantor seperti dua hari kemarin.

How to be Alive? || MarknoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang