🐾95 days to go🐾
Jehan telah memikirkan pilihan terbaik untuk hidupnya hari ini. Awalnya dia berpikir untuk meninggalkan rumah Mahen pagi ini, tapi dia yakin dia tidak bisa hidup di luar. Hidup bersamaan Mahen lebih enak karena semuanya sudah terpenuhi. Kalau di luar? Jehan tidak bisa menjamin kelangsungan hidupnya.
Kedua, Jehan berpikir untuk mengunci pintu kamarnya agar Mahen tidak bisa masuk, tapi Mahen mempunyai kunci cadangan yang entah di mana laki-laki itu menyimpannya. Karena sudah buntu, yang bisa Jehan pilih sekarang ya hanya bertahan.
Paginya, Jehan membawa satu kantong makanan ringan beserta susu UHT satu liter di dalam dekapannya. Begitu masuk mobil, Jehan mendapatkan tatapan mengintimidasi dari Mahen. Kali ini yang menyetir adalah Mahen sendiri.
"Kamu ngapain Je?"
"Menyiapkan bahan untuk perang." Jehan membuka salah satu makaroni pedas dan mengunyahnya.
"Ya nggak semuanya dibawa Je. Ntar gapunya camilan lagi di rumah."
"Gampang sih. Kan ada black card-nya Mahen. Tinggal tunjuk juga sampai di rumah."
Mahen memutar kepalanya ke arah Jehan. "Gampang banget ya."
"Iya gampang dong."
"Gampang juga sih Je, tinggal dipencet blokir itu kartunya."
"Jangan dong Mahen. Hah ... pedas." Jehan membuka tutup susu dan meminum isinya. Mahen merasa agak-agak tidak ikhlas satu botol itu diminum langsung oleh Jehan. Jehan mau mabok susu atau gimana? Tapi karena Mahen tidak mau berdebat—yang pada akhirnya tidak berguna juga—Mahen memilih diam saja. "Kemarin akutuh kelaperan bangetttttt Mahen. Jadi aku berinisiatif untuk membawa ini."
"Serahlah Je."
🐾 🐾 🐾
Di dalam ruangan berukuran dua kali tiga meter itu sedang berlangsung rapat untuk mendiskusikan produk baru yang akan dikeluarkan bulan depan, terhitung lima belas hari dari sekarang. Setelah mempresentasikan rancangannya, Gea—selaku yang bertanggung jawab untuk proyek ini—mengusulkan konsep iklan agar produk kali ini lebih banyak menggait pembeli daripada produk bulan sebelumnya.
"Untuk iklan tersebut, saya memiliki konsep adanya efektifitas dan efisiensi produk yang bisa digunakan oleh orang yang tinggal sendirian. Sekarang banyak anak muda yang lebih memilih untuk tinggal sendirian. Mereka menganggap bahwa hidup mandiri adalah sebuah tanda kedewasaan. Maka dari itu konsep yang cocok untuk mengiklankan meja portable ini dengan konsep seperti itu." Gea menutup presentasinya dengan penjelasan konsep iklannya.
"Bagaimana modelnya? Apa sudah ada gambaran?" tanya Mahen sambil melihat kembali bahan presentasi Gea.
Gea tentunya tidak memiliki pandangan model yang bersangkutan. Sebelumnya dia telah menghubungi model yang bersangkutan, tapi ternyata tidak ada jadwal kosong. Untuk itu Gea memutar-mutar pikirannya. Matanya tiba-tiba terfokus pada Jehan yang sibuk mencatat di laptopnya. Jehan sedang menuliskan notulensi rapat ini dengan pelan. Wajahnya terlihat serius dalam memencet satu persatu keyboard laptop. Beruntungnya otaknya berkapasitas tinggi, meskipun sudah jauh tertinggal, dia masih bisa mengingat semua inti rapat itu. Yang kurang hanya menuliskannya saja di dalam teknologi modern itu.
"Bagaimana kalau Jehan saja Pak? Saya rasa dia bisa menjadi model iklan untuk produk kita kali ini. Sekaligus bisa menghemat dana kantor."
Semua yang ada di ruangan itu langsung terfokus kepada Jehan. Suara ketikan Jehan berhenti. Dia mengangakat kepalanya dengan perlahan. Lalu berkedip beberapa kali. Beberapa detik setelahnya Jehan memamerkan giginya yang rapi. Lalu menatap Mahen yang menatapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
How to be Alive? || Markno
Fiksi PenggemarKesalahan Jehan hanya satu, salah mencabut nyawa manusia lebih cepat satu hari sebelumnya. Tapi hukumannya tidak main-main. Dia harus menjaga sosok manusia ceroboh bernama Mahendra Yuanda selama seratus hari sebelum kematiannya. Jehan mulai belajar...