10. HUWAAA!

787 129 15
                                    

"Gimana kabar soal kematian Bunda?"

"Belum ada kabar, polisi masih nyari jejak pelakunya" ucap Dama menggelengkan kepalanya sembari menghela nafas panjang.

"Yaudah kalo gitu tunggu aja" timpal Taka beranjak dari duduknya. Membuat keduanya menoleh menatapnya.

"Gue ke kamar dulu, udah ngantuk" ucap Taka beranjak pergi meninggalkan ruang keluarga.

"Yaudah, ayo bubar"

.

Jenu berjalan dengan mengendap endap menuju ke luar rumah, dia dengan was was melihat kanan kiri sembari terkekeh pelan, ternyata rasanya seru juga bermain petak umpet begini, itulah yang mungkin sedang berada di fikirannya.

Tuk... Tuk... Tuk...

"..!.."

Jenu terjingkat kaget ketika mendengar suara ketukan sepatu, dia dengan buru buru langsung berlari cepat menuju ke arah pintu rumah dan berlari keluar dari pekarangan rumahnya sendiri seperti tengah di kejar kejar oleh makhluk halus, padahal itu hanyalah seseorang dari keluarganya sendiri, aneh sekali fikir Jenu menggelengkan kepalanya tak habis fikir dengan dirinya sendiri.

Sembari bersenandung riang, Pemuda manis tersebut terus melangkahkan kakinya menuju ke halte bus, sesekali dia akan menyapa beberapa tetangga yang tengah sibuk di halaman rumah mereka masing masing hingga akhirnya dia tiba di halte bus. Ternyata bus nya sudah menunggu di sana, dengan cepat dia melangkah masuk ke dalam bus.

Hening, hanya ada suara deru mesin dan juga beberapa penumpang yang tengah saling mengobrol atau hanya sekedar sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Jenu hanya diam, tiba tiba sekelebat ingatan membuatnya termenung lama, ingatan yang sesungguhnya tidak pernah ingin dia ingat karna dia tidak pernah ingin melakukan segala hal yang berada di ingatannya.

Namun mau bagaimana lagi? Jeje juga termasuk bagian dari dirinya, itu berarti apapun yang dilakukan oleh Jeje, maka itu jugalah yang dia lakukan. Jeje hanyalah semacam halusinasi ego nya semata yang tanpa sengaja dia ciptakan namun tak dapat dia hilangkan kembali.

"Hahhhh..."

Tak lama bus pun berhenti di tempat tujuan Jenu, dia dengan gembira membayar sopir dan langsung berlari memasuki gerbang sekolah dengan riang. Dia sudah tidak sabar ingin bertemu Hangga dan juga Yena sahabat baiknya.

.

"Hahhh! Males banget gue sekolah!"

Ctak!

"Awh! Anjir gila lo jitak gue keras begitu ha?!" Seru Hangga menggosok dahinya yang terasa panas akibat jitakan Yena, yang benar saja hah!

"Makanya, jadi orang gak usah males, tinggal dengerin guru apa susahnya sih" omel Yena acuh tak acuh.

"Ya lo pikir aja lah ya, siapa yang mau tiap hari di suruh menghadap buku selema lebih dari 12 tahun berturut turut, capek gue anjir! Mana gak pinter pinter!" Sanggah Hangga dengan tatapan tak terima kepada saudaranya tersebut. Bayangkan saja kita di suruh belajar sejak kecil, namun saat besar banyak hal yang akhirnya tidak akan di gunakan, ah sia sia sekali.

"Gak usah mikir hal sesat lo!" Ucap Yena sinis menoyor kepala Hangga, dia sudah hafal dengan isi kepala saudara kembar bodohnya itu, sangat tidak dapat di andalkan. Untuk siapapun yang sudah mendaftar menjadi calon istri ataupun pacarnya, di mohon untuk resign segera.

"Hmph!" Dengus Hangga kesal.

"DOR!"

"FAK! EH FAK!"

PLAK!

"ANJIR! SAKIT BEGO!"

Hangga menoyor kepala Yena yang sudah dengan sembarangan menggeplaknya senyaring itu. Bayangkan saja bagaimana rasa pedasnya hah!

MFS ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang