"Minggir lo!"
Jenu sedikit terhuyung ketika merasakan dirinya di tabrak di pintu, kepalanya segera menoleh menatap siapa orang yang menabraknya. Matanya langsung saja bertemu dengan sepasang mata tajam yang dingin dan penuh kebencian milik Manu, membuatnya terdiam.
"Kak Manu" sapa Jenu tersenyum manis. Manu hanya mendengus kasar dan langsung masuk ke dalam rumah tanpa melihat ke belakang. Jenu menatap punggung Manu yang semakin menjauh dengan bingung, Kakaknya itu seperti sedang marah, tak seperti biasanya yang acuh tak acuh.
"Minggir"
"Hu?!" Jenu tersentak kaget dan langsung mundur beberapa langkah, dia mendongak melihat Hanu yang tengah menatapnya dengan alis berkerut.
"Gak usah di pintu lo" ucap Renu malas dan langsung masuk ke rumah diikuti oleh Hanu di belakangnya. Jenu yang melihat punggung keduanya lantas langsung ikut masuk berlari ke arah kamarnya berada.
Jenu memasuki kamarnya dengan riang, namun kepalanya masih memikirkan tentang saudaranya, kenapa sepertinya mereka menjadi lebih galak daripada sebelumnya? Eh tunggu?! Jenu memiliki Janji dengan Dama hari ini!
Jenu memukul kepalanya tak habis fikir, dia ini ternyata pelupa sekali. Dengan cekatan dia berlari keluar kamarnya dengan terburu buru.
Bruk!
"Akh!"
"Eh?! J-Jinu?! Maafin Kakak!" Jenu dengan buru buru membantu Jinu yang tersungkur di lantai akibat tabrakannya dengan khawatir.
"Kamu gak papa?" Tanya nya menatap depan belakang tubuh Jinu dengan cemas. Jinu hanya diam dan bergumam, namun matanya terus saja menatap wajah Jenu.
"Huhhh syukurlah kalo gitu, maaf ya Kakak lagi buru buru" ucap Jenu tersenyum tipis ke arah Jinu yang hanya diam. Dia berniat untuk melanjutkan langkahnya, namun tangannya segera di tahan oleh Jinu.
"Hu?" Jenu dengan bingung menatap wajah tenang Jinu yang tengah menahannya. Apakah Jinu ingin dia temani bermain juga sama seperti Chenu saat itu? T-tapi hari ini dia sedang buru buru??? Batin Jenu cemas.
"Mau kemana?" Suara barithon milik Jinu memasuki pendengarannya.
"Kakak mau ketemu temen sebentar, kalo Jinu mau di temenin main kaya Chenu waktu itu tunggu Kakak pulang ya? Gapapa kan? Sebentar aja kok" jawab Jenu cepat, raut wajahnya tampak semakin cemas, Dama pasti sudah menunggunya lama. Apalagi jarak sekolah ke rumahnya itu lumayan jauh.
"Kak..."
Jenu membeku di tempatnya, kedua mata hitamnya menatap wajah tenang Jinu dengan sedikit tak percaya, ini pertama kalinya dia di panggil Kak oleh adiknya, dan itu secara tiba tiba, membuatnya terkejut.
"I-iya?" Tanpa sadar Jenu menjadi gugup di tatapi oleh Jinu sejak tadi.
"Gak usah di terima"
"Ha?"
Jinu tak memperdulikan tatapan tak mengerti Jenu dan langsung pergi begitu saja, dia tau pasti Jenu ingin bertemu dengan Pemuda waktu itu, tapi entah kenapa dia tidak ingin Jenu menerima tawaran itu, entahlah.
.
Jenu dengan linglung menatap jalanan di hadapannya, dia masih memikirkan ucapan adiknya, otak kecilnya akhir akhir ini teralalu sering di bebani pikiran, membuatnya sedikit pusing.
"Jenu!"
Jenu mendongakkan kepalanya, ternyata tanpa sadar dia telah sampai di taman dekat sekolah. Dia langsung saja tersenyum lebar menghampiri Dama.
"Maaf ya Kak, tadi Jenu lupa" ucap Jenu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sama sekali. Dama mengangguk maklum.
"Gapapa, yang penting kamu tetep datang" ucapnya tersenyum simpul.
"Oiya, jawaban Jenu...."
.
"Kei"
"Hm? Kenapa?" Pria yang di sebut namanya menoleh menatap wanita cantik yang tengah duduk di pinggir tempat tidur dengan tanda tanya di wajahnya.
"Sampe kapan aku harus di rumah kamu?" Tanya wanita tersebut dengan wajah lesu, sudah cukup lama dia tinggal di rumah sahabat dekatnya ini, dia tidak ingin merepotkannya terus terusan.
"Tunggu anakmu nyelesain semuanya" jawab acuh Pria yang tengah sibuk memperbaiki jam di gital tak jauh dari wanita tersebut.
"Harusnya semua udah selesai bertahun tahun lalu kan? Kenapa sekarang bermasalah lagi???" Desah wanita tersebut menghela nafas panjang, dia benar benar bosan jika harus di dalam rumah setiap saat, dia merindukan rumahnya sendiri.
"Isla meninggal, pasti kamu yang akan di cari" Kei, Pria tersebut memutar matanya dengan malas menghadapi segala keluh kesah sahabatnya itu.
"Tapi gak ada hubungannya sama aku!"
"Gak ada? Kamu sodara kembarnya! Kalian mirip! Bahkan anakmu dan anaknya pun memiliki sedikit kemiripan!" Sentak Kei menatap tajam Wanita tersebut. Walau usia mereka sudah hampir kepala empat, namun kulit putih bersih yang cantik benar benar tak merubah penampilan keduanya sedikitpun.
"Jangan ungkit itu, Aku udah kirim Rico ke Amerika!" Bantah wanita tersebut menatap Kei dengan tatapan tak terima, dia masih tak habis fikir mengapa saudara kembarnya mempersulit kehidupannya yang biasa saja sejak dulu.
"Avika! Kamu lupa? Rico pulang nyari kamu, dua hari lagi dia sampai di Indonesia" Kei dengan kesal memperingati Avika, wanita tersebut dengan lelah, dia yang tertekan disini, sejak dulu dia harus membantu masalah Avika hingga sekarang.
"Hah?! Kenapa dia nyariin aku?!" Kejut Avika dengan tatapan tak percaya.
"Kamu udah dia anggap ibunya, tentu dia nyariin kamu" jawab Kei malas sambil meletakkan jam digital di tangannya ke atas nakas samping tempat tidur, jam tersebut sudah menunjukkan pukul 08.30 pm.
"TAPI AKU BUKAN IBUNYA! Aku bukan Isla yang ngelahirin dia!" Bentak Avika menatap tajam Kei.
"Tapi kamu yang selama ini diam diam ngebesarin dia. Dia juga udah sering nemuin kamu kan tiap tahun, kenapa harus kaget?"
"Hahhh... Kamu juga pasti paham" Avika menghela nafas panjang sembari membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur.
"Anak aku sendiri aku lupain, sedangkan aku harus ngurus anak orang yang udah jauhin aku dari anakku, susah Kei" lanjutnya menutup kedua matanya dengan ekspresi enggan di wajahnya. Dia bahkan baru mengetahui keberadaan anaknya belum lama ini berkat bantuan Kei sendiri, dia tidak menyangka ternyata Kei sudah lama kenal dekat dengan Anaknya, mengapa orang bodoh itu tidak mau memberitahunya!
"Udahlah, lupain. Setengah jam lagi turun buat makan malam, malam ini dia bakalan datang" Kei bangkit dari duduknya berjalan keluar kamar. Avika dengan kaget membangunkan tubuhnya menatap punggung Kei yang semakin menjauh dengan tak percaya.
"APA?!"
.
Jenu sekarang tengah merenung di dalam kamarnya, entah kenapa akhir akhir ini otak kecilnya sering kali memikirkan banyak hal, tiba tiba dia merasa bahwa dirinya telah dengan paksa di rubah oleh keadaan, dia yang dulu tak mengerti dunia dan sibuk bermain kini sedikit demi sedikit di tarik dari kehidupan polosnya dan di paksa untuk berpikir keras agar dapat melanjutkan hidupnya.
Ternyata semakin dewasa semakin menyedihkan kehidupan seseorang, dia benar benar tidak menyukainya, ini membuat kepalanya berdenyut setiap saat. Jenu melirik toples kaca kosong di atas nakas dengan frustasi, akhirnya dia hanya dapat mengonsumsi obat yang sudah lama dia sisihkan di dalam laci nakasnya. Dia berharap Manu dapat memberinya banyak permen Jelly.
Nah ini akhirnya up
Buat cerita yg lain nyusul ya, tunggu aja ya
Btw, moga suka ( .◜‿◝ )♡Jangan lupa vomment
KAMU SEDANG MEMBACA
MFS ✓
RandomBukan BL ya Just family genre brothers (〒﹏〒) "Abang..." "Pergi! gue jijik sama lo!" . "Hanu! ayo kita main!" "Apaansih Jen?! gue lagi ngegame tau! pergi sana!" . "Itu boneka Renu? Jenu mau pegang!" "JANGAN SENTUH! NTAR KENA NODA MATA LO! MINGGIR!" ...