"Polisi Nelfon, katanya pelaku udah di temukan, di ngirim foto" Dama duduk di sofa, menatap kedua saudaranya.
"Mana?" Tama mendongak, menatap Dama.
"Ini susah di percaya, tapi memang semua bukti mengarah ke dia" Dama menunjukkan layar ponselnya. Seketika Taka dan Jefran membelalakkan mata tak percaya.
"Pantesan tuh anak liatin foto Bunda waktu ke sini" Jefran tersenyum sinis.
"Emang seharusnya kita gak tertipu sama penampilan" geram Taka meremas bantalan Sofa yang tengah dia peluk.
Ting... Tong...
Ketiganya saling melirik, ketika mendengar suara bel berbunyi. Mereka menoleh, menatap jam di dinding, sudah pukul 11.30 malam.
"Biar gue yang bukain" Jefran bangkit dari dududknya, Dama dan Taka mengangguk setuju. Jefran langsung melangkah menuju ke arah pintu, dengan waspada dia membuka pintu tersebut.
Ceklek
"Sia... Eh Jenu?" Serunya kaget, ketika Jenu berdiri di depan pintunya dengan senyum tipis menghiasi wajahnya.
"Malam Kak, maaf datang malam malam, Jenu cuma mau nepatin kata kata Jenu buat terima tawaran jadi adik kalian" ucap Jenu dengan canggung, dia tidak enak sebenarnya mengganggu mereka di malam hari.
"Oh itu, iya iya silahkan masuk" Jefran dengan ramah membuka lebar pintu rumahnya, Jenu mengangguk, lalu masuk ke dalam rumah, Jefran menutup pintu rumahnya, lalu mengajak Jenu untuk ke ruang keluarga.
"Bang, Ada Jenu" seketika Dama dan Taka langsung menatap keduanya, mereka diam diam saling melirik tanpa sepengetahuan Jenu, lalu memperlihatkan kilatan tajam di mata masing masing.
"Jenu! Akhirnya kamu datang juga!" Dama bangkit dari duduknya, menghampiri Jenu dengan senang, memeluk pundaknya dan menuntunnya untuk duduk di sofa.
"Hehe iya" Jenu dengan canggung mnyengir lebar.
"Mau duduk duduk dulu, atau mau langsung ke kamar aja?" Taka bertanya kepada Jenu dengan senyum lembutnya. Jenu mendongak, menatap Taka sejenak.
"Um... Boleh Jenu langsung ke kamar aja Kak? Jenu udah ngantuk..." Ucap Jenu ragu, dia takut tidak sopan di rumah orang.
"Tentu, Ayo kita antar Jenu ke kamar khususnya" Taka bangkit, memberi isyarat kepada kedua saudaranya yang langsung mengerti.
"Ayo" Dama dengan kasar menarik tangan Jenu, membuat alis Jenu berkerut, dia entah mengapa merasa ada yang berbeda dengan Dama dan yang lainnya.
"Ikat dia"
Belum sempat Jenu menyelesaikan fikirannya, suara dingin Taka membuatnya tertegun, sebuah tali yang kokoh dan kuat langsung melilit tangannya, mengikatnya dengan kuat, membuatnya meringis kesakitan.
"K-kak?" Jeno dengan bingung menatap Taka yang berdiri di hadapannya dalam diam.
"Diem" Taka melakban mulut Jenu, membawa Jenu ke gudang, lalu mengikatnya di kursi dengan erat, tak lupa mengikat kedua kaki Jenu.
"?!" Jenu menatap ketiga pria yang berdiri di hadapannya dengan tak percaya, bukankah mereka memintanya untuk tinggal bersama mereka sebagai adik? Mengapa sekarang? Apakah itu hanya tipuan agar dapat menyanderanya?
"Mulai sekarang, lo bakalan tinggal di sini, gak usah makan, gak usah mandi, gak usah ngapa ngapain. Biar kita yang nyiksa lo sebagai balas dendam!" Dama meremas rambut Jenu, menariknya dengan cukup kuat, membuat Jenu meringis diam diam. Dia tak mengerti apa yang di maksud Dama, memang apa yang telah dia lakukan salah?
"Ck ck! Muka penuh dosa ini buat gue muak!"
Plak!
Suara tamparan menggema di gudang gelap tersebut, bahkan kepala Jenu sampai miring ke samping mendapat tamparan sekeras itu.
"Ambil pisau" seru Taka dingin, Dama langsung saja pergi, tak lama dia kembali dengan tiga buah pisau di tangannya.
Mata Jenu melebar, dia menggeleng gelengkan kepalanya, mencoba untuk melepaskan diri dari ikatan mereka, namun nihil, itu terlalu kuat.
"Diem!" Jefran dengan kejam menusukkan pisau pemberian Dama di bahu Jenu.
"HMPH!" Jenu bergerak kesakitan, dia memejamkan matanya dengan erat untuk menahan rasa sakitnya.
"Ay ay, lo bisa mutilasi tubuh orang dengan tenang, tapi di giniin doang udah kesakitan? Lawak lo!" Jefran semakin menekan pisau di bahu Jenu, sedangkan Jenu semakin menahan erangannya, itu menyakitkan sungguh, dia jarang sekali di lukai, walau sudah sering di pukuli.
"Mata hitam lo bagus, gue jadiin pajangan aja kali ya?" Tubuh Jenu langsung menegang, matanya menatap ngeri Taka yang berjalan menghampirinya, dia dengan spontan menggeleng gelengkan kepalanya dengan putus asa. Jangan!
"Kenapa geleng? Gamau? Tapi gue mau!" Taka mengangkat pisaunya, Jenu memejamkan matanya dengan erat, menggerakkan kepalanya kebelakang untuk menjauh dari Taka, namun dia di ikat, dia tak dapat melakukan apapun.
Jleb
"HMPH!! HMPH! MPH!" Jeno dengan kesetanan bergerak gerak di kursinya, sakit! Itu sakit sekali! SAKIT! darah hitam mengucur deras dari mata kirinya, membawa perasaan tak tertahankan secara fisik dan mental.
Apakah dia di lahirkan untuk di sakiti? Dia baru saja di usir dengan kejam oleh keluarganya sendiri, sekarang dia akan di siksa oleh orang yang berkedok ingin menjadikannya adik? Apakah kepercayaannya seperti sebutir sampah yang pantas untuk di injak injak?!
Selain sakit fisik, Jenu juga mengalami sakit di hatinya, dia hanya ingin lehidupan yang bahagia dan normal, mengapa??? Mata kanan Jenu kini juga mengeluarkan cairan merahnya, dia tak dapat membendung perasaan sedih yang menderanya.
Pada akhirnya semua manusia sama saja bukan? Jenu tersenyum kecut di hatinya.
Ctak!
"?!" Jenu kembali menggeram keras ketika Taka dengan kejam mencungkil mata hitamnya begitu saja, darah hitam mengalir di mata Jenu yang tertutup, kulitnya sudah pucat, mata itu... Mata itu satu satunya bentuk keberadaan Jeje... Jenu tertegun cukup lama, melihat bola hitam yang Taka pungut tanpa mengerutkan keningnya, itu... Itu mata berharganya! Walaupun Jenu sering mengeluh tentang mata itu, tapi jujur Jenu menyukainya! DIA MENYUKAI MATA ITU!!
"HMPH! HMPH!" KEMBALIKAN!
Jenu dengan brutal berusaha melepaskan diri, membuat kursi yang di dudukinya terus bergerak gerak, dia menyesal! Menyesal tidak menuruti kata kata Jisung! Dia menyesal! Jisung benar, harusnya dia tidak menerima tawaran Dama, lagi lagi Jenu tersenyum kecut di dalam hatinya.
Malam ini, menjadi malam terkelam yang pernah Jenu lalui, padahal malam ini adalah hari ulang tahunnya, tepat jam 12 malam nanti, umurnya akan bertambah, haha apakah ini hadiah untungnya? Kalau begitu dia sangat tidak menyukainya, berharap tuhan akan memberinya hadiah yang lain, tidak yang seperti ini.
Jenu akhirnya menyerah, dia hanya diam di kursinya, menatap kosong, biarlah apapun terjadi padanya, toh pada akhirnya memang tak ada yang perduli dengan dirinya. Tiba tiba saja dia teringat senyum Hangga dan juga Yena, ah di sekolah adalah satu satunya kebahagiaannya, mata Jenu berkilat sendu memikirkannya.
"Kenapa? Nyerah? Gak mungkin!" Kini giliran Dama, dia dengan kejamnya menusukkan pisau di tangannya ke arah paha Jenu dengan ganas, Jenu memejamkan matanya menyakitkan, namun menahan diri untuk menggeram. Ayo Jenu, anggap saja ini sedang bermain sama seperti saat kamu bermain dengan Chenu dulu.
'Jenu kangen Bunda...'
Yoit!
Semoga feelnya dapet, soalnya Viel ngetik gak dapat feel nya (〒﹏〒)
See u~
KAMU SEDANG MEMBACA
MFS ✓
RandomBukan BL ya Just family genre brothers (〒﹏〒) "Abang..." "Pergi! gue jijik sama lo!" . "Hanu! ayo kita main!" "Apaansih Jen?! gue lagi ngegame tau! pergi sana!" . "Itu boneka Renu? Jenu mau pegang!" "JANGAN SENTUH! NTAR KENA NODA MATA LO! MINGGIR!" ...