21. Akhir Tragis

1.3K 107 33
                                    

Jenu mendongak, menatap wajah saudaranya satu persatu, ternyata selama ini dirinya bukanlah saudara kandung mereka, mungkinkah karna ini mereka membencinya?

"Hallo..." Sapa Jenu terasenyum tipis, dia tak tau harus bereaksi bagaimana, semenjak mata hitamnya di gali dan kini di jahit, dia merasa sedikit tidak nyaman dan aneh, mungkin karna tak adanya Jeje atau karna pandangannya hanya ada sebelah mata, walaupun dulu sama saja.

"Maaf, Bunda sama Ayah udah kasih tau semua, Abang sebagai perwakilan buat saudara saudara Abang minta maaf buat semua yang udah kita semua lakuin selama ini" Manu membungkukkan tubuhnya 90° dengan ekspresi rumit, dia merasa malu dan tak enak pada Jenu atas apa yang mereka lakukan selama ini.

"Makasih ya udah mau datang, Jenu seneng banget kalian di sini, buat yang lalu biarlah berlalu" ucap Jenu tersenyum lembut, dia tak menyalahkan mereka, dia menyalahkan dirinya sendiri karna terlalu lemah dan bodoh dulu.

"Kak Jenu, Chenu minta maaf!" Chenu dengan penuh rasa bersalah menggenggam tangan Jenu, dia benar benar sudah membuat Jenu menderita beberapa kali. Jenu menatapnya dan menggeleng.

"Gapapa, cukup. Gak perlu minta maaf lagi, Boleh bantu aku naik kursi roda? Aku mau jalan jalan" sebuah cahaya melintas di mata Jenu dengan sekilas, tak ada yang memperhatikannya sama sekali.

"Ini, Bang Manu, bantuin Jenu" Seru Renu mendorong sebuah kursi roda yang tadinya berada di pojok ke arah ranjang rawat Jenu. Manu mengangguk dan membantu menopang tubuh Jenu dengan bantuan Janu. Jinu dan Chenu hanya menatap dari samping.

Dengan perlahan keduanya mendudukkan Jenu di kursi roda, Jenu tersenyum terima kasih. Hanu meletakkan kantong infus Jenu di tiang khusus untuk meletakkan infus dalam diam.

"Jen, gue minta maaf, gue salah paham dan berakhir hampir buat lo celaka" Janu dengan serius menatap wajah Jenu. Jenu mendongak menatapnya dan mengangguk.

"Iya, Aku tau" ucapnya tersenyum tipis. Karna terlalu sibuk meminta maaf dan merasa bersalah, mereka tak pernah menyadari cahaya redup di mata Jenu, bahkan masih ada samar jejak lelah di bawah matanya.

"Manu? Hanu? Kalian mau pulang atau masih mau di sini?"

Semuanya menoleh ke arah suara, Sena masuk dengan Senan di sampingnya. Mereka melirik Jenu sekilas dan mengangguk pada Sena.

"Pulang dulu ya Jen, selamat udah nemuin keluarga kamu. Semoga kamu sehat terus dan bahagia ya" Manu mengusak surai Jenu dengan lembut. Jenu mengangguk.

"Pasti!" Ucap Jenu terkekeh pelan.

"Duluan ya Kak, ntar kalo udah ke Luar Negeri jangan lupa sering kasih kabar ya" Jinu tersenyum pada Jenu.

"Iya"

"Maaf ya Jenu, Bunda harus pulang sama yang lain, karna besok juga harus pada sekolah" Sena tersenyum penuh kasih, membelai surai hitam Jenu. Jenu mengangguk mengerti.

Akhirnya sekelompok orang berjalan pergi dari ruang rawatnya, tak lama tiga orang Pemuda masuk ke dalam. Jenu sedikit tertegun melihat sosok sosok tinggi tersebut, lalu tersenyum tipis.

"Abang..." Sapanya ramah. Ketiganya hanya diam, tak tau harus bagaimana menghadapi sosok yang kini duduk di kursi roda.

"Jenu... A-"

"Abang, Jenu mau jalan jalan, boleh?" Jenu memotong ucapan Dama, dia menatap ketiganya dengan sorot mata penuh harap. Dama terdiam, saling lirik dengan Taka dan juga Jefran. Akhirnya mereka mengangguk mengiyakan.

"Oke, tapi di temenin Abang gapapa?" Jefran melangkah maju, ingin mendorong kursi roda Jenu, namun segera di tolak.

"Gak usah, Jenu mau jalan jalan sendiri" gelengnya menjalankan kursi roda menggunakan tangannya, dia hanya menatap mereka dengan senyum tipis sekilas dan langsung pergi.

MFS ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang