Di ruangan serba putih itu, suasana sangat hening, Jenu terbaring tak sadarkan diri dengan selang yang berisi cairan merah di tangannya, bulu mata lentiknya sedikit berkibar, wajah pucatnya terlihat damai. Tak lama, terdengar suara pintu di buka.
Tiga orang, dua Pria paruh baya dan seorang wanita paruh baya berjalan masuk, itu Kei dan kedua orangtua Manu. Senan dan Sena terlihat terkejut ketika melihat Jenu berbaring di ranjang rawat dengan penuh alat medis, keduanya berjalan mendekat dengan ragu.
"J-Jenu..." Lirih Sena mengulurkan tangannya untuk menyentuh jari jari tangan Jenu dengan ringan.
"Apa yang terjadi?" Senan menatap Kei penuh tanda tanya. Kei terlihat tersenyum tanpa daya.
"Yah... Kakak kandungnya mengira dia orang jahat dan membuatnya seperti ini..." Ucap Kei pahit. Keduanya langsung tertegun ketika mendnegarnya, saudara mana yang bisa menyakiti hingga separah ini?!
"Ini... Keterlaluan!" Seru Sena tak percaya.
"Bukan hanya itu, tapi..."
Tangan Kei membuka selimut Jeno, memperlihatkan kaki Jeno yang hanya selutut, Sena langsung terhuyung kebelakang ketika melihatnya, Senan dengan sigap menahan tubuh istrinya, kerutan di keningnya semakin dalam.
"Bukankah ini terlalu kejam?! Saudara mana yang memperlakukan Adiknya seperti ini?!" Sena dengan marah memelototi Kei. Kei tersenyum tipis.
"Hei... Anak anakmu juga sering menindas Jenu"
Kini Sena terdiam, dia tak pernah memperhatikan Jenu, jadi dia tak terlalu tau menau tentang apa yang anak anaknya lakukan kepada Jenu.
"Kau tak membawa mereka ke kantor polisi?" Senan melirik Kei dengan heran. Kei menggeleng tanpa daya.
"Bukan hanya Kakak Kandung Jenu yang berbuat kesalahan, tetapi Jenu, yaitu Jeje juga sudah banyak melakukan kejahatan, bahaya jika melapor polisi"
"Apa maksudmu?"
"Anggap saja Jenu memiliki dua kepribadian, Jeje memiliki sifat yang Kejam, seperti Ayahnya yang sudah meninggal, sedangkan Jenu seperti Avika, yaitu ceria dan periang, juga lemah lembut. Selama ini Jeje yang telah menghabisi anak buah Pejabat tua itu dan yang lainnya, sedangkan Jenu tak tau apapun, dia polos dan naif" jelas Kei sesingkat mungkin, terlalu lama dan terlalu rumit jika dia jelaskan semuanya.
Sena dan Senan tampak terkejut, tapi mereka lantas mengangguk mengerti. Keduanya menatap ke arah Jenu, pemuda itu terlihat sangat lemah.
"Bisakah kalian memanggil putra kalian untuk menjenguknya? Avika dan aku akan membawanya keluar Negeri setelah keadaannya membaik, setidaknya untuk ucapan perpisahan kepada Jenu" Kei menatap Senan smdan juga Sena, dia tau sifat Jenu, anak itu sangat menyayangi Manu dan yang lainnya, jadi sebaiknya ucapkan selamat tinggal terlebih dahulu sebelum membawanya pergi.
"Tentu, Aku akan mengabari Manu untuk menyusul nanti" angguk Sena setuju, Kei tersenyum terima kasih.
"Kalian ingin melihat Avika? Dia sedang berkonsultasi dengan Dokter, mungkin sebentar lagi akan kembali"
Sepasang suami istri itu sedikit membeku dan gugup, bertanya tanya seperti apa Avika ini, walaupun katanya mirip dengan Isla, mereka masih penasaran.
"Oke, kami menunggu, Biarkan Sena menghubungi Manu" Senan melirik Sena, Sena mengangguk mengerti, berjalan keluar dari ruang rawat. Senan menghela nafas panjang, duduk di kursi samping ranjang rawat Jenu.
"Semua sudah bersih?"
Kei melirik Senan, walau usianya sudah tak muda lagi, namum pria itu masih terawat dengan baik, masih ada fitur tampan di wajahnya.
"Jeje sudah membereskannya, hahh... Aku tak menyangka Isla akan banyak menggunakan identitas Avika dimana mana" desah Kei tanpa daya.
"Kau sepertinya mengetahui banyak hal" mata Senan melirik Kei dengan curiga.
"Penonton lebih leluasa melihat dan mengamati daripada yang pelaku dan korban" ucap Kei menghendikkan bahunya acuh.
"Bunda..."
Kedua pria itu lantas menoleh ke arah sumber suara, ternyata pemuda yang tak sadar itu kini bulu matanya sedikit bergetar, perlahan mulai terbuka, memperlihatkan satu mata hitam bulat, karna yang satunya lagi di tutup oleh suster dengan perban.
"A-ayah...?" Ucap pemuda tersebut sedikit tak percaya ketika melihat sosok yang jarang sekali dia temui itu. Walau suaranya terdengar lirih dan lemah, namun nada bersemangat terdengar sangat jelas.
"Hei" Senan tersenyum tipis dengan rasa bersalah di wajahnya.
"Maafin Ayah..." Lanjutnya. Jenu menggeleng, bibirnya tersenyum lebar.
"Ayah gak punya salah sama Jenu" Senan hanya tersenyum tipis mendengarnya, memang Jenu fikirnya.
"Paman akan pergi memanggil dokter" ucap Kei tersenyum pada Jenu, Jenu mengangguk, Kei segera pergi, memberikan ruang pada keduanya untuk berbicara.
"Jenu..."
"Hum?"
"Kamu bukan Anak Ayah sama Bunda..."
"Jenu tau" Jenu mengangguk kecil, Jeje sudah tak ada, karna mata hitamnya juga sudah tak ada, sekarang ingatan Jeje mengalir padanya, menjadi satu dengan ingatannya, itu terlihat menyeramkan, namun keren.
"Maafkan Saya dan juga Sena untuk selama ini"
"Jenu udah maafin semuanya, ini udah takdir Ayah..." Jenu tersenyum tipis pada Senan. Senan terdiam sejenak, menatapi wajah pemuda tersebut, itu kurus dan pucat, terlihat bahwa akhir akhir ini dia sangat menderita.
"Sulit buat kamu selama ini" Senan mengusap surai hitam Jenu dengan lembut. Jenu hanya tersenyum senang.
.
Pukul 20.00
Manu dan saudaranya datang ke rumah sakit atas perintah Bunda mereka, walau sedikit bingung, mereka tetap datang pada akhirnya.
Sena yang menunggu di luar Rumah Sakit langsung melambai ketika melihat para putranya telah tiba. Manu langsung menghampirinya bersama yang lain ketika melihatnya.
"Ada apa Bun?" Tanya to the point.
"Ayo masuk, kita bertemu Jenu" Sena berbalik, memimpin mereka untuk mengikutinya. Namun mereka tak bergeming, hanya Jinu yang berjalan mengikutinya.
Sena menyadari bahwa tak ada suara langkah kaki di belakangnya dan berbalik, melihat Manu dan yang lainnya tak bergerak sama sekali, dia mengernyitkan alisnya, kembali menghampiri mereka.
"Manu... Kalian banyak salah sama Jenu, ayo minta maaf sama Jenu, ayo masuk" Sena dengan lembut meraih tangan putranya.
"Bunda, dia anak haram!" Ucap Manu membuat Sena kaku. Tau darimana Manu jika Jenu adalah anak Haram?!
"Manu!" Tegur Sena menatap tegas mata putranya.
"Bunda... Kita gak perlu ketemu Jenu, dia bukan keluarga kita" Renu dengan sabar membujuk Bundanya. Tubuh Sena bergetar, apakah ini hal yang dia ajarkan pada putranya?? Betapa jahat! Pasti mereka tak sengaja mendengar pembicaraannya dengan Senan waktu itu.
"Manu, Renu, nak... Jenu memang bukan anak Bunda, bukan juga anak Ayah mu... Tapi dia anak tante kalian, selama ini Bunda yang salah paham, maafin Bunda..." Ucap Sena dengan wajah menyesal, dia membuat anak anaknya berprilaku buruk.
"Hah? Sejak kapan?" Seru Chenu tak percaya, bahkan yang lainnya menaikkan alis heran.
"Maka itu ayo bertemu Jenu dan Ayah mu di dalam"
Walau enggan, akhirnya mereka mengangguk, mengikuti langkah Sena menuju ruang rawat Jenu.
Yoit!!
Hum hum hum~
See u gaes~
KAMU SEDANG MEMBACA
MFS ✓
RandomBukan BL ya Just family genre brothers (〒﹏〒) "Abang..." "Pergi! gue jijik sama lo!" . "Hanu! ayo kita main!" "Apaansih Jen?! gue lagi ngegame tau! pergi sana!" . "Itu boneka Renu? Jenu mau pegang!" "JANGAN SENTUH! NTAR KENA NODA MATA LO! MINGGIR!" ...