18. Penyesalan

963 111 24
                                    

PLAK!

PLAK!

PLAK!

Suara tampatan menggema di rumah tersebut, seorang wanita paruh baya dengan mata merah menatap ketiga pemuda yang berlutut di hadapannya dengan raut wajah kecewa, dia mendongak, menahan air mata yang sudah minta untuk di tumpahkan.

"Taka... Bunda kecewa sama kamu... Bunda selama ini ngajarin kamu buat selalu berbuat baik! Tapi apa ini! APA?!" Avika dengan frustasi menjambak rambut pemuda tersebut dengan gelisah, dia benar benar tidak tahan, ingin mengamuk namun tak akan memperbaiki segalanya!

"Bunda! S-stop bun!" Dama dan Jefran dengan panik mencoba melepaskan cengkeraman tangan Avika dari kepala Taka yang kesakitan.

"Avika!" Kei maju untuk menari tubuh Avika ke belakang, Avika memberontak membuat Pria tersebut sedikit kewalahan.

"KALIAN BENAR BENAR MENGECEWAKAN BUNDA!" teriak Avika dengan galaknya, penampilannya yang sudah berantakan semakin berantakan kini.

Erico sendiri pergi membawa Jenu ke Rumah Sakit seorang diri karna Kei dan Avika masih harus berurusan dengan ketiga putranya di sini.

"KEI! KAMU LIHATKAN MEREKA! MEREKA KEJAM!" Avika menatap Kei dengan pandangan marahnya, Kei hanya mengangguk angguk menghadapi Avika yang sudah kehilangan kontrol dirinya.

"Iya Avika, iya, kamu tenang dulu oke?" Ucap Kei mencoba menenangkannya, Avika hanya terengah engah menahan sesak di dadanya mencoba menekan emosinya.

Suaminya sudah lama meninggal, dia hidup bersama ketiga putranya, beberapa bulan lalu ketika dia keluar, dia tiba tiba saja di datangi oleh sahabatnya Kei, Kei mengatakan bahwa saudara kembarnya Isla telah di bunuh tapi mengira bahwa dia bukan Isla karna informasi yang di temukan adalah informasi dirinya yaitu Avika, akhirnya Kei menyarankan untuk dia agar bersembunyi di rumahnya menghindari para pengejar Isla.

Avika tak mau pada awalnya, namun Kei mengatakan bahwa putranya masih hidup, dia akhirnya setuju, Selama Avika bersembunyi, Kei menceritakan bahwa anaknya tinggal dengan keluarga Senan, yaitu pria yang di cintai Isla, namanya Jenu, Kei selama ini sering mengurusnya secara diam diam dan mereka sudah seperti keluarga.

Kei mengatakan, bahwa Jenu memiliki dimua kepribadian, atau mungkin dua jiwa Kei tidak tau, yang pasti yang terlihat menggemaskan itu Jenu dan yang terlihat dingin itu adalah Jeje. Di bawah cerita Kei, Jeje menyerahkan dirinya untuk membersihkan musuh yang mengincar Avika sejak kecil, setiap ada seseorang yang mengira Avika adalah Isla, dan mencoba berniat jahat, Jeje akan membunuhnya tanpa ragu. Namun dia tidak tahan kerna terus membunuh orang orang yang tak ada hentinya bertinda, akhirnya Jeje membunuh Isla namun Jeje tak menyangka bahwa identitas yang selalu Isla bawa kemana mana adalah identitas ibunya sendiri yaitu Avika.

Dia melakukan kesalahan, akhirnya setelah Kei membawa Avika sembunyi, Jeje meneruskan jalannya membasmi para pengganggu itu selama ini, Jenu sendiri hanya sekali bertemu Avika dan Isla tanpa sengaja di waktu yang berbeda. Avika tak menyangka semua akan merugikan Putranya yang selama ini sudah rela menghabisi banyak nyawa untuk melindunginya. Terlalu tak tau malu! Dia tak tahan!

"Taka... Dama... Jefran..." Suara rendah Kei membuat ketiga pemuda di lantai itu semakin menunduk, mereka tau Paman di hadapan mereka, dia adalah Paman yang tegas.

"Katakan... Gimana cara kalian kembalikan kaki Jenu jika begini...?"

Ketiganya membeku, rasa sakit menusuk jantung mendengar pertanyaan penuh tekanan ini, setelah mengetahui cerita sebenarnya dari bibir Paman di hadapan mereka, mereka menyesal, menyesali semua tindakan gegabah yang mereka lakukan.

Bukan hanya mereka, bahkan Kei yang bertanya merasakan sakit hati mengingat kaki Jenu sudah tak ada di tempatnya, hanya menyisakan perban asal penuh darah di bagian lututnya ketika mereka medobrak pintu, terlalu kejam!

"K-kami..." Taka tak tau harus menjawab apa, mereka tak dapat mengembalikan kaki Jenu, mereka juga tak menyangka bahwa Jenu adalah saudara mereka dan yang meninggal adalah Bibi mereka, bukan Bunda mereka. Sekarang mereka sangat menyesalinya.

"Paman bisa potong kaki Dama!" Dama bersujud di hadapan Kei dan Avika dengan tubuh bergetar, dia sebelumnya menyayangi Jenu, mendengar Jenu saudara kandungnya, dia senang, tapi ketika mengingat perlakuannya selama sebulan ini kepada Jenu, dia benar benar merasa bodoh. Jika memang harus menebus dosanya, dia dapat membayar kaki dengan kaki, tangan dengan tangan, mata dengan mata, nyawa dengan nyawa untuk menebus penyesalannya yang walupun sudah di tebus tak akan dapat berkurang.

"Gimana kalian mau kembaliin mata Istimewa Jeje...?" Kei lanjut bertanya dengan tenang masih dengan Avika di pelukannya menangis sesenggukan.

Kali ini ketiganya tak dapat menjawab, mata Jenu sangat istimewa, itu berbeda dari yang lain, bagaimana mereka harus membayar kompensasi yang sebanding? Kei berkata, jika mata itu hilang, maka Jeje akan kesulitan mengambil alih tubuh Jenu, karna itu Jeje tak dapat muncul tepat waktu untuk melarikan diri dari cengkeraman ketiganya.

"Paman bisa serahin kita ke polisi" suara Jefran penuh dengan penyesalan, dia akan membayar perbuatan mereka di balik jeruji besi.

"Ya Paman, laporkan kita ke polisi" setuju Dama dan Taka.

"Taka, Dama, Jefran... Jeje membunuh banyak orang, jika masalah ini keluar, dia juga akan di penjara, karna itu paman tak melapor pada polisi" Kei menghela nafas berat, semau menjadi ini karna salahnya juga yang tak memikirkan konsekuensi jangka panjang atas segala apa yang terjadi.

"Bagi Jenu, mungkin hidup lumpuh selamanya tidak masalah, tetapi bagi Jeje... Dia gak akan mau, dia lebih milih mati daripada lumpuh selamanya" lanjut Kei, dia sudah hafal dengan sifat Jeje, anak itu benar benar tak kenal lemah.

"Dia mungkin bunuh diri jika sadar"

Ketiganya langsung tertegun di tempat, bagaimana mungkin mereka akan membiarkan Jenu bunuh diri, rasa bersalah mereka akan menjadi semakin besar jika hal itu terjadi, dan penyesalan seumur hidup mungkin akan membuat mereka gila di masa depan. Melihat anak anak sahabatnya itu terdiam, Kei diam diam menggelengkan kepalanya tak berdaya, ini adalah apa yang mereka lakukan, mereka harus mencari cara sendiri untuk mengatasinya.

"Kalian fikirkan itu, Paman dan Bunda mu akan pergi melihat Jenu, jangan menyusul sebelum Paman suruh!"

"Iya Paman..."

Kei membawa Avika pergi ke Rumah Sakit dimana Jenu berada dengan sedikit perasaan cemas yang terus mengganjal hati keduanya sejak tadi. Meninggalkan ketiga pria yang masih berlutut di lantai menangis sedih penuh penyesalan.


























































Yoit!

Haduhh... Gimana cara mereka nebus kesalahan mereka kalo begini? 😔

See u~

MFS ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang