Bab 10: Kebingungan

167 23 0
                                    

"... Rozen?" (Ophis)

"—Hah!" (Rozen)

Rozen terbangun dari ketakutannya ketika kedua tangan hangat Ophis memegangnya. Dia sadar bahwa dia mungkin baru saja membuat Ophis bingung, jadi Rozen mengatur nafasnya dan mencoba membuat senyum seolah tidak terjadi apa-apa, lalu mengangkat kepalanya untuk melihat Ophis.

"Huff ... Tidak ada apa-apa, Ophis. Aku hanya merasa badanku tiba-tiba terasa tidak enak." (Rozen)

"...." (Ophis)

Ophis tidak mengatakan apa-apa ketika mendengar jawaban Rozen dan ekspresinya masih tanpa ekspresi. Tapi dia mengulurkan lengan kanannya ke depan Rozen dan berkata.

"... Makanlah sepotong dagingku. Kau seharusnya akan merasa lebih baik." (Ophis)

"Ugh—" (Rozen)

Rozen hampir mengeluarkan isi perutnya tetapi berhasil menahannya lagi ketika melihat tangan putih Ophis di depannya. Sekarang, dia ingin sekali mengeluh kepada Ophis yang tanpa ekspresi menyerahkan tangannya untuk dimakan. Sayangnya dia tidak memiliki energi untuk itu sekarang.

"... Maaf, Ophis. Ini agak egois bagiku, tapi bisakah aku tidak memakan dagingmu sekarang?" (Rozen)

"Kenapa?" (Ophis)

"... Aku tidak bisa menjelaskannya. Sungguh, aku benar-benar minta maaf, Ophis. Padahal kau sudah menyetujuiku untuk menyerap kekuatanmu tapi aku malah begini..." (Rozen)

"...." (Ophis)

Melihat wajah tanpa ekspresi Ophis, Rozen tidak bisa berbuat apa-apa selain tersenyum tak berdaya dan menggelengkan kepalanya dengan penuh ejekan pada dirinya sendiri. Dia tidak punya pilihan lain. Meskipun Rozen dulu bisa dengan percaya diri mengatakan kalau dia bisa tahan untuk menonton anime gore selama berjam-jam, ketika dihadapkan kenyataan untuk memakan daging gadis kecil seperti Ophis, dia hanya bisa mual bahkan sebelum dia bisa melakukannya.

"Sebagai ganti permintaan maafku, bagaimana kalau setelah aku pulang dari sekolah pada sore hari, mari kita adakan pertemuan rutin di taman tempat kita bertemu sebelumnya. Dan di sana, aku akan membawakanmu satu lusin donat setiap hari, bagaimana?" (Rozen)

"... Baiklah." (Ophis)

Setelah menatap Rozen selama beberapa detik, Ophis mengangguk sembari memberi jawaban dan kembali duduk di tempatnya setelah mendengarkan Rozen.

Itu membuat Rozen menghela nafas lega. Meskipun Rozen tidak bisa menebak pikirannya karena ekspresi Ophis masih tanpa ekspresi, dia setidaknya tahu bahwa Ophis tidak akan mempermasalahkan ini.

Kemudian, ketika waktu mereka di bianglala sudah selesai. Rozen melihat matahari yang mulai tenggelam di sisi barat dan merasa bahwa ini adalah hari terpanjang dalam hidupnya.

---

Rozen membaringkan dirinya ke kasur dengan lelah setelah berpisah dengan Ophis dan sampai di rumah. Dia menghela nafas lagi dan merasa tak berdaya.

"Padahal tadi adalah kesempatan emas untuk menyelesaikan misi, tetapi aku malah berakhir dengan menolaknya ..." (Rozen)

Rozen menenggelamkan wajahnya ke bantal. Ini membuatnya merasa menyesal, namun pada saat yang sama juga membuatnya merasa sedikit lega. Menyesal karena melewatkan kesempatan untuk menyelesaikan misi dan pergi ke dunia lain. Lega karena dia tidak memakan daging Ophis sekarang.

"Tapi, apa yang harus kulakukan setelah ini? Meskipun misi ini kelihatannya tidak memiliki batas waktu, aku tidak ingin menunda-nunda di sini. Jika terlalu lama, Tuan mungkin juga akan menyingkirkanku karena merasa aku lambat dalam menyelesaikan misi." (Rozen)

Rozen kemudian membalikkan tubuhnya dan wajahnya menghadap ke langit-langit kamar.

"Tapi, aku juga tidak bisa memakan tubuh Ophis. Apa yang harus kulakukan?" (Rozen)

Rozen tidak tahan untuk mengoyak daging dari tubuh gadis kecil. Itu juga membuatnya takut untuk membayangkan bahwa dia akan melukai Ophis. Mentalnya belum siap untuk melakukan ini, dia harus melakukan persiapan.

Rozen menghela nafas untuk kesekian kalinya.

"Lebih baik aku tidur saja untuk sekarang. Masalah ini akan kupikirkan besok ketika menemui Ophis lagi. Aku lelah ...." (Rozen)

Mengucapkan itu, Rozen perlahan menutup matanya dan merilekskan tubuhnya, hingga dia perlahan tertidur lelap bahkan tanpa dia sadari.

---

Ketika Rozen bangun pada keesokan harinya, dia masih merasa sangat mengantuk, tetapi entah bagaimana tubuhnya terasa lebih segar dari sebelumnya dan kepalanya tidak terasa pusing seperti biasanya.

"Kalau dipikir lagi, ini pertama kalinya aku tidur nyenyak setelah menginstal FGO di komputerku dulu. Karena game itu, aku selalu begadang untuk menunggu AP-ku penuh dan melakukan farming pada malam hari. Tampaknya jam tidurku rusak gara-gara itu. Memang game yang mengerikan ..." (Rozen)

Rozen menguap dan menutup pintu rumah. Dia merasa beruntung dia tidak punya waktu untuk memainkan game setelah menjadi budak Tuannya. Jika tidak, setelah menjadi budak Tuhan, dia masih akan menjadi budak game juga.

Rozen berjalan menuju Akademi Kuoh. Persetujuan dari Ophis untuk memakan daging tubuhnya sudah diselesaikan dan dia seharusnya tidak perlu lagi pergi ke sekolah lagi untuk mencampuri para tokoh utama, tetapi karena dia tidak ingin mendapat masalah yang tidak perlu, dia masih memaksakan diri untuk pergi ke sekolah.

Lagipula, dia juga bisa cuci mata di sana. Rozen juga masihlah pria dan dia tertarik dengan hal-hal seperti wanita. Meskipun nafsunya tidak sebesar protagonis mesum di dunia ini, dia masih memiliki itu dengan tingkat yang wajar. Bagaimanapun, dia adalah otaku FGO yang selalu membawa Jeanne D'arc dalam party-nya.

Rozen melangkahkan kaki kanannya dan ingin melanjutkan untuk terus berjalan. Tetapi tepat setelah kakinya menyentuh tanah, dia terhenti ketika matanya yang masih mengantuk memperhatikan ada seseorang yang menghalangi jalannya dan orang itu berbicara.

"Jadi itu kau, ya? Manusia yang bisa membawa Ophis untuk pergi ke luar, Gluttony?" (???)

"—!?" (Rozen)

Rozen membelalakkan matanya dan mundur selangkah, ketika dia akhirnya melihat penampilan penuh dari orang yang menghalangi jalannya.

"Vali ..." (Rozen)

"Hmph." (Vali)

Pria berambut putih itu mendengus dam melengkungkan bibirnya.

Gluttony in MultiverseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang