Malam hari di rumah keluarga Bram, sedang melaksanakan makan malam bersama. Karena sore tadi Bram dan Kania baru sampai di Jakarta setelah ada beberapa pekerjaan di luar kota.
Rafi tampak sangat tidak menikmati makanan yang ada di hadapannya. Kania yang menyadari hal tersebut langsung menegur Rafi.
"Sayang, kok makanannya kamu aduk-aduk di makan jangan dimainin," ucap Kania yang membuat Rafi langsung memakan lahap makanannya.
"Pa, Rafi boleh minta satu permintaan?", tanya Rafi dengan memasang wajah serius di depan papanya. Papanya yang ditatap seperti itu langsung menaikkan alisnya.
"Rafi mau, adik Rafi kembali ke rumah kita," jawab Rafi dengan tersenyum.
"Rafi, sudah papa bilang berapa kali adik kamu sudah tidak ada di dunia ini lagi. Apa kamu tidak paham dengan bahasa manusia!", ucap Bram dengan emosinya yang sudah berada di puncak.
"Rafi gak percaya apa yang papa bilang. Rafi yakin, adik Rafi masih hidup!", kata Rafi kekeh pada pendiriannya dan langsung melenggang pergi keluar rumah.
"Rafi! Rafi!," panggil Bram agar Rafi kembali.
Rafi mengemudi motor dengan kecepatan tinggi, sekarang emosinya tidak terkontrol karena ucapan papanya yang mengatakan adiknya tidak ada di dunia ini lagi. Rafi sangat membenci papanya, membencinya ketika ia mengucapkan adiknya tidak ada di "dunia" lagi.
Sampai ia berhenti di suatu tempat yang biasanya ia kunjungi bersama Anya. Kali ini dia benar-benar ingin sendiri, tanpa adanya sahabat atau pacar disampingnya. Dia hanya ingin adik kandungnya kembali ke rumah dia tidak ingin hadiah yang lain.
Di satu sisi, Naira sedang berada di sebuah cafe tempat dia bekerja. Selain untuk memenuhi kebutuhan keluarga angkatnya, dia juga tidak ingin terlalu membebani keluarga angkatnya itu. Setelah kejadian tadi pagi, yang membuat Naira berpikir kalau dia bukanlah anak pembawa sial.
"Nai, tolong kamu antar pesanan ini ke meja 8 ya," ujar dari salah satu rekan kerjanya dan langsung diangguki oleh Naira.
"Permisi, ini pesanannya ya kak," ucap Naira sembari menaruh pesanan di meja nomor 8 sesuai dengan perintah temannya.
"Loh, lo yang cewe tadi pagi di ajak Rayhan pergi kan," kata Rafi tersenyum.
"Hehe iya kak, tumben kakak sendiri biasanya berlima," kata Naira sambil tertawa kecil.
"Lagi pengen sendiri, oh iya lo ngapain di cafe ini? kerja?," tanya Rafi kepo.
"Iya kak aku kerja, soalnya aku gak mau ngerepotin bunda terus," jawab Naira dengan senyuman khasnya.
"Kalau begitu, saya tinggal dulu ya kak. Silahkan dinikmati," lanjut Naira dan langsung meninggalkan Rafi seorang diri di sana.
Rafi yang melihat Naira hanya tersenyum tipis dan menggelengkan kepalanya.
"Kak, aku pamit ke toilet bentar ya," kata Naira dan langsung diangguki oleh kakak serekan kerjanya.
Sesampainya di toilet, Naira langsung menangis. Ya, dia tahu kalau Rafi adalah kakak kandungnya tapi apa boleh buat dia harus merahasiakan hal ini.
"Mba, cewe yang tadi nganter pesanan saya kemana mba?", tanya Rafi kepada penjaga cafe.
"Oh Naira, tadi dia lagi ke toilet mungkin sebentar lagi datang," jawab kak Ika tersenyum.
"Kak Ika, ada yang bisa Naira bantu?", tanya Naira dari arah dalam.
"Nggak kok Nai, tapi itu cowo yang diluar tadi nanyain kamu. Coba kamu samperin," suruh kak Ika dan Naira langsung pergi keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Naira Ayshaqilla (END)
Sonstiges"aku percaya kebahagiaan itu pasti ada,tapi mengapa aku tidak bisa mendapatkan kebahagiaan itu" Naira Ayshaqilla