t e e n a g e r

130 14 3
                                    

(hcck masih smp, if you wondering)








"Aku... ga pernah kepikiran begitu, sama kamu."

hah?

"Maaf Changkyun, tapi aku ga pernah mandang kamu lebih dari sekedar adik aku."

Cukup. Dunia Changkyun saat itu terasa hancur, dengan kepingannya menghujam jauh ke hatinya. Perih, namun ia memaksa tertawa hambar, "Hahahah, ka- kakak percaya? Itu tantangan kak, aku lagi main jujur atau tantangan sama Jooheon. Dia kasih aku tantangan untuk nembak kak Hyungwon." Changkyun katakan itu dalam sekali tarikan nafas, padahal genangan air sudah mengumpul di pelupuk mata.

Ia menyaksikan alis Hyungwon berkerut, "Iya? Wahh untung aja. Aku kirain kamu seriusan." Hyungwon balas tertawa, tawanya lepas hingga matanya menyipit, ditambah dengan langit sore usai pulang sekolah. Pemandangan di hadapan Changkyun ini, alih-alih indah, malah jadi menyedihkan. hari itu juga ia belajar, tak semua berjalan semulus itu walaupun ia bersama dengan Hyungwon.

"Mau pulang bareng naik sepedaku lagi?" Hyungwon menawarkan. Orang ini benar-benar, bagaimana bisa ia bersikap seakan barusan tidak terjadi apa-apa di antara mereka? Yah, memang tidak terjadi apa-apasih, tapi, kasihani Changkyun kecil kita ini dong!

Setelah diam yang tak nyaman beberapa saat, Changkyun menggelengkan kepalanya pelan, "Aku mau beli manga dulu sebelum ke rumah." ia berusaha keras agar suaranya tak terdengar bergetar, karena hampir tercekat tangis di tenggorokan.

"Oh, mau aku temenin?" yang lebih tua menawarkan sekali lagi. Changkyun menggeleng keras lalu segera berlari, "Sampai nanti, kak." katanya menoleh sekilas ke Hyungwon yang tertegun di belakang.

Tepat waktu, air matanya mengucur deras setelah salam perpisahan itu. Tangannya yang kurus walaupun sudah dibalut baju seragam dan sweater itu ia gunakan untuk menghapus bulir air yang tak kunjung berhenti. Sweater yang awalnya berwarna biru langit, perlahan berubah menjadi kegelapan karena membendung rasa sakit Changkyun di sana. Begini ya, rasanya patah hati.

. . . .

Sisa hari itu ia lewati dengan murung. Bahkan ibu sampai khawatir setangah mati ketika anaknya turun untuk makan malam masih dengan seragam sekolah yang kusut serta mata membengkak. Kakak yang baru pulang maghrib sehabis ekskul dan langsung bergabung di meja makan, dengan sengaja mengambil tempura udang dari piring Changkyun yang sudah ibu ambilkan khusus untuknya. Changkyun hanya mengehela nafas dan melanjutkan makannya. "Wah, ga bener ini bu!" kata kakak setelah menyadari gelagat aneh sang adik.

Tangannya mengangkat dagu Changkyun lalu menghadapkan wajah mereka. "Ini habis nangis? Cowok kok nangis?" kata kakak setelah mendapati mata bengkak Changkyun. Changkyun dengan lekas menjauhkan tangan kakaknya. Ibu yang berada di seberang mereka hanya geleng-geleng kepala, "Kak, adeknya jangan diganggu terus."

Kakaknya dengan lekas mengembalikan tempura yang barusan diambil, lalu menambah sekalian beberapa lauk yang sudah ibu siapkan di tengah ke piring adiknya. "Nih nih, aku balikin. Jangan nangis lagi, cengeng." mendengar perkataan sang kakak barusan, kepala Changkyun menjadi tertekuk. "Aku ga nangis..."

"Iya ga nangis. Cepet habisin, kalau ngga gue ambil lagi." ancam kakaknya.

Changkyun yang hanya makan setengah porsi dari biasanya, beranjak naik ke kamar. Meninggalkan ibu dan kakak di ruang makan. "Biarin aja itu bu, masalah bocah paling." kata kakak sambil menyantap pudding buatan ibu, jatah Changkyun juga ia makan. "Ya ibu dari tadi diam aja? Yang ribut itu kakak." kata ibu, membuat kakak tersedak.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 23, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

nasi goreng -(mostly) hyungkyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang