b r u i s e

123 17 4
                                    

Laki-laki satu per empat abad itu terdiam, pandangannya terpaku pada makhluk hidup lainnya yang ada di ruangan itu. Ia bagai terhipnotis, seperti halnya Aurora terhipnotis untuk menyentuh tusukan roda pemintal, ia bagai dipanggil untuk menjamah makhluk yang bernama Hyungwon. Tangannya padahal masih menggenggam kenop pintu, tapi langkahnya seperti sudah tak sabar untuk memasuki ruangan, membuatnya seakan menggandeng pintu itu untuk ikut ke dalam. Karena hal bodoh tersebut, Changkyun berakhir tertarik ke belakang, kepalanya menghantuk pintu, lalu karena kaget dan kesakitan yang teramat sangat, ia jatuh terjerembab ke depan, dagu mencium lantai.

Bunyi berdebam nyaring yang terdengar pasti membuat siapa pun yang berada di sekitar sana menengok, mendengarnya saja mampu membuat seseorang ngilu, apalagi si penghuni ruangan yang tengah Changkyun kunjungi ini. Hyungwon dengan cepat menghentikan tariannnya, gerakan tubuhnya langsung mengarah ke sumber suara yang tadi memekakkan telinga, tatapnya bertemu dengan tubuh Changkyun yang tertelungkup, kalau tape di ruangan itu tak menyala mengeluarkan irama lagu yang sedang Hyungwon buat tariannya, sudah pasti ia bisa mendegar jika tubuh yang menempel bumi itu mengeluarkan rengekan kecil.

Jauh di lubuk hatinya, Changkyun berdoa, agar Hyungwon tak mendengar suara tubuhnya yang membentur lantai dan, agar fokus Hyungwon terlalu sibuk dalam tariannya, sehingga hal memalukan seperti -ia jatuh mencium ubin- ini tak perlu Hyungwon lihat.

Seketika ruangan itu berubah hening, tape yang sedari tadi merongrongkan beat santai dan elegan itu kini diam, yang terdengar hanya detak jantungnya dan juga--

srek

srekk

--seseorang mengarahkan langkahnya ke sini.

Changkyun gugup setengah mati, sudah kebiasaannya dari dulu; jika rasa panik menyerang, kantung air matanya juga akan menyumbang setetes dua tetes air mata. Ia mencoba berpikir rasional, namun pikirannya kacau balau, situasinya saat ini benar-benar tidak enak. Apakah ia harus bangun dan berakting seakan hal ini tidak terjadi atau--

"Changkyun?"

Ketika namanya dipanggil, tubuhnya membeku, mentalnya bagai tak siap memikul beban malu yang tak terhingga.

"Changkyun!" suara Hyungwon terdengar lebih panik dari sebelumnya, tangannya mendudukkan tubuh Changkyun yang lemas dari posisi baring di lantai, menyenderkan tubuh itu pada dinding. Sebelum memancing perhatian warga sekitar, Hyungwon dengan cepat menutup pintu, menghalangi Changkyun dan dirinya dari dunia luar.

Changkyun membuka matanya perlahan, otaknya sampai pada suatu kesimpulan skenario. Ia berpura-pura menguap. "H-hyung," katanya dengan suara parau, lalu berpura-pura merenggangkan tubuhnya -yang sakit luar biasa- seperti baru bangun tidur.

Pandangan Hyungwon berubah tenang, walaupun sarat cemas masih terlihat di sana. "Yang mana yang sakit?"

Changkyun mencoba menatap Hyungwon dengan bingung. "Apanya?" lalu mengucek matanya pelan.

Hyungwon ikut menatap bingung, lalu tangannya menyusuri dagu yang memerah, membuat Changkyun meringis kesakitan. "Kenapa bisa jatuh?" kini Hyungwon bertanya lebih halus.

Changkyun menghindari tatapan matanya. "Ngantuk." bodoh.

Hyungwon mentapnya tak percaya. Iyalah, siapa juga yang akan percaya bualan bodoh seperti itu. "Ini bakal bengkak banget..." Hyungwon lanjut menginspek pada dagu yang mulai berubah keunguan itu. Ia berniat membopong tubuh Changkyun ke sofa.

"Aku bisa jalan sendiri!" Changkyun menolak cepat ketika tangan Hyungwon ingin menyelip di antara lutut dan punggungnya. Hyungwon menatapnya sejenak, mengangguk kemudian berdiri terlebih dahulu. Pergelangan tangan Hyungwon terulur di hadapan Changkyun, kalau-kalau dia butuh pegangan.

Changkyun mencoba berdiri sendiri, dengan satu tangan menerima uluran tangan Hyungwon dan yang satunya lagi menggamit lutut, mengumpulkan kekuatan. Setelah sekian detik akhirnya ia bisa berdiri.

Hyungwon dengan sigap pindah ke sisi Changkyun, lengannya ia gunakan untuk mendukung pundak Changkyun. Namun siapa sangka, gerakan tangannya yang tak sengaja melewati kepala Changkyun malah membuat si pacar kembali meringis. "Maaf," katanya lalu dengan hati-hati mereka berdua menuju sofa yang tak seberapa jauh.

Changkyun terduduk lemas di sofa, mengingat kelakuan cerobohnya tadi membuat ia kesal sendiri. Bagaimana bisa hanya dengan melihat Hyungwon menari saja ia bisa berperilaku sebodoh itu? "Aww...!" ia melolong kesakitan ketika sesuatu menyentuh bagian kepalanya.

"Benjol ini, gede." kata Hyungwon, bikin Changkyun tambah malu berat. "Udah-udah, gapapa, gausah nangis." walau Changkyun ingin protes bahwa ia tidak menangis, tapi ibu jari Hyungwon yang menghapus buliran air di pipinya membuat Changkyun kicep.

Hyungwon masuk ke kamar, meninggalkannya sendirian di sofa itu. Dadanya masih deg-degan dengan perlakuan Hyungwon barusan. Umur pacaran mereka ini baru seumur biji jagung, tentu saja jiwanya belum terbiasa dengan sentuhan-sentuhan manis seperti itu.

"Nengok atas." Hyungwon sudah kembali rupanya, tangannya dengan cepat mengangkat dagu Changkyun ke atas ketika pacarnya ini tak kunjung melakukan perintahnya. Dengan hati-hati ia membalurkan jel salep ke dagu Changkyun.

Changkyun bergidik, kombinasi apa ini? Jel dingin ditambah lagi dengan rasa sakit di dagunya dan kenyataan wajahnya yang sedekat itu dengan milik Hyungwon. Tuhan.. tolong kuatkan kokoro Changkyun.

"P-pelan-pelan," cicit Changkyun, membuat Hyungwon menatap wajahnya; mata tertutup rapat, alis melengkung dan pipi kemerahan. Sial, membuat kalbu Hyungwon berpikiran iya-iya. Bagus, sekarang ada dua manusia bodoh dengan pipi bersemu di sini.

Setelah selesai dengan permasalahan dagu, Hyungwon segera bangkit ingin mengambil air hangat untuk mengompres benjut di kepala Changkyun. Namun gerakannya kalah cepat ketika sudah ada telapak tangan yang menahan pergelangannya.

"Stay." perintah Changkyun, siapa juga Hyungwon ingin menolak.

Mereka berdua sama-sama diam, suasan canggung mulai menyelimuti keduanya. Changkyun menggeser duduknya agar ia lebih dekat pada Hyungwon. Hyungwon pun mengalungkan lengannya pada pundak Changkyun dengan hati hati, tangannya mengusap-usap lengan Changkyun pelan.

"Kepala kamu seringin kompres air hangat, biar cepat ngecil."

"Kepalanya?" Changkyun mencoba bercanda, membuat Hyungwon tertawa kecil.

"Otaknya. Ya benjolnya, lah. Lagian, kenapa sih tadi sampai jatoh?"

Kamu sih, nge-dance-nya keren banget. "Ngantuk 'kan, aku bilang."

Hyungwon menggeleng-gelengkan kepalanya. "Ada-ada aja. Hati-hati coba deh. Kamu pas kecil saking pinternya mungkin sampai ada beberapa tahap pertumbuhan yang kamu lewatin, makanya pas gede apa-apa ditabrak, disenggol."

Changkyun merengut tak suka, lalu menjauh beberapa sentimeter dari Hyungwon. "Ya makanya jangan sibuk terus, biar bisa jagain aku." ia menyilangkan kedua tangannya.

Hyungwon tertawa lalu meraih Changkyun ke dalam pelukannya lagi.



fin.

padahal kita semua tau di ga gitu di rl tapi??? otakku??? mikirnya?? gitu???

hai kalian... semangat yuk, doa aja semoga bulan ini chaekkung vlive promosi pepsi:")

nasi goreng -(mostly) hyungkyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang