Chapter 10

151 16 2
                                    

Ayra terbangun dari tidurnya, jam masih menunjukkan pukul 02.45 am. Dengan mata yang belum terbuka sepenuhnya, ia bangkit dari kasurnya dan pergi ke arah kamar mandi yang berada di dalam kamarnya.

Matanya terlihat lelah, mungkin karena ia hanya tidur kurang lebih dua jam. Ya, itu karena ia menunggu Nino semalam. Ia menunggu sampai tertidur di ruang tamu. Saat Bian dan Esa pergi menjemput Nino, Ayra berusaha untuk tetap membuka matanya, ia juga membuat secangkir kopi hitam agar bisa lebih lama menahan ngantuk. Tapi memang rasa ngantuknya sangat besar, ia lebih dulu tertidur sebelum abang-abangnya pulang, bahkan secangkir kopi yang sengaja dibuatnya hanya terminum satu kali tegukan karena terlanjur tertidur pulas. Entah Abangnya yang mana yang sudah memindahkannya ke kamar, karena saat bangun ia sudah berada di kasur dengan sprei warna biru muda miliknya.

Ia pergi ke kamar mandi mengambil wudhu karena ia akan melaksanakan sholat tahajud. Setelah selesai berwudhu, Ayra langsung mengambil mukena yang terlipat rapi di dalam lemarinya. Ia melaksanakan sholat tahajudnya. Setelah selesai sholat, ia lanjut berdoa kepada Sang Pencipta. Setelah berdoa dan bercerita kepada Sang Pencipta, dia teringat bahwa hari ini adalah hari Minggu, hari yang dia janjikan kepada Vino, Vero dan Vina untuk menemui mereka lagi.

"ahh, hampir lupa," gumamnya.

Setelah selesai menunaikan ibadah sunahnya, kini ia sedang menonton film di laptopnya sambil menunggu waktu subuh tiba. Dirinya sudah berusaha untuk tidur lagi, tapi matanya seolah menolak, mungkin karena efek kopi hitam yang ia minum semalam, entahlah. Karena tidak bisa kembali tidur lagi, jadi ia memutuskan untuk menunggu waktu subuh tiba.

Disela-sela aktivitas menontonnya, perut kecilnya tiba-tiba berbunyi. Tidak ingin cacing-cacing diperutnya berdemo, Ayra langsung bangkit dan pergi ke dapur yang terletak di lantai satu.

Kaki mungilnya menuruni anak tangga satu-persatu. Ia berjalan cukup pelan, karena tidak ingin membangunkan mereka yang sedang tertidur. Tersisa enam anak tangga yang akan ia pijak, tapi sedetik kemudian terdengar suara benda jatuh dari dapur, sepertinya itu suara panci yang jatuh.

Mendengar suara nyaring yang tiba-tiba itu tentu saja membuatnya kaget bukan main. Ia refleks langsung terduduk di anak tangga dengan kedua tangan yang menutup wajahnya.

"siapa sih? bikin kaget aja," ucapnya pelan. "tikus kali ya? tapi di rumah ini gak pernah ada tikus. Kucing? Tapi kita juga gak pelihara kucing. Terus apa dong?" ia menerka-nerka dengan bertanya kepada dirinya sendiri. Entahlah, ia pun bingung harus bertanya kepada siapa lagi saat ini. "jangan-jangan maling?" tebaknya asal sambil menutup mulutnya. "atau..., hantu?" tebaknya lagi dengan tangan yang sekarang menutup seluruh wajahnya.

Sejurus kemudian suara langkah kaki terdengar mulai mendekati tempatnya saat ini. Ayra panik sambil menggigit jari-jarinya. Padahal ia bisa langsung lari ke kamarnya atau meminta bantuan ke kamar abang-abangnya satu persatu, atau juga mungkin ke kamar Ayah Bundanya, atau, ke kamar art-art nya, ah, tidak, kamar para art ada di lantai bawah. Entahlah, itu semua tidak terpikirkan olehnya saat ini, ia hanya menutup wajahnya rapat-rapat agar tidak melihat sosok yang ia takutkan. Hantu. Itu lah hal yang terbayang-bayang di pikiran Ayra saat ini.

puk

Tepukan yang mendarat di pundak Ayra lantas membuatnya semakin ketakutan, tubuhnya bergetar hebat.

"ampun om hantu. Ayra tau, harusnya Ayra jangan pergi ke dapur dan ganggu om hantu. Tapi Ayra beneran gak tau kalau om hantu juga lagi laper dan cari makanan di dapur. Ayra juga laper, tapi Ayra gak bermaksud ganggu kok, please om, jangan marah," ujarnya panjang lebar dengan kedua telapak tangan yang menempel bermaksud meminta maaf dan mata yang tertutup rapat.

Orang yang tadi menepuk pundak Ayra hanya terkikik geli dengan tangan yang menutup mulutnya seolah berusaha tidak mengeluarkan suara tawa.

Ayra yang mendengar kikikan itu tentu saja terheran-heran. Kenapa malah suara tawa yang ia dengar, dan bukan suara hantu yang mengerikan? Apa hantu itu sedang menertawainya, fikirnya. "om?" tanyanya memastikan, masih dengan posisi sebelumnya. Sebenarnya tangannya sudah pegal, tapi inilah cara yang terpikirkan olehnya agar si 'om hantu' tidak marah.

Don't Touch Our 'BATARI' -!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang