11

96 16 1
                                    

Selamat membaca
♡(ӦvӦ。)

Daerah itu sudah seperti laut, gedung gedung berjatuhan.

Ombak datang lagi, kini lebih besar.

"Berenang kesana!" Ucap Yudis dengan tangan yang menunjuk satu tempat lebih tinggi.

Dan ombak ini membuat semua orang terseret ombak.

°°°

"Ayah, kok perasaan Adek gak enak ya?" Ucap Ana.

"Makan dulu dek," ucap Neneknya.

"Perasaan Adek doang itu," ucap Ayah.

Ana yakin pasti terjadi sesuatu pada keluarganya.
Dia mencoba telepon Bundanya tapi sama saja tidak diangkat.

°°°

"Uhukk uhukk."

"Pak! Ada warga yang selamat! Anak SMA!"

Beberapa orang mulai menghampiri warga yang selamat, dan itu adalah... Arsya.

"Pak! Teman saya mana pak!" Ucap Arsya.

"Bawa dia ke ambulan cepat!"

Arsya diangkat ke dalam ambulan, dia sadar dia masih membawa botol yang diberi oleh Jehan.

Arsya membuka dan membaca isi tulisan tersebut.

'Arsya bertahan ya! Je udah punya feeling dari kemaren, jangan nyusul Jehan sama yg lain kalo yg lain ikut Je, nanti Je sama yg lain sedih jagain Jefa, Bunda, Mama, dan yg lainnya
Surat ini dibuat dari saat Jehan dimobil'

Air mata Arsya mulai mengalir deras, dia seharusnya menyelamatkan mereka saat itu.

"Pak, apakah dia satu-satunya yang selamat?" Tanya sopir ambulan.

"Tidak, ada beberapa anak SMA yang selamat," jawab tim SAR itu.

Beberapa jam kemudian, mereka sudah sampai di Rumah sakit.

Arsya sedang dipindahkan kekamar pasien.

Arsya membelalakkan matanya saat ia melihat seseorang anak SMA.

"Amanda! Yudis!" Ucap Arsya.

"Arsya!" Ucap Yudis.

"Luka dimana lo?" Tanya Amanda.

"Tangan, jidat, kaki," ucap Arsya.

"Cepet sembuh ya," ucap Amanda lalu fokus pada buburnya.

"Yudis, kok lo bisa selamat? Dodi?" Tanya Arsya.

Yudis menghela nafas.

Beberapa waktu lalu...

"Pegang tangan Yudis!" Ucap Yudis, tangan kanan Yudis memegang satu pohon.

Dodi memegang tangan Yudis, namun tangannya licin jadi mereka terlepas dari pegangan tangan Yudis.

"Oh gitu?" Ucap Arsya.

"Kita harus ikhlasin mereka kalo mereka gak selamat," ucap Yudis.

"Syukurlah lo selamat," ucap Arsya.

°°°

"Ayah! Liat berita!" Ucap Ana.

"3 orang siswa SMA selamat dari tsunami."

Kakek, Nenek, Ayah, Paman, dan Bibi langsung berkumpul melihat televisi yang ada diruang tamu itu.

Mereka terkejut, ada salah satu anggota keluarga mereka disana.

"Apa pesan-pesan anda pada keluarga yang ada diKalimantan Tengah?"

"Ayah, Adek, Kakek, Nenek, Paman dan Bibi, Arsya minta maaf gak bisa jagain Bunda, Bunda udah kebawa arus," Arsya berhenti sejenak, air matanya menetes lagi.

"Tapi, kalo kalian gak mau maafin Arsya gak apa-apa kok hehe, Arsya sayang kalian," lanjutnya.

Yudis yang mudah menangis, langsung menangis dibelakang kamera.

"Baik, terimakasih."

°°°

Disana mereka sedang menangis bersama.

"Kita gak bisa nelpon dia?" Tanya Ana.

"Kayaknya gak bisa, pasti hpnya udah rusak," ucap Paman.

"Iya sih."

"Kapan-kapan kita kesana ya?" Ucap Ayah.

































Beberapa tahun kemudian...

3 orang yang dulunya korban selamat dari bencana itu datang kesebuah pemakaman.

"Jehan, Hakam, Jewo, Juhan, kalian kangen gak sama Arsya? Kangen lah ya kan? Gw kangen banget pas kita ketawa bareng-bareng, saling cerita, kalian berantem trus baikan, hahaha kangen deh, kalo aja gw bisa mutar waktu... Tapi ini takdir," ucap Arsya.

"Oh ya, Jehan... Kan kata Bunda, lo bisa nginep rumah Bunda sampe lo udah punya rumah sendiri, nah sekarang lo udah punya rumah sendiri kan... Gw boleh mampir gak?" Lanjut Arsya.

To be continued

Double update nih, satunya dibawah.

Inget loh ini cuma fiksi!

Jangan lupa vote dan komentar

T5✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang