Empat

0 0 0
                                    


“Aira! Cepat mandinya, gantian!” Fatia berteriak kesal sambil mengetuk pintu kamar mandi beberapa kali.

“Iya, sabar.” Suara Aira tak begitu jelas terdengar. Tumpahan air yang ia guyurkan ke tubuhnya mengeluarkan bunyi yang menelan suaranya.

“Aira! Buruan, udah sore!” Fatia kembali berteriak sambil mengetuk pintu kamar mandi lebih keras lagi.

Tidak ada jawaban. Tapi pintu kamar mandi segera terbuka lalu kepala Aira yang masih basah kuyup menyembul dari dalam kamar mandi.

“Lama amat sih?” Mata Fatia melotot ke Aira sebelum tubuhnya menghilang di balik pintu kamar mandi. Kemudian terdengar suara yang cukup keras.

"Braaakkk.” Aira berjingkat, lalu memonyongkan bibirnya ke arah Fatia. Padahal, kakaknya jelas-jelas sudah tidak melihat dia lagi.

***

“Aira, udah belum? Ayo!” Fatia berdiri di depan kamar Aira sambil mendekatkan wajahnya ke celah pintu yang sedikit terbuka.  

“Iya iya, ayo.” Aira muncul dari kamarnya dengan mengenakan gamis polos model minimalis warna mocca. Kerudung segi empat warna hitam menjadi andalannya. Bros berbentuk bunga mawar berwarna silver tersemat cantik di pundak kirinya, menghiasi salah satu ujung jilbab yang menjuntai ke bawah. Polesan bedak padat natural dan lipstik warna orange agak pink membuat wajahnya yang bersih jadi semakin berseri.

Malam ini Aira terlihat cantik sekali. Beda sekali dengan hari-hari biasa yang hanya mengusapkan bedak bayi pada wajahnya tanpa memoles bibirnya dengan lipstik sedikitpun.

“ Lama amat sih?” Mata Fatia mendelik pada Aira yang sudah berdiri di hadapannya. Aira hanya memutar matanya malas menanggapi kakaknya yang memang sedikit bawel itu.

Kemudian mereka berdua pamit kepada Bapak dan Ibu yang sedang duduk di ruang tamu. 

“Pulangnya jangan malam-malam ya nduk.” Pesan Ibunya yang juga diiyakan oleh Bapak dengan anggukan kepala di sela-sela kepulan asap rokok tembakau yang dihisapnya.

“Iya Bu.” Aira dan Fatia menjawab hampir bersamaan.

‘Ayo, keburu malam.” Fatia menggamit lengn Aira.

Malam ini Aira dan Fatia akan menghadiri acara malam muda-mudi di rumahnya Fais, salah satu teman Fatia. Acara muda-mudi adalah acara khusus untuk anak-anak muda setelah siangnya diadakan akad nikah dan resepsi  pernikahan. Waktunya dimulai sehabis maghrib sampai acara selesai. Acara muda-mudi ini sudah menjadi tradisi turun temurun di desa ini.

Tadi siang Fais, salah satu teman Fatia melangsungkan akad nikah. Aira yang baru lulus sekolah SMA sudah masuk ke dalam daftar tamu undangan, karena kebetulan mereka juga saling kenal. Jarak rumah Fais hanya berselang lima rumah dari rumahnya Aira.

Langit malam cerah bertabur bintang yang berkedap-kedip menemani bulan yang baru muncul. Angin berembus menyapa daun-daun kecil yang tumbuh rimbun sepanjang pinggir jalan yang mulai ramai oleh lalu lalang kendaraan dan orang-orang yang ingin menikmati malam di luar rumah. Sebagian ada yang duduk-duduk di gorong-gorong depan rumah mereka. 

Suara bising yang berasal dari mesin diesel sudah terdengar dari jarak dua rumah sebelum sampai ke rumah Fais. Mesin itu memang harus diletakkan sedikit agak jauh dari rumah yang punya hajat agar suaranya tidak mengganggu acara.

Sampai di sana, kursi yang berbaris di bawah 4 buah tenda yang dipasang di halaman rumah Fais sudah hampir terisi penuh oleh tamu undangan yang semuanya adalah anak muda. 

Aira dan Fatia menempati kursi di baris ketiga dari depan, karena kebetulan kursi itulah yang masih kosong. Kursi di bagian belakang memang selalu penuh lebih dulu. Biasanya Aira dan Fatia lebih suka duduk di bagian agak belakang dalam acara seperti ini. Tapi kali ini kakak beradik itu terpaksa duduk di kursi yang cukup terlihat jelas dari panggung karena mereka datang terlambat.

MENANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang