Sinar matahari memasuki cela-cela kamar kecilku. Tak terasa pagi hari telah tiba, waktunya kembali pada kehidupan nyata. Kehidupan yang isinya bukan cuma tentang perasaan senang dan sedih saja, tapi ada banyak perasaan yang sulit untuk dijelaskan.
Yang aku cari pertama kali saat aku membuka mata adalah ponselku. Semalam, aku dan Ruri melakukan panggilan video hingga kami berdua sama-sama tertidur. Tak tahu dan tak peduli siapa yang tertidur lebih dulu. Yang jelas, malam itu aku berusaha untuk membuat Ruri senang dengan mewujudkan salah satu keinginannya.
-Sleepcall-
Sebagian besar wanita pasti akan menyukai kegiatan itu, tapi tidak denganku. Entah perasaan ini muncul sejak kapan, tapi aku merasa kurang nyaman saat melakukan kegiatan itu dengan Ruri. Terlebih lagi kalau aku ingin mematikan lampu kamarku dan menggantinya dengan lampu tidur, Ruri selalu melarangku.
"Gelap, nanti aku ga bisa liat kamu." Ucap Ruri
Iya, juga sih.
Dengan berat hati, aku tidak mematikan lampu kamarku pada malam itu. Sebenarnya aku tidak masalah tidak mematikan lampu saat hendak tidur. Tapi yang jadi masalah adalah Ruri sering kali memaksa. Memaksa yang aku maksud disini adalah seperti saat aku tak mengikuti kemauannya ia akan marah padaku, kalau tak marah pun ia akan kesal padaku. Memang hal itu normal dalam suatu hubungan, tapi terkadang terlalu mengganggu untukku.
Eh!
Aku lupa belum membalas pesan Tama.
Aku langsung melihat-lihat pesan masuk, mencari kontak yang bertuliskan nama Adhitama. Dan benar saja aku belum sempat membalas pesan Tama kemarin malam.
Luna: Setelah aku pikirin, aku kaya beban aja di hidup kamu, kaya benalu. Apa-apa pasti kamu ngeduluin aku padahal kamu sendiri belum. Ya gitu deh pokoknya.
Adhitama: Engga, Na. Aku ga ngerasa kaya gitu, kamu bukan beban buat aku.
Luna: Jadi gimana?
Aku sudah benar-benar bingung harus bicara dan menjelaskan apalagi pada Tama.
Adhitama: Menurut kamu bagusnya gimana?
Sudah dapat ku tebak kalau pada akhirnya harus aku lagi yang memutuskan.
Luna: Gimana kamu enaknya aja. Akhir-akhir ini selama kita ketemu aku udah buat ga secanggung mungkin tapi nyatanya ga berhasil.
Adhitama: Ya takutnya nanti kamu ngerasa ga enak kalau aku yang mutusin mau gimana-gimananya.
Luna: Ya udah, biasa aja gitu. Ga usah canggung kaya sekarang.
Adhitama: Ngomong gini doang sih gampang, tapi nanti aslinya suka canggung.
Luna: Iya, pasti sih.
Adhitama: Ya udah kalau mau kamu kaya gitu ya aku ngikut.
Sampai akhir percakapan ini, aku belum menemukan titik terang dimana aku dan Tama akan kembali seperti biasa. Inti dari percakapan ini adalah -jalanin aja dulu- lagi dan lagi. Aku berharap semoga usahaku menurunkan ego untuk memulai percakapan walau hanya lewat pesan singkat akan membuahkan hasil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lunara
Teen FictionLuna Aura Serena, perempuan berumur 19 tahun berparas cantik dengan tubuhnya yang mungil itu sedang mengalami patah hati. Hubungan luna dan kekasihnya yaitu Ruri Narendra, harus berakhir di tahun ke 3. Betapa hancur hatinya saat ini. Tapi, tanpa dis...