14. Setelah Semuanya Selesai

10 2 0
                                    

Malam telah berganti menjadi pagi. Langit yang gelap lambat laun berubah menjadi terang. Tapi itu semua berbeda dengan suasana hatiku. Ternyata satu hari setelah mengakhiri hubungan adalah hari yang paling menyakitkan.

Kenapa?

Karena kalian akan menyadari tentang banyak rasa kehilangan setelah sekian lama bersama. Notifikasi setiap pagi yang isinya hanya sekedar memberi ucapan –Selamat pagi cantikku- itu sudah hilang, ucapan pengingat pun sudah tidak ada. Sandaran yang selalu siap sedia lebih dari orang lain itu dipaksa pergi. Waktu kosong yang selalu di isi dengan pertemuan singkat yang menyenangkan itu juga harus berakhir.

Sebanyak apa pun kehilangan itu, sekarang yang harus dilakukan adalah menjalaninya. Berusaha membuat semuanya terlihat baik-baik saja walau saat sebenarnya dunia kecilku sedang hancur berkeping-keping oleh ulahku sendiri.

Mau sekuat apa pun aku pertahankan kalau memang harus berakhir aku hanya bisa menjalani. Manusia datang dan pergi, tapi Ruri adalah manusia yang tidak pernah aku sangka akan pergi. Sekarang, entah manusia seperti apa yang bisa aku taruh rasa percaya setelah kepergian Ruri.

Sekarang, sedikit demi sedikit, aku harus membangun kembali dunia kecilku, tidak boleh hancur lagi. Aku akan membangun dunia itu sedemikian rupa dan tidak boleh ada yang menghancukannya, lagi.

***

Pukul 8 pagi aku dan Ariani memanggil anak laki-laki untuk sarapan terlebih dahulu. Sarapan kami kali ini disiapkan langsung oleh bunda Aydan. Selagi Ariani membantu bunda, aku membangunkan teman-temanku yang lain.


"Guys, guys. Bangun dulu cepet, bunda udah masak itu ih malu. Makan dulu." Aku mengguncang tubuh mereka satu-satu.

"Aydan cepet bangun itu malu sama bunda masa belum bangun." Aku menarik selimut yang di pakai Aydan.

"Sok aja weh duluan, nanti kalau udah dateng aku bangun." Aydan kembali menarik selimut itu.

"Ih, gamau makan kalau kamu ga bangun."

"Allahuakbar, ya udah iya ini bangun nih." Akhirnya Aydan beranjak dari tidurnya.


Teman-temanku yang lain juga sudah bangun, ada yang ke kamar mandi terlebih dahulu dan ada juga yang langsung menyantap sarapannya.

***

"Na, aku mau minta maaf sama kamu." Kalimat pertama yang Devara ucapkan padaku saat dia bangun tidur.

"Apa ai kamu kenapa? bangun-bangun minta maaf."

"Aku minta maaf ga bisa jagain kamu."

"Ih, apaan? Ga usah minta maaf juga, orang aku mah udah gede ga perlu dijagain."

"Perlu, Na. Jangan nangis lagi, ya." dia lagi-lagi mengelus kepalaku.

"Udah hayu sarapan. Kamu bangunin semuanya tapi kamu ga sarapan mah ga adil buat yang lain." lanjutnya.

"Iya, iya. Ini mau makan tuh."

"Cepet, Na. Nih sama aku diambilin." Aydan mengambil piring dan mengisinya dengan nasi goreng yang di buat oleh bundanya.

"Segini cukup ga?" tanya Aydan.

"Eh tapi lagi galau mah harus banyak makannya, sama aku tambahin lagi weh ya?" lanjutnya.

"Ih, Aydan. Ga usah, udah sama aku aja." Aku mengambil alih centong nasi dari tangan Aydan.

***

LunaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang