.
.
."Lia!" Panggil Hyunjin pada Lia yang sedang cemas pada para pasien yang menunggu kepastian rumah sakit lain yang mampu dan mau menampung mereka.
"Hyunjin, gua nggak punya waktu lu ajak ngomong." Kata Lia.
"Gua bakal pergi." Kata Hyunjin.
Lia lantas menoleh dengan tatapan tajam, "hah?"
"Semua kegaduhan ini, semua karena gua."
"Hyunjin—"
Hyunjin menggeleng dengan segera, "ini pasti karena gua. Mereka ngincer gua dan karena gua selalu di rumah sakit, mereka nggak bisa nyakitin gua makanya mereka bikin gua mau nggak mau keluar dari sini."
"Nggak, lu nggak boleh pergi. Kita bisa cari cara lain—"
"Nggak bisa dan nggak ada Lia. Nggak kayak dulu, gua sekarang nggak punya pilihan." Kata Hyunjin.
"Gausah ngelawak, Hyunjin! Gimana soal studi, lu, hah?! Lu mau perjuangan lu sia sia gitu aja?!" Tanya Lia.
Hyunjin tersenyum teduh, seakan mengatakan pada Lia jika dia benar benar tak punya pilihan lagi. Senyum itu mengingatkan Lia pada senyuman Ibunya di ujung umurnya.
"Semenjak kami selesai menangani kasus di atas kapal pesiar itu, gua tau kalo gua harus pergi, dan gua beneran pergi. Ikut Kak Yeeun di tempat dimana kami sendiri nggak tau bakal berakhir dimana, dan waktu itu kami lari ke Singapura. Setelahnya, Kak Yeeun ngasih gua dua pilihan, gua bisa berhenti disana dan kuliah, setelahnya gua bisa balik ke Klub 513 lagi.. atau bergerak ngikutin mereka ke negara selanjutnya yang bakal ditentukan sama lemparan dadu." Jelas Hyunjin, "Lia, sejak awal kita sama sama tau, ini kesempatan kedua kita karena orang lain menganggap jika kita butuh kesempatan itu. Namun tak bisa dipungkiri, kita sama sama merasa jika kesempatan kedua itu seharusnya tidak pernah datang."
"Lu nggak mikirin Jaemin sama sekali?" Tanya Lia.
Hyunjin terdiam dan menundukkan kepala, "justru gua pergi biar Nana aman—"
"Tau darimana lu kalo Jaemin bakal baik baik aja kalo lu pergi, hah?" Tanya Lia.
"Seenggaknya mereka nggak bakal ngancem nyawa Jaemin." Jawab Hyunjin. "Dia kuat, Lia. Dia pasti bisa jaga dirinya sendiri."
"Nggak bisa—"
Suara umpatan Lia terpotong oleh suara para tenaga kesehatan yang tampak panik. Keduanya menoleh dan jantung Hyunjin rasanya diremas ketika mengetahui siapa pasien yang kepalanya berdarah darah itu. Hyunjin segera berlari ke arahnya, menerobos tenaga kesehatan lain yang udah disana lebih dulu. Hyunjin peluk erat tubuh itu ketakutan.Hyunjin sudah lama tak bertemu Jaemin, dan ketika akhirnya mereka bertemu kenapa keduanya ada dalam kondisi seperti ini? Sambil terus ketakutan, Jaemin mengikuti seorang dokter yang turun untuk menangani Jaemin. Selama penanganan itu, Hyunjin gemetar tak aturan dan dia tak bisa menyembunyikan itu.
Setelah akhirnya pemeriksaan itu selesai, Hyunjin berjalan ke arah Hongjoong dan menanyakan apa yang terjadi, namun Hongjoong dengan scorpio energy yang dia miliki justru menyuruh Hyunjin untuk menanyakannya pada Jaemin langsung. Kalo aja Hyunjin lupa kalo abangnya Hongjoong itu Juyeon, Moonbin ama Jungwoo udah Hyunjin pukul paling orang itu. Sayangnya Hyunjin belum siap mental diintrogasi sama Jungwoo yang walau suaranya selembut sutra manusia itu serem kalo marah, soalnya dia marah sambil senyum. Hyunjin juga nggak siap fisik digebukin sama Juyeon-Moonbin yang sama sama bongsor itu.
Ketika Hongjoong mengatakan, 'ajakin dia ngomong selagi bisa, kalo udah terlanjur kayak gua, jangankan ngomong, ketemu di mimpi aja susah'—emosi Hyunjin bergejolak, dia tak tau kenapa semua jadi begini? Kenapa harus ada kata kelulusan di SMA? Dia membencinya. Dia tak pernah mau ini terjadi, dia ingin sekali menjadi orang yang tak tau apapun.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] Klub 513 | Universe | Ep.4 : Abrisam
FanfictionHyunjin : "Baru kali ini gua nemuin manusia yang belum diperiksa tapi diagnosis-nya udah positif kegoblokan." * Romeo Hyunjin Abrisam hanya menginginkan kehidupan normal seperti milik orang lain, dia hanya ingin segera menyelesaikan stase terakh...