Fajar datang, menyapa dengan warna nila yang kini terlihat di ufuk timur begitu cantiknya, memperlihatkan kumpulan awan tipis dan biru yang masih terlihat gelap sehingga menjadi daya tarik untuk menatap kepingan keindahan langit. Seperti, hujan semalam tak pernah hadir walaupun jejak nya masih tertinggal di trotoar yang basah, jendela yang menyisakan rintik dan juga helaian daun yang kini berkumpul di atas tanah begitu basah. Mungkin, hari ini akan cerah.
Udara terasa dingin, departemen cuaca mengatakan bahwa suhu hari ini turun beberapa derajat celcius, mungkin hendak menyambut musim dingin yang bisa berada di titik 0 derajat celcius. Tuhan begitu baik sebenarnya, menurunkan suhu secara bertahap agar anak-anak nya tidak terkejut ketika dingin menjalar keseluruh tubuh. Hanya, memang sesekali Tuhan disalahkan atas takdir dan konsep dunia yang dibentuk sedemikian rupa. Mungkin, karena anak-anak Tuhan memang tidak sempurna, gemar mengeluh dan merasa kurang atas segalanya. Bahkan, mereka menyalahkan Tuhan atas langkah yang mereka ambil.
Seperti yang pemuda itu lakukan, berteriak membenci Tuhan setelah melewati belasan tahun hidupnya tanpa ragu. Entah benar menyalahkan Tuhan semata atau sekedar marah pada dirinya dan mencari kambing hitam. Pemuda yang kini terpejam dan tengah menyusuri mimpi yang dibentuk ketika fajar. Mimpi yang begitu cerah dengan bunga mekar berwarna putih yang mengelilinginya, aroma yang begitu manis hingga kelopak nya terbuka perlahan.
Iris hitam nya langsung memantulkan luas ladang bunga tanpa batas dengan tubuh berdiri mengenakan pakaian berwarna putih yang cukup cantik dan ia idamkan sejak beberapa tahun lalu. Pikirannya terasa begitu kosong, hatinya sepi seolah tak pernah terisi hingga iris hitam itu mulai bergerak tanpa sedikit lelah sebelum angin berseru, membawa kelopak bunga untuk mengudara dan kelopak matanya yang kini berkerut, menolak jikalau ada benda asing yang masuk ke dalam mata nya.
Namun, iris nya melebar dengan pandangan terangkat ketika cahaya samar itu membentuk sosok pria di hadapannya, mengulurkan jemari dan menyentuh pipinya begitu lembut, sangat lembut membuatnya tak mampu bergerak walaupun hati nya berontak ingin melakukan hal yang sama. Jeon Jungkook ingin mengulurkan lengan nya dan menggenggam ketenangan itu.
"Jujurlah pada dirimu sendiri—"
Suara itu terasa begitu familiar membuat jantungnya berdetak cepat, semakin cepat ketika cahaya itu mendekat, semakin dekat membuat Jungkook memejamkan mata, merasakan kecupan lembut pada kening yang mampu membuat rintik baru di sekitar pipinya. Entah— Perasaan ini terlalu acak dan Jungkook tak mampu memilah hingga angin kembali berseru, tak memberikan waktu untuknya bicara, membawa cahaya itu pergi menjauh dan Jungkook ingin menggapainya walaupun kakinya tak mampu bergerak.
Namun, Jungkook tersentak ketika seluruh ladang bunga tenggelam begitu saja, perlahan menghilang hingga Jungkook menyadari jika ia telah kehilangan setengah tubuhnya, terus tenggelam dalam lumpur yang begitu pekat, terus tenggelam dan tubuhnya tak mampu bergerak, membuat napasnya begitu sesak, meminta pertolongan dan hatinya menjerit ketakutan, tetapi tak ada yang mendengar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Et Cetera (Etc) [ TAEKOOK ]
RomanceKatanya tak ada pilihan, buntu yang di dapat, putus asa pun diterima. Menjalani hidup seolah telah ditentukan, tanpa ada cabang seperti keinginan. Padahal, ada pilihan yang tak terlihat di balik kata et cetera yang diabaikan. tw // violence, menti...