18.|My Ustadz My Imam|√

389 26 5
                                    


Usai izin dari mas Abizar kemarin, aku bersiap untuk pergi kuliah dan temu kangen sahabatku Riska, baru satu Minggu aku menikah dan cuti sudah merindukan dia.

Kutata rapi meja makan sebelum mas Abizar turun kebawah, kulihat semua sudah siap dan saatnya kupanggil suamiku yang tampan itu.

Belum aku beranjak menuju tangga, dia sudah berjalan kearah ku dengan senyuman yang terbit diwajahnya.

"Pagi sayang" ucapnya lalu duduk disebelah ku.

"Ini masih pagi loh mas, kamu sudah bucin aja"

"Memang salah kalau mas bucin sama istri sendiri?"

"Sudah ayo makan nanti telat" ucapku padanya dan kuambilkan nasi dan lauk untuknya.

"Berdo'a dulu sayang" ucapnya yang membuatku tersenyum.

"Siap kakanda"

Setelah makan aku bersiap untuk pergi kuliah dan mas Abizar kerja, aku ambil apa yang kubutuhkan lalu pergi turun ke bawah yang disana sudah ada mas Abizar menunggu ku.

"Ayo mas, aku sudah siap" ucapku padanya lalu masuk ke mobil.

"Turun Kayla" ucapnya datar tepat dia menatapku dingin, aku yang tidak tahu apa aku melakukan kesalahan, kenapa sikapnya jadi seperti dulu sejak pertama bertemu.

Aku turun dari mobil lalu dia menatapku intens, dan cara dia memandangku seperti itu membuatku gugup setengah mati.

"Kenapa mas?" tanyaku padanya.

"Apa yang kamu pakai?" tanyanya yang membuatku bingung.

"Memang aku pakai apa?" bukannya aku menjawab malah aku balik tanya, ya karena aku tak tahu apa yang mas Abizar tanyakan, maka dari itu aku kembali bertanya kepada nya.

"Apa yang kamu pakai Kayla?" tanyanya dingin membuatku merasa ingin menangis.

"Kayla pakai gamis seperti biasa mas, apa ada yang salah sama pakaian aku?" tanyaku lirih menahan tangis.

"Huft..kamu pakai parfum?" tanyanya yang membuatku hanya mengangguk kepala.

"Ganti baju, mas tunggu disini" pintahnya yang membuatku kesal.

Memang bajuku apa ada yang salah, sehingga mas Abizar menyuruhku ganti baju lagi, padahal ini baju yang baru kemarin aku beli.

"Tapi kenapa mas, baju kayla ini bagus loh...baru kemarin beli" ucapku meyakinkannya.

"Mas tahu baju kamu bagus dan menutup aurat, tapi mas gak mau kamu pakai parfum keluar rumah" ucapnya yang membuatku merasa bingung.

"Kenapa?" tanyaku menatapnya dalam.

"Mas hanya mau wangi parfum mu hanya untuk mas, dan semua yang ada pada dirimu mas yang boleh merasakan dan mencium wanginya sayang" ucapnya lembut lalu merangkul ku dalam pelukannya.

"Kenapa mas? Apa mas mau nanti kalau diluar istri mas ini bau, nanti apa kata orang diluar mas!!" tanyaku bertubi-tubi.

"Pakai deodorant sayang"

"Memang salah ya mas, kalau kayla keluar pakai parfum?" tanyaku yang membuatnya tersenyum.

"Bukan hanya salah, tapi juga dosa...nanti mas yang menanggung nya diakhirat kelak" jelasnya yang membuatku menangis.

"Eh kok nangis sih, maafin mas ya yang marah-marah"

"Mas gak salah, kayla yang salah"

"Yaudah jangan nangis lagi dong, sekarang ganti ya bajunya. Mas tunggu disini"

"Iya mas"

....,.......

Dalam mobil hanya ada keheningan tidak ada yang memulai berbicara, namun aku merasa tidak pantas bersanding dengan suamiku. Soal agama dan hal kecil saja aku masih belum tahu, bahkan terkadang aku merasa bodoh dalam hal agama.

"Alhamdulillah sudah sampai belajar yang rajin ya istriku" ucapnya yang membuatku tersenyum.

"Iya mas, makasih sudah mengantar kayla"

"Kenapa harus terima kasih, sekarang Kayla kan tanggung jawab mas"

"Hehehehe.....iya ya"

"Yaudah aku masuk dulu ya mas" ucapku lalu keluar dari mobil, tak lupa kucium punggung tangan nya.

"Assalamualaikum, Kayla masuk mas"

"Wa'alaikumsalam, nanti mas jemput"

"Siap kakanda"

Kutatap mobil suamiku melaju meninggalkan area kampus, hingga sudah tidak terlihat sama sekali.

Aku melangkah memasuki area kampus, kuedarkan mataku mencari sahabatku, namun tidak ada tanda-tanda dirinya.

Lebih baik aku menuju ke kelas mungkin Riska sudah disana, setelah ku duduk di kursi tidak ada juga disini.

"Kayla selamat ya atas pernikahannya" ucap teman kelasku yang bernama Nindi.

"Makasih nindi" ucapku tersenyum menatapnya.

"Gue dengar-dengar suami lo ustadz ya?" tanya Wika sahabat Nindi yang duduk bersebelahan.

"Alhamdulillah iya" jawabku seadanya.

"Kok lo mau sih punya suami ustadz, akumah ogah" saut Hana yang juga bersahabat dengan Wika dan Nindi.

"Aku juga gak mau kalau nikah sama ustadz" ucap Nindi.

"Kenapa?" tanyaku spontan.

"Ustadz sekarang banyak yang melakukan poligami atas dasar agama, namun nyatanya mereka hanya ingin hasratnya terpenuhi" ucap Nindi.

"Kenapa lo bisa menyimpulkan semuanya yang jelas-jelas lo belum  tahu kebenarannya?" tanyaku menahan kesal pada geng alay seperti mereka.

"Kakak gue korban salah satunya, dan semoga lo gak merasakan apa yang kakak gue rasakan" ucap Nindi dengan senyum miringnya.

"Siap-siap mental ya, siapa tahu suami lo pulang-pulang bawah istri kedua" ucap Wika tertawa lepas diikuti Nindi dan Hana.

"Aku percaya suamiku, karena tidak semua ustadz berpikiran seperti itu" ucapku menahan amarah.

"Oh ya, nanti kalau sudah terjadi nangis" ucap Hana.

"Tunggu saja jadi janda" ucap mereka serentak bersama.

"ANJING kalau lo mau cari ribut ayo gue jabanin" teriakku pada mereka hingga semua yang ada dikelas menatap kearah ku.

"Eh malah nyolot" ucap Hana.

"Kita kasih tahu bukan terimakasih malah ngajak ribut" ucap Wika.

"HEH... Makasih dari HONGKONG, lo dan sahabat lo ini udah buat kesabaran gue habis. Kalau lo semua gak suka gue nikah sama ustadz apa urusannya sama kalian" ucapku dengan nada tinggi membuat wajah mereka memerah menahan amarah.

"Lo berani sama kita" ucap Nindi.

"Gue takut sama lo....MIMPI" ucapku sinis.

"LO, LO DAN LO. ANJING" ucapku yang membuat tangan mereka mengepal menahan amarah.

Aku pergi meninggalkan mereka, yang kucari sekarang hanya ketenangan untuk merendahkan amarahku.

















Hay apa kabar?

[!<See you>!]

My Ustadz My Imam (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang