9

1.2K 172 26
                                    

Dua tahun Gulf habiskan dengan menetap di desa ini. Sebuah tempat yang menerimanya tanpa begitu banyak bertanya. Mungkin karena mereka orang desa, bermodalkan percaya, Gulf dapat tinggal tanpa perlu banyak membuka cerita.
Tempat ini merangkulnya, sebagaimana pegunungan merangkul desa yang ramah ini.
Gulf bahkan mendapat pekerjaan sebagai tukang kebun kantor desa. Namun sepertinya itu hanya cara para warga agar membuat Gulf nyaman dan merasa diterima. Karena jujur saja, Gulf hanya perlu menyiram tanaman di tiap sore.

Tiap kali ia pulang dari kota untuk pekerjaannya, ia akan disambut dengan banyak pertanyaan dari anak-anak. Mereka akan bertanya seperti apa kota itu, ada apa saja disana. Dan tentunya, kapan Gulf bisa mengajak mereka ikut ke kota.
Sedang para orang tua akan tersenyum di depan teras rumah mereka. Karena tentu saja mereka tau Gulf ke kota untuk bekerja. Bukan bermain-main seperti yang anak-anak itu pikirkan.

Namun kali ini berbeda. Semua jelas memandanginya penasaran. Bukan karena Gulf kembali pergi ke kota. Namun karena kali ini, seseorang mengikutinya.
Seseorang yang pernah mereka lihat tampangnya di beberapa bungkusan makanan. Atau minuman kaleng.
Seseorang dengan wajah tampan dan tubuh tetap.

Gulf tau, tak akan ada yang bertanya. Entah kelewat sopan atau memang menunggu Gulf sendiri yang bercerita.

Sedang Mew sepertinya bermuka tembok karena ia hanya terus melangkah disamping Gulf. Seperti sengaja agar terlihat datang bersama salah satu warga desa sana.

Keduanya beriringan melewati lapangan tengah kampung. Lalu tetus mengikuti tanjakan menuju ujung desa.

Gulf tiba-tiba saja berbelok ketika Mew sibuk memperhatikan sekeliling dan menyadari sudah jarang sekali rumah disana. Kebanyakan hanya tanah kosong dengan rumput sepinggang. Dan saat melihat ke arah Gulf berbelok, sekitar tiga meter dari sana, sebuah rumah kayu berukuran kecil dengan halaman hijau yang luas tersaji disana. Rumah panggung itu tertata begitu rapih meski terlihat begitu kecil.

"Jika tak ingin masuk, kembali ke desa dan cari tempat menginap disana.
Lagipula rumah ini kecil untuk kita berdua."
Gulf lalu melangkah menuju belakang rumah. Tak repot menunggu jawaban Mew.

Mew tentu saja mengikuti. Dan ia hanya memperhatikan ketika Gulf membuka pintu belakang rumahnya.
Ia lalu mengikuti tiap langkah yang Gulf ambil.

"Kenapa mengikutiku? Sejak kapan?" Gulf bertanya tenang begitu Mew memasuki belakang rumahnya. Ia berdiri ditengah-tengah ruang.

Rumah itu hanya terdiri dari ruang tamu yang benar-benar terlihat kosong, lalu sebuah ruang lain yang hanya disekat papan dengan sebuah kain sebagai pintu, lalu terakhir, ruangan ini yang sepertinya tempat Gulf menyimpan peralatan makannya. Seperti dapur tanpa tempat memasak.

Mew yang ditanya hanya mampu terdiam. Tak menyangka Gulf akan bertanya secepat itu.

"Melihat kau pergi begitu saja, entah mengapa kakiku seperti bergerak sendiri. Mataku juga hanya tertuju padamu dikejauhan.
Seluruh tubuhku menyuruh ikut denganmu, mengejarmu. Bahkan saat kepalaku belum mampu memproses apapun." Mew menjawab jujur. Ia tak tau sejak kapan, karena yang ada dimatanya hanyalah punggung Gulf yang perlahan makin menjauh, dan hal yang selanjutnya terjadi adalah ia telah berada di bus yang sama dengan Gulf.

Gulf yang mendengar itu hanya melihat Mew tanpa ekspresi. Wajahnya datar, tubuhnya juga hanya berdiri santai dengan kedua tangan ia masukan dalam saku celananya.

Dan setelah melewati entah berapa waktu terdiam, Gulf tiba-tiba mengangguk perlahan.

"Oke. Seminggu lagi akan ada bus ke kota. Tinggal saja disini, aku tak ingin warga desa salah paham.
Seminggu lagi kuantar kau ke pos depan desa."
Gulf sudah akan masuk ke dalam ruang yang disekat papan, yang sepertinya adalah kamat tidurnya, begitu Mew dengan lancang menahan Gulf pada pergelangan tangan.

The ActorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang