14

1.1K 160 13
                                    

"... Selembut apapun kau menyentuhku, dirimu akan tetap mengingatkanku pada mereka.
Pada bagian kelam hidupku yang tak akan mampu kuhapus."

Mew menatap Gulf lurus. Lelaki itu meringkuk disudut dekat lemari. Satu kalimat terakhir Gulf, dan Mew sepenuhnya sadar diri. Namun tak memungkiri, tanya besar muncul begitu segalanya mampu ia cerna.
Entah berapa jam keduanya duduk disana, dengan Mew yang menatap Gulf dan Gulf yang memandang sudut lain ruang.
Awalnya ia pikir, Gulf masih sedikit terguncang. Jadi Mew memberi lelaki itu waktu untuk menenangkan diri.

"Gulf."
Panggilnya. Membuat Gulf menoleh perlahan. Ah, sepertinya Gulf sudah mampu memegang kendali diri.
"Jika yang kuminta hanya bersamamu, meski tanpa hubungan fisik sekalipun, apa kau tetap menolak?"

Ingin sekali Gulf berpikir bahwa Mew hanya bercanda. Namun sorot mata itu jelas memancarkan keseriusan mendalam.
Tetapi manusia, dalam satu hubungan serius yang melibatkan perasaan, mana mungkin tak ingin menyentuh secara fisik? Terlalu mustahil untuk menjadi nyata.

"Bersamaku?"
Gulf pikir, mungkin bersama yang Mew maksud hanya sebatas teman bicara.

"Ya. Tidak perlu kau merasa cinta. Tak perlu kau menganggapku lebih. Tidak juga perlu ada kata cinta antara kita berdua.
Aku tak akan memaksa untuk terjebak dalam satu hubungan yang membebankan hati. Cukup membiarkanku disekitaranmu. Dan biarkan waktu yang menjawab."

"Menjawab apa?"
Mungkin tak begitu terdengar. Tapi Gulf sedikit merasa kecewa ketika tebakannya benar.

"Menjawab kita.
Kita ini apa?
Kau dan aku.
Apa memang tak bisa jadi kita?"

Hening tercipta begitu Mew selesai menjawab. Keduanya saling menatap. Namun isi kepala telah menguntai berbagai pikiran.

Dari sisi Gulf, ia sedikit terkejut begitu kecewa terasa amat nyata dalam hatinya. Ketika Mew menawarkan cara agar garis pembatas dengan mudah ia gambar.
Didetik itu, Gulf sadar hatinya terbagi setengah.
Sama-sama ingin. Tapi sebelah ingin menyimpan, sebelah ingin memiliki.
Dendam dan penjaga. Menyimpan dendam dalam hati, dan memiliki penjaga hati.

Sisi Mew, justru mulai jernih membaca situasi. Ia tak lagi hanya melihat diri. Ia mulai mengerti, sepuluh tahun yang Gulf lewati, semua salahnya sendiri.
Lalu dengan angkuhnya ia menginginkan Gulf kembali ke masa sepuluh tahun lalu? Luar biasa sekali pemikirannya.

"Kenapa aku? Kenapa begitu ingin disisiku?
Ingin menebus dosa? Sudah kubilang kumaafkan sedari dulu. Kau tak lagi punya dosa padaku.
Lalu mengapa bersikeras ingin aku?"

Mew tersenyum begitu Gulf bertanya. Sepertinya itu tumpahan dari hati. Senyumnya akan meyakinkan seluruh mata, bahwa ia begitu memuja. Sayang, pandangan Gulf buram untuknya.

"Kau terlalu merendah."
Mew mengerti. Ia mengerti maksud tak terucap dari Gulf. Ia mendengar semuanya. Seluruh percakapan Gulf.

"Kau bertanya mengapa, dan jawabannya sederhana. Karena itu dirimu. Karena itu kau, Kanawut Traipipattanapong.
Karena ini terus memutar bayang dirimu. Wajahmu, tawamu, suaramu. Segalanya tentangmu." Mew menunjuk kepalanya.

"Karena ini menghangat tiap otakku memberi dirimu didepan mata. Disini rasanya menyenangkan begitu dirimu terputar dalam kepala. Ini juga merindukanmu dengan sangat. Teramat sangat hingga sesak rasanya.
Namun sekali lagi, seluruh rasa menyenangkan muncul disini ketika aku menghayalkan tentangmu." Kini telapaknya ia letakan didada.

"Maaf memberitahumu tentang ini, tapi ia hanya merespon untuk dirimu." Kali ini Mew menunjuk ke arah selangkangannya.

"Tapi seperti yang kubilang, kau tak perlu merasa. Cukup izinkan aku mencinta. Biarkan dirimu kupuja. Lepaskan hatiku untuk mendamba.
Biarkan aku mempersembahkan diri pada telapakmu, Gulf."

The ActorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang