12

1.1K 162 23
                                    

Lorong hotel terasa begitu panjang. Namun pintu kecoklatan diujung sana terlihat begitu besar nan kelam.
Disanalah hatinya berada, tengah mendesah dibawah kungkungan pria lain. Disanalah cintanya kini, berbagi peluh di hadapan sorot kamera.

Gulf Kanawut. Cintanya, hatinya, setengah dirinya. Kini tengah menikmati dipuaskan oleh lelaki yang entah siapa.

Apa? Apa yang membuat Gulf memilih jalan ini? Mengapa pekerjaan ini, dibanding seluruh pekerjaan lain yang bisa saja ia geluti.
Kenapa? Kenapa ini?
Kenapa setengah jiwanya merendah begitu jauh?
Kenapa menjadi begini hina sebagai jalan hidup?

Sebenarnya apa yang ia rasa?
Terkhianati? Mereka tak berada dalam satu hubungan dimana Mew berhak merasa demikian.
Kecewa?
Akan apa?
Pilihan karir atau kenyataan bahwa lelaki lain menyentuh cintanya begitu jauh?

Sebenarnya apa yang membuat Mew duduk dengan menyedihkan disamping lift? Apa yang membuatnya merana menatap pintu kecoklatan yang menyimpan cintanya?

Tubuhnya menegak begitu pintu coklat itu terbuka setelah beberapa jam ia terduduk disana.
Awalnya lelaki bernama Cooheart.
Lalu orang yang Mew tunggu-tunggu.
Cintanya dan seorang lelaki tinggi berkulit eksotis.
Ketiganya saling bercanda sambil melewati lorong. Namun Gulf masih minim ekspresi.

Mew berdiri begitu melihat Gulf mendekat. Setidaknya, ia harus tau siapa lelaki ini bagi Gulf. Josh, kan? Ya, namanya Josh.
Akan sangat berbahaya baginya jika lelaki itu adalah orang yang Gulf hubungi waktu itu.

"Wah. Kau masih disini? Kukira kau sudah pergi.
Kau sebenarnya apa? Kru baru atau aktor baru?"

Cooheart ramah seperti biasa. Namun bukannya lelaki tinggi berhoodie hitam di hadapannya yang menjawab, malah Gulf. Yang Cooheart anggap jarang berbicara mewakili orang lain.

"Ia penasaran. Ingin bergabung. Tapi sepertinya berubah pikiran ditengah jalan."

Mew menatap Gulf. Baginya, kalimat Gulf punya makna lain.

"Hhmm... kalian masih akan jalan berdua, benar? Ugh, aneh rasanya jika kalian tak menjadi sepasang kekasih nantinya."

Cooheart bukannya tak peka. Ia hanya tak tau.

"Bukan kekasih. Ia akan langsung menjadi suamiku."
Josh. Lelaki disamping Gulf itu sepertinya sedang bercanda. Namun juga serius disaat yang sama.

"Terserah kalian. Kalau begitu aku duluan. Bye semuanya."

Tubuh yang paling kecil itu lalu keluar menghilang di balik pintu lift. Menyisakan tiga orang lain disana.

Tak ada yang berbicara. Namun setelah beberapa lama, Josh perlahan melirik pada Gulf.

"Ehm, haruskah aku juga pergi? Sepertinya kalian butuh bicara.
Jujur saja suasananya sedikit tak menyenangkan." Josh mengutarakan pendapatnya.

Gulf yang mendengar itu menoleh padanya sebentar, sebelum akhirnya berkata sambil melihat lurus pada mata Mew.

"Sudah lihat? Sekarang pergilah dari hidupku. Karena aku sudah lama memaafkanmu. Dan hidupku kini tak ada hubungannya denganmu.
Bagiku, segalanya terputus sepuluh tahun lalu."

Gulf lalu lewat begitu saja. Tentu diikuti Josh setelahnya. Namun ketika pintu lift hendak menutup, sebuah telapak menahan pintunya.

"Kita harus bicara."

Hanya itu yang keluar dari mulut Mew. Awalnya Josh sudah akan menginterupsi, namun jemari panjang Gulf menahan lengan kekar lelaki disampingnya.

"Dimana?"
"Disini. Maksudku di hotel ini. Aku akan memesan kamar. Kalian tunggu disini."

The ActorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang