22

1.1K 144 12
                                    

Dalam masa kehidupannya, banyak hal yang ia rasa dan lewati.
Hatinya dewasa bersama waktu.
Dirinya bijak oleh keadaan.
Banyak luka yang ia abai, ada pula yang ia sembuhkan dengan perlahan.

Suka, sayang, cinta, benci, iri, kecewa, duka. Sebut saja sebuah rasa, dan Gulf mampu mengerti seketika.
Bukan karena apa, hanya saja, semua bagian dari kisahnya.

Pernah membenci dengan sangat, pernah juga mencinta sama besarnya. Pernah merasa begitu bangga, namun iri terselip diantara. Kecewa teramat dalam? Tentu pernah. Tapi Gulf juga pernah bahagia hingga menggebu.

"Kau begitu menyukainya? Cincin itu kupesan bertahun-tahun lalu. Jadi modelnya mungkin sedikit ketinggalan jaman."

Gulf mengangkat muka. Sedari tadi ia melamunkan banyak hal. Sedang jemarinya memutar-mutar cincin yang melingkar di jari manis.
"Aku menyukainya. Sangat menyukainya. Bagiku, ini sempurna."

Mendengar itu Mew tersenyum. Padahal, jika Gulf mau, ia akan segera mengganti dengan model apapun yang Gulf suka.

"Kau tak penasaran, phi?
"Penasaran? Tentang apa?"
"Respon semua orang."

Gerakan tangan Mew terhenti.
Setelah kejadian tadi, setelah membuat heboh dunia hiburan, mereka tak sedikitpun mengintip reaksi orang-orang.

"Apa kau takut, phi?"

Pertanyaan Gulf menyadarkan Mew, bahwa lelaki ini masih punya sedikit kekhawatiran. Bagaimanapun, bukan hanya Mew yang dirugikan.

"Sebenarnya, aku belum siap mengetahui respon mereka.
Bukan tentangku, tapi tentangmu."

Kini Gulf terduduk. Posisinya yang sedari tadi bersandar pada dada Mew memang terasa nyaman, tapi Gulf ingin melihat wajah itu sekarang.

"Maksudmu, phi?"

Mew tersenyum kecil, mengambil telapak Gulf dan mengusap jari-jemari panjang itu.

"Aku belum mampu jika mereka tak bisa menerimamu. Aku tak bisa melihat mereka kembali memakimu.
Sabarku ada batasnya, Gulf.
Menurutmu aku tak marah jika cintaku dimaki dengan alasan konyol?"

Gulf seharusnya tak mudah tersipu begitu saja, tapi cara Mew berbicara dan menatapnya benar-benar penuh puji dan cinta.

"Aku malah penasaran." Gulf bergeser mendekat. Wajahnya menunjukan antusias luar biasa. "Phi tau, jika bukan karena penggemarmu, kita mungkin belum bertemu saat ini. Atau aku mungkin sedang terbaring di rumah sakit.

Alis Mew mengkerut. Sepertinya penasaran dengan alasan Gulf.

"Jalanan macet parah, mobil kutinggal. Aku nekat berlari, yang penting sampai di tempatmu. Tapi seorang pemuda manis yang adalah penggemarmu menawariku tumpangan. Ia juga secara tak langsung menyuruhku mendengar acaramu tadi.
Dijalan, ketika kami berhenti di lampu merah, ada beberapa wanita menyorakiku."
Mew sudah akan merespon, namun gerik Gulf menunjukan bahwa ia baik dan cerita masih harus berlanjut.
"Mereka mengucapkan selamat. Ada yang bilang aku beruntung. Ada yang memakiku, namun berkata iri setelahnya. Ada juga yang memintaku menjagamu."

"Penggemar manis tadi, kau memeluknya?"
Gulf yang sedang mengambil nafas setelah cerita panjangnya tentu saja jadi kesal seketika. Sepanjang itu ceritanya, dan yang jauh lebih menarik adalah pemuda manis yang mengantarnya?

"Phi, kau bodoh? Bukan itu inti ceritanya!"

Mew mengerti. Ia sangat mengerti. Tapi ia tak bisa bohong jika bagian tertentu cerita itu lebih menarik untuknya.

"Bisa jawab pertanyaanku? Atau aku harus mengaku cemburu baru kau paham masalahku?"

Gulf yang mendengar itu terdiam. Dan setelah berpikir lama, ia mengela nafas serta menggeleng pelan.

The ActorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang